JATIMTIMES - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Profesor Jacob Elfinus Sahetapy atau akrab dikenal Profesor Sahetapy dikabarkan meninggal dunia pada Selasa (21/9/2021). Ia meninggal di usia 89 tahun.
Kabar duka ini disampaikan lewat akun Instagram resmi Fakultas Hukum (FH) Unair.
Baca Juga : Kisah Cinta Berujung Pilu Sang Pahlawan Revolusi
"Rest in Peace 6 Juni 1932 - 21 September 2021 Prof.Dr.J.E. Sahetapy, S.H., M.A. (Guru Besar Emiritus Hukum Pidana dan Krimonologi FH Unair dan Dekan FH Unair Periode 1979-1985),” tulis akun tersebut dalam unggahannya, Selasa (21/9/2021).
JE Sahetapy meninggal di RS Katolik Vincentius A Paulo, Surabaya, Jawa Timur sekitar pukul 06.57 WIB. Putri JE Sahetapy, Elfina Lebrine Sahetapy mengatakan, jenazah akan disemayamkan di Grand Heaven, Sidoarjo.
"Semoga diampuni segala dosa, diterima amal ibadahnya, dan diberi tempat terbaik di rumah Bapa di surga," kata Elfina.
Ucapan duka atas meninggal sang pakar hukum pidana itu pun mengalir dari banyak orang, termasuk tokoh publik seperti Jubir Presiden RI Fadjroel Rachman dan Ekonom senior Rizal Ramli.
"Selamat Jalan Prof. J.E. Sahetapy HATI NURANI HUKUM di Indonesia ~ #BungFADJROEL @JubirPresidenRI," cuitnya melalui akun Twitter @fadjroel.
"Turut berduka cita yang dalam atas kepergian sahabat, man of integrity, Prof JE Sahetapy. Kawan seperjuangan melawan sistim otoriter. May He Rest in Peace," cuit akun Twitter @RamliRizal.
Kemudian, Kantor Staf Presiden (KSP) melalui akun Twitter resminya @KSPgoid juga ikut mendoakan.
"Turut berdukacita atas wafatnya Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A."
Profil J.E. Sahetapy
J.E. Sahetapy merupakan lelaki kelahiran Saparua, Maluku pada 6 Juni 1932. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan, pendidik, pejuang kemanusiaan, pembaru ilmu hukum dan organisatoris andal. Selain itu, ia pernah terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Dilansir melalui Biografi Nasional Daerah Jawa Timur, Sahetapy bersekolah di SMA Negeri II Wijaya Kusuma Surabaya dan berpindah ke SMA Negeri 1 di komplek yang sama.
Semasa SMA ia aktif sebagai ketua Joung Men’s Association serta sebagai anggota dan ketua Persatuan Pelajar Maluku di Surabaya. Setelah lulus, ia selanjutnya melanjutkan pendidikan ke Fakultas Hukum di Surabaya.
Fakultas Hukum tersebut pada mulanya cabang dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), namun kemudian berdiri sendiri sebagai Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Perjalanan karier Sahetapy
Pada tahun 1959, setelah pendidikannya selesai, Sahetapy diangkat menjadi tenaga tetap Fakultas Hukum UNAIR. Lalu, ia mendapat kesempatan mengikuti Graduate School di Universitas Utah, AS dalam Ilmu Bussiness Administration dan Industrial Relation tahun 1960-1962.
Selain di UNAIR, ia juga memberikan pengajaran di Fakultas Hukum Universitas Jember, IKIP Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Universitas Patimura Ambon, Sekolah Supply ALRI. Hingga akhirnya dirinya diangkat sebagai guru besar di Fakultas Hukum UNAIR.
Pada acara pengukuhannya, Sahetapy memberikan pidato berjudul “Pisau Kriminologi”.
Baca Juga : Arsal Sahban Sang Cobra Penyuka Kelor, Rindu Lumajang
Selama hidupnya, Sahetapy dikenal luas sebagai sosok ilmuwan, pendidik, pejuang kemanusiaan, pembaru ilmu hukum, dan organisatoris yang tegas.
Almarhum merupakan salah satu sosok yang memperjuangkan pemisahan organisasi Polri dari TNI dan perubahan syarat Presiden orang Indonesia.
Mantan guru besar tamu di Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda, dan Universitas Katolik Leuven di Belgia ini pun terkenal dengan ucapannya bahwa birokrasi negara ibarat rumah sakit gila.
Birokrasi dipenuhi penyelenggara yang gila kuasa, pangkat, jabatan, serta korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Mantan Ketua Asosiasi Kriminolog Indonesia ini tidak berlebihan dan mengada-ada. Rentetan peristiwa penangkapan pejabat tinggi negara karena kasus korupsi atau kejahatan lain menjadi bukti bahwa birokrasi belum bersih, apalagi sembuh dari sakit akibat 'kanker ganas.'
Selain itu, almarhum juga dikenal sebagai sosok yang tanpa tedeng aling-aling alias pengkritik yang tegas dan tanpa kompromi. Kehidupannya tetap sederhana dan bersahaja meski banyak orang menganggapnya sosok yang hebat.
Ayah dari 3 anak ini juga sempat berkiprah di Komisi Hukum Nasional (KHN) untuk mengawal agenda-agenda pembaruan hukum nasional. Ia juga pernah terjun ke dunia politik untuk mengawal pembaruan hukum agar dapat diwujudkan sekaligus berperan mengawasi pemerintahan.
Saat terjun di politik, Sahetapy pernah menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Selain berkarya di bidang hukum dan politik, ia juga memberikan perhatian pada dunia pendidikan. Khususnya pendidikan tinggi.
Sahetapy mulai terlibat di Universitas Kristen (UK) Petra sejak 1963 dengan merintis pendirian Yayasan Perguruan Tinggi Kristen (YPTK) Petra yang terpisah dari Perhimpunan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Petra. Pemisahan itu bertujuan agar penyelenggaraan dan tata kelola pendidikan tinggi lebih baik. Almarhum adalah penulis syair 'Himne UK Petra.'
Sahetapy merupakan anggota pengurus YPTK Petra 1968-1970 dan 1979-1984. Jabatan Ketua Pengurus YPTK Petra diemban pada kurun 1986-2018.
Ia juga pernah menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UK Petra pada 1962-1966, Rektor UK Petra 1966-1969, dan Pembantu Khusus Rektor UK Petra 1969-1986.
Semasa hidupnya, Sahetapy juga menulis beberapa karya dalam bentuk buku. Kebanyakan, karyanya yakni tentang masalah hukum. Seperti, Analekta JES, Kejahatan Korporasi, Runtuhnya Etik Hukum, Hukum Pidana, Kejahatan Kekerasan dan masih banyak lainnya.