JATIMTIMES - Media sosial dihebohkan dengan munculnya video para santri yang menutup telinga saat mendengar lagu di lokasi vaksin Covid-19. Peristiwa itu pun langsung menuai pro kontra dari beberapa pihak.
Dari rekaman yang diungga oleh akun Instagram @diazhendropriyono itu, terdengar suara laki-laki yang diduga pembimbing dari para santri tersebut. Ia menjelaskan kejadian yang ia rekam itu.
Baca Juga : WhatsApp Bakal Punya Fitur Baru yang Bisa Ubah Pesan Suara Jadi Teks
"Masya Allah, santri kami sedang antri vaksin, Qodratullah, di tempat vaksin ini diputar musik. Anda lihat jika santri-santri kami tengah menutup telingannya, agar tidak mendengarkan musik ini," ujarnya.
Tampak pula semua santri yang menutup telinga mereka saat mendengar lagu. Namun, untuk waktu dan lokasi kejadian dan asal santri masih belum diketahui hingga kini.
Tak ayal, video itu banyak menimbulkan berbagai komentar dari warganet. Ada yang bersimpati menganggap wajar hal tersebut, namun tak sedikit pula yang menganggap sikap para santri terlalu berlebihan.
Bahkan pegiat media sosial, Denny Siregar menanggapi hal itu di akum Instagramnya, dengan menyertakan foto dan caption yang kontra terhadap perlakuan santri di video tersebut.
"Kalo gua petugasnya, langsung gua setelin mereka Metaliica. Exit light...enter night..." tulis Denny.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turut memberikan tanggapan terkait viralnya video santri tutup telinga itu. Melalui wakil Sekjen MUI M Ziyad menyebut bahwa penghafal memerlukan konsentrasi yang tinggi, hal yang wajar sehingga hafalannya tidak tercampur dengan apa yang mereka dengar diluar.
"Mohon maaf kalau mau jauh, Imam Syafi'i, kalau pergi ke masjid, telinga disumpal dengan kapas. Apa tujuannya, dia tidak ingin dengar apapun selama perjalanan dari rumah ke masjid. Saking cerdas beliau, hanya mendengar itu beliau hafal di pikiran dia. Takut tercampur dengan hafalan hadis, fikih dll. Kita harus proporsional, jernih melihat itu," katanya.
Ziyad justru memberi perhatian pada panitia vaksinasi. Apakah mereka tahu bahwa yang akan divaksin adalah penghafal Alquran.
"Seharusnya saya bertanya, apakah panitia pelaksana vaksinasi lihat siapa pesertanya. Harusnya menghormati, kalau peserta para santri, penghafal Alquran, maka musik harus dimatikan kalau kita hormati itu. Sebab ada santri yang terganggu hafalan-nya makanya santri kemudian menutup telinga, itu merupakan hal yang wajar," sambungnya.
Selain itu, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid juga ikut mengomentari video tersebut. Menurutnya, tindakan itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal. Yenny mengaku banyak yang memberi kritik tindakan rombongan santri yang menutup telinga saat mendengarkan musik di acara vaksinasi. Di akun Instagram-nya, Yenny menyampaikan 2 catatannya.
Catatan pertama, dia memberikan apresiasi kepada pihak pesantren yang memberikan vaksin Covid-19 kepada santrinya. "Saya senang para gurunya mengatur agar mereka divaksinasi. Dengan divaksin, mereka bukan saja melindungi dirinya, tetapi juga orang-orang di sekelilingnya dari ancaman COVID-19," ucapnya, seperti dilihat di akun Instagram Yenny Wahid.
Kemudian, catatan ke-2, Yenny menyebut bahwa menghafal Alquran tidaklah mudah. Memang perlu upaya yang sangat berat agar hafalannya tetap terjaga.
"Menghafal alquran bukan pekerjaan yang mudah. Kawan baik saya Gus Fatir dari pesantren @ponpespi_alkenaniyah belajar menghafal alquran sejak usia lima tahun. Beliau mengatakan bahwa memang dibutuhkan suasana tenang dan hening agar lebih bisa berkonsentrasi dalam upaya menghafal alquran," katanya.
"Jadi kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan alquran dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal," ucapnya.
Untuk itu, Yenny mengajak masyarakat tidak langsung menilai buruk santri tersebut. Apalagi menilai bahwa hal itu adalah bentuk radikal. Bagi Yenny, justru pelabelan radikal bisa membuat konflik antarmasyarakat. Ia lantas meminta setiap orang, khususnya muslim, menghargai kepercayaan dan nilai yang dianut oleh muslim lain.
Pendapat serupa juga diutarakan oleh Ketua Komisi VIII DPR RI, yandri Susanto. Ia meminta agar semua pihak tidak melabeli radikal terhadap para santri yang menutup telinga saat mendengar musik. Ia menilai itu hak para santri jika tidak ingin mendengar musik.
"Jangan gampang melabeli orang lain radikal lah. Itu sikap yang biasa. Mereka santri penghafal al-Quran. Wajar saja jika ingin memilih fokus pada hafalannya dan tidak mau mendengar musik. Itu hak mereka," kata Yandri dalam keterangannya, Kamis (16/9/2021).
"Setiap sel dalam tubuh kita punya memori tersendiri, telinga punya memori tersendiri, kalau santri penghafal Quran tidak mau telinganya diisi memori lain selain al-Quran, itu pilihan mereka. Tidak menjelaskan mereka radikal." lanjutnya.
Baca Juga : Heboh Nicki Minaj Sebut Vaksin Covid-19 Bikin Testis Bengkak-Impoten, Ini Faktanya
Politisi PAN itu juga meminta masyarakat tidak meributkan hal-hal yang tidak substansial, apalagi sambil menuduh pihak-pihak tertentu radikal. Menurutnya sudah bagus jika para santri tersebut bersedia divaksinasi. Lebih lanjut, Yandri meminta masyarakat tidak menjadikan tindakan para santri ini sebagai polemik.
Selanjutnya, tanggapan juga datang dari Direktur Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren, Kementerian Agama, Waryono menegaskan bahwa para santri yang menutup telinga karena enggan mendengarkan musik bukan tanda-tanda menganut paham ekstremisme.
Waryono merespons banyaknya olok-olok soal video yang beredar di media sosial terkait sekelompok orang yang diduga sebagai santri tengah menutup kuping ketika ada diputarkan lagu di duga di tempat vaksinasi.
"Jadi itu bukan tanda-tanda ekstremisme," kata Waryono.
Ia menjelaskan ada pandangan dan respons yang berbeda satu sama lain di pesantren terkait musik. Ia menjelaskan ada kiai pengasuh pesantren yang memperbolehkan santrinya mendengarkan musik. Di sisi lain, juga ada yang tak memperbolehkannya.
"Boleh dan tak boleh ini tergantung pada mahzab kiai," kata dia.
Bahkan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) meminta seluruh pihak tidak cepat melabeli ustaz dan para santri yang menutup telinga saat mendengar musik sebagai kelompok radikal. Sedangkan, Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono turut mengunggah video itu di akun Instagramnya disertai kritik.
"Kasian, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There's nothing wrong to have a bit of fun !!" kata Diaz lewat akun Instagram @diaz.hendropriyono.
Sedangkan, Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menyayangkan adanya komentar negatif terkait sikap santri tersebut.
"Kenapa usil harus ada komentar-komentar negatif, sah-sah saja orang menyukai musik atau tidak menyukai musik itu adalah urusan masing-masing," ujar Dadang.
Ia mengatakan selera musik setiap orang berbeda. Sehingga perlu untuk menghormati satu sama lain.
"Di dunia ini tidak semua orang menyenangi musik, tidak semua orang menyukai hal-hal yang kesenian. Jadi kita harus menghormatilah kesenangannya, menghormati pada minat dan bakatnya," kata Dadang.
Dadang mengatakan terdapat beberapa kemungkinan sehingga membuat para santri tersebut bisa menutup telinga. Salah satunya yakni terkait musik yang diputar tidak sesuai dengan selera para santri.
Selain itu, dia menilai hal ini bisa juga karena para santri tengah konsentrasi terhadap hafalan. Sehingga takut terbuyarkan dengan suara musik yang terdengar.
"Santri itu mungkin sedang konsentrasi terhadap hafalannya jadi takut terbuyarkan oleh suara musik," kata Dadang.