free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Ini yang Terjadi pada Tubuh Manusia Ketika Meninggal di Luar Angkasa

Penulis : Desi Kris - Editor : Dede Nana

21 - Oct - 2021, 16:44

Placeholder
Ilustrasi (Foto: Tanjug)

JATIMTIMES - Seiring meningkatnya perkembangan teknologi kini perjalanan ke luar angkasa untuk berlibur sudah menjadi hal nyata. Hal itu berarti manusia mulai memikirkan bagaimana rasanya hidup di luar angkasa.

Namun, apa yang terjadi jika seseorang meninggal di luar angkasa?

Baca Juga : SDN Model Malang Juara 1 Lomba PJAS Aman BPOM RI

Saat meninggal di bumi, tubuh manusia akan mengalami beberapa tahap pembusukan. Hal itu dijelaskan pada awal tahun 1247 dalam The Washing Away of Wrongs karya Song Ci, yang pada dasarnya adalah buku pegangan ilmu forensik pertama.

Pertama, darah berhenti mengalir dan mulai menggenang akibat gravitasi. Proses tersebut dikenal dengan livor mortis.

Lalu tubuh menjadi dingin yang disebut dengan tahap algor mortis. Kemudian otot-otot menjadi kaku karena penumpukan kalsium yang tak terkendali di dalam serat otot, tahap ini disebut sebagai keadaan rigor mortis.

Enzim yang merupakan protein yang mempercepat reaksi kimia, memecah dinding sel melepaskan isinya. Pada saat yang sama, bakteri di usus kita keluar dan menyebar ke seluruh tubuh. 

Bakteri tersebut melahap jaringan lunak sehingga tubuh mulai membusuk dan gas yang mereka keluarkan menyebabkan tubuh membengkak. Proses penguraian itu adalah faktor intrinsik, tetapi ada juga faktor eksternal yang mempengaruhi proses penguraian, antara lain suhu, aktivitas serangga, mengubur atau membungkus tubuh, dan adanya api atau air.

Mumifikasi atau pengeringan tubuh, terjadi dalam kondisi kering yang bisa panas atau dingin. Pada lingkungan lembab tanpa oksigen bisa terjadi pembentukan adipocere, di mana air bisa menyebabkan pemecahan lemak menjadi bahan berlilin melalui proses hidrolisis.

Lapisan lilin ini dapat bertindak sebagai penghalang di atas kulit untuk melindungi dan melestarikannya. Kendati demikian, dalam kebanyakan kasus, jaringan lunak pada akhirnya akan menghilang sehingga hanya tersisa kerangka yang menonjol. Jaringan keras tersebut jauh lebih tangguh dan dapat bertahan selama ribuan tahun.

Lantas jika kematian di luar angkasa akan seperti apa?

Perbedaan gravitasi yang terlihat di planet lain pasti akan berdampak pada tahap livor mortis, dan kurangnya gravitasi saat mengambang di angkasa juga berarti darah tidak akan terkumpul.

Melansie melalui The Next Web, di dalam pakaian antariksa, rigor mortis masih akan terjadi karena akibat dari berhentinya fungsi tubuh.

Apakah tubuh manusia yang meninggal akan melayang seperti di film?

Bakteri dari usus masih akan melahap jaringan lunak. Namun bakteri itu membutuhkan oksigen untuk berfungsi dengan baik sehingga pasokan udara yang terbatas akan memperlambat prosesnya secara signifikan.

Mikroba dari tanah juga dapat membantu dekomposisi, sehingga setiap lingkungan planet yang menghambat aksi mikroba, seperti kekeringan yang ekstrem, meningkatkan kemungkinan pengawetan jaringan lunak.

Baca Juga : Terlempar dari Liang Lahat: Kisah Jasad Ulama Ditolak Bumi

Penguraian itu tentu dalam kondisi yang sangat berbeda dari lingkungan Bumi berarti bahwa faktor eksternal akan lebih rumit, seperti halnya kerangka. Saat manusia hidup, tulang merupakan bahan hidup yang terdiri dari bahan organik seperti pembuluh darah dan kolagen, serta bahan anorganik dalam struktur kristal.

Biasanya, komponen organik akan terurai, sehingga kerangka yang kita lihat di museum sebagian besar adalah sisa-sisa anorganik. Di tanah yang sangat asam, yang mungkin kita temukan di planet lain, kebalikannya bisa terjadi dan komponen anorganik bisa hilang sehingga hanya menyisakan jaringan lunak.

Di Bumi, dekomposisi sisa-sisa manusia adalah bagian dari ekosistem yang seimbang di mana nutrisi didaur ulang oleh organisme hidup, seperti serangga, mikroba, dan bahkan tanaman.

Lingkungan di planet yang berbeda tidak akan berevolusi untuk memanfaatkan tubuh kita dengan cara yang sama efisiennya. Serangga dan hewan pemulung juga tidak ada di planet lain dalam sistem kita.

Kondisi Mars yang kering seperti gurun mungkin berarti bahwa jaringan lunak akan mengering, dan mungkin sedimen yang tertiup angin akan mengikis dan merusak kerangka seperti yang kita lihat di Bumi.

Suhu juga adalah faktor kunci dalam dekomposisi. Di Bulan, misalnya, suhu bisa berkisar dari 120 derajat celsius hingga -170 derajat celsius.

Oleh sebab itu, tubuh bisa menunjukkan tanda-tanda perubahan yang disebabkan oleh panas atau kerusakan akibat pembekuan.

Melayang abadi

Jika jasad manusia ada di dekat bintang atau sumber panas lainnya, jasad itu akan perlahan mengering dan akan menjadi mumi secara efektif. Sedangkan, jika jasad berada dalam bayang-bayang asteroid atau benda dingin lainnya, maka ia akan membeku saat panas perlahan meninggalkan tubuh.

Bagaimanapun, jika tidak ada tabrakan dengan puing-puing ruang angkasa lain, jasad akan bertahan hampir tanpa batas, melayang dalam kegelapan ruang angkasa yang tidak terbatas selama ratusan juta tahun.


Topik

Serba Serbi



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Desi Kris

Editor

Dede Nana