free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Pernyataan Mengejutkan Putra Rachmawati yang Sebut Soekarno Dibunuh di Wisma Yasoo

Penulis : Desi Kris - Editor : Yunan Helmy

02 - Oct - 2021, 16:31

Placeholder
Soekarno (Foto: VOI.id)

JATIMTIMES - Salah satu cucu Presiden RI pertama Soekarno, yakni Didi Mahardika, membuat pernyataan mengejutkan soal kematian sang kakek. Putra Rachmawati Soekarnoputri itu mengatakan bahwa kakeknya dibunuh di Wisma Yasoo . 

Pernyataan Didi itu disampaikan melalui sebuah video yang tayang di channel YouTube V Entertainment.id saat berbincang dengan host channel tersebut, Nandatanya. Host awalnya bertanya soal video musik TRAH-untuk Indonesia Raya garapan Didi Mahardika. 

Baca Juga : Bupati Lamongan Ajak Masyarakat Waspadai Bahaya Paham Komunis

Pertanyaannya pun soal seputar lokasi pengambilan video. "Ada cerita apa di balik video musik TRAH? Terus kenapa di tempat ikonik seperti di rumah Cilandak ini? Ada apa dengan Rumah Cilandak, Bundaran HI, GBK, dan Museum Satria mandala? Museum Satria Mandala atau Wisma Yasoo, Mas?" tanya host kepada Didi.

"Mulai gue datang di Satria Mandala atau yang disebut Wisma Yasoo, itu adalah tempat peristirahatan terakhir Bung Karno yang seolah-olah kayak diasingkan tanpa melalui..  tidak diberikan kesempatan untuk membela dirinya di persidangan, seperti diasingkan...," ujar host melanjutkan.

Didi lantas memotong pernyataan itu. Dia menambahkan pernyataan bahwa Bung Karno dibunuh di Wisma Yasoo.

"Aku tambahin dikit, Mas, tidak hanya diasingkan, tapi di situlah bapak kita, bapak bangsa, Bapak Proklamator kita, yang memperjuangkan kita semua, dibunuh di situ. Dibunuh. Iya. Harus banyak yang tahu," ucap Didi.

Host lalu mempertanyakan keyakinan Didi atas pernyataannya itu. Didi pun menegaskan bahwa dirinya yakin. "Pasti. Apa perlu gua ulang lagi?" tandas Didi. 

"Kalau mau ada yang bertanya, mungkin bisa ditanyakan ke ahli sejarah. Dan ahli sejarah yang bisa menceritakan apa adanya," imbuh Didi.

Lebih lanjut, Didi mengatakan Museum Satria Mandala dulu bernama Wisma Yasoo. Tempat itu adalah tempat hari-hari terakhir Bung Karno. Namun keberadaan Wisma Yasoo, menurut Didi, coba ditutup-tutupi dengan mengubah nama menjadi Museum Satria Mandala.

Bahkan, Didi menuturkan dirinya sempat berbicara dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto soal Wisma Yasoo ini. Namun pernyataannya tidak dilanjutkan karena dipotong oleh host.

Seperti Apa Tanggapan Sejarawan?

Sejarawan BRIN Asvi Warman Adam pun turut merespons pernyataan Didi yang menyebut bahwa Soekarno dibunuh di Wisma Yasoo. Tak disangka, pernyataan Asvi ini justru menguatkan apa yang disampaikan oleh Didi. 

"Tahun 1970 Bung Karno meninggal. Jacques Leclerc, sejarawan Prancis, mengatakan bahwa Bung Karno dibunuh dua kali. Pertama Bung Karno meninggal tahun 1970. Tahun 1970 peringatan Hari Lahir Pancasila dilarang Kopkamtib," ungkap Asvi.

Asvi juga mengaku pernah bertanya kepada dokter Kartono Mohammad apakah Soekarno dibunuh secara perlahan. Sebagai informasi, Kartono adalah dokter yang pernah bertemu dengan Dr Wu Jie Ping, yang pernah merawat Soekarno pada 1965.

Kartono menjelaskan bahwa Bung Karno tidak dirawat sebagaimana semestinya saat di Wisma Yasoo. "Saya tanyakan kepada dokter Kartono Mohammad (alm), apakah betul Bung Karno dibunuh perlahan di Wisma Yasso. Jawab Kartono, 'Bung Karno tidak dirawat sebagaimana semestinya'," tutur Asvi.

Asvi pun bicara soal Wisma Yasoo dan mengatakan bahwa  tempat yang dulunya Wisma Yasoo berubah menjadi Museum Satria Mandala di era Orde Baru.

"Yaso (atau Yasoo, red) itu nama adik dari Ratnasari Dewi Soekarno yang sudah meninggal. Tempat tinggal istri Bung Karno, Dewi Soekarno. Lalu diambil alih Orba dan dijadikan Museum Satria Mandala, sekaligus Pusat Sejarah ABRI," ujar Asvi.

Soekarno Mendapat Perawatan Miris

Cerita perawatan kesehatan Bung Karno di sisa hidupnya ini juga disampaikan Asvi dalam tulisan berjudul 'Beda Perawatan Soeharto dengan Sukarno'. Tulisan ini terhimpun dalam buku 'Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto' karya FX Baskara Tulus Wardaya.

Di buku itu dikatakan bahwa sejak awal 1968 Bung Karno berada dalam 'karantina politik' dan tinggal di paviliun Istana Bogor. Bung Karno lalu dipindahkan ke peristirahatan 'Hing Puri Bima Sakti' di Batutulis, Bogor.

Baca Juga : Terima 2 Laporan, Polres Tulungagung Cari Pelajar dan Istri di Tulungagung yang Tinggalkan Rumah Tanpa Pamit

Melihat kondisi itu, putri Bung Karno, yakni Rachmawati, menemui Soeharto di Cendana untuk meminta agar sang ayah dipindahkan ke Jakarta. Pada awal 1969, kemudian pindah ke Wisma Yasoo di Jalan Gatot Subroto (sekarang Museum Satria Mandala).

"Soekarno mendapat perawatan seperti pasien di rumah sakit, dalam arti diukur suhu badan dan tekanan darah beberapa kali dalam sehari, serta jumlah air kencing selama 24 jam," tulis Asvi.

"Pernah ada pemeriksaan rontgen. Tidak diberikan diet khusus seperti yang dilakukan terhadap pasien gangguan ginjal. Selain itu, Bung Karno hanya dilayani oleh seorang dokter umum (dr Sularjo). Bung Karno tidak pernah mendapat penanganan khusus dari dokter spesialis," lanjut Asvi dalam tulisannya.

Saat kondisi Bung Karno kritis, Prof Mahar Mardjono, guru besar Universitas Indonesia, sempat menceritakan kepada dr Kartono bahwa obat yang diresepkannya disimpan saja di laci oleh 'dokter yang berpangkat tinggi'.

Sementara, menurut catatan perawat, obat yang diberikan kepada Soekarno berupa vitamin B12, vitamin B kompleks, Duvadilan, dan Royal Jelly (yang sebenarnya madu).

"Kalau sakit kepala diberi Novalgin, sesekali. Kalau sulit tidur, Soekarno diberi tablet Valium," lanjut Asvi.

Asvi juga menjelaskan tekanan darah Bung Karno saat itu relatif tinggi, yakni 170/100. Namun ia justru tidak diberi obat untuk menurunkan tekanan darahnya. 

Juga tidak tercatat obat untuk melancarkan kencing saat Bung Karno mengalami pembengkakan. "Ketika kesehatan Soekarno semakin kritis, pipinya kelihatan bengkak.  Gejala pasien gagal ginjal. Guruh dan Rachmawati sempat memotret ayahnya. Foto itu sempat beredar kepada pers asing. Guruh dan Rachmawati kontan diinterogasi di markas CPM Guntur, Jakarta," ungkap Asvi.

Bung Karno harus menanggung beban sakitnya itu hingga akhirnya mengembuskan napas terakhir pada 21 Juni 1970.

PDIP Beri Tanggapan

Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno turut merespons pernyataan Didi Mahardika, yang menyebut Soekarno dibunuh. Menurut Hendrawan, di buku-buku sejarah juga ditulis bahwa Soekarno tidak diperlakukan manusiawi saat tinggal di Wisma Yasoo.

"Yang tertulis di buku-buku, (Soekarno) wafat di Wisma Yasoo karena sakitnya tidak ditangani dokter ahli dalam bidangnya (bahkan diduga yang menangani dokter hewan). Pada tahun dan bulan-bulan terakhir, hidupnya diisolasi dari dunia dan rakyat yang dicintainya," kata Hendrawan.

Hendrawan menyebut para ahli sejarah juga sepakat bahwa berakhirnya kepemimpinan Soekarno tidak lepas dari andil asing. Ada campur tangan Amerika Serikat (AS) dalam mengudeta kepimpinan Soekarno.

Lebih lanjut, Hendrawan menyampaikan apa yang tertulis di buku sejarah itu sudah menjadi pengetahuan umum. Hendrawan lantas berharap agar masyarakat tidak terjebak dalam narasi sebaliknya.


Topik

Peristiwa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Desi Kris

Editor

Yunan Helmy