INDONESIATIMES - Indonesia baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaan yang ke-76. Namun, kemerdekaan itu tak serta merta bisa didapatkan begitu saja.
Perjuangan dan pengorbanan berupa nyawa, darah, keringat dan air mata telah dicurahkan demi meraih negara merdeka.
Baca Juga : Bak Cinderella Bergaya Hype dengan Sepatu Kaca Model Sneakers, Mau Coba?
Selain itu, banyak yang menilai para pahlawan merupakan mereka yang berjuang mengangkat senjata melawan penjajah. Padahal, masih banyak pejuang di 'balik layar', dalam perjalanan meraih kemerdekaan Indonesia. Mereka di antaranya berperan membawa makanan dan surat untuk diberikan kepada pejuang yang sembunyi di hutan dan di area persawahan.
Salah satu kisah menarik dari pejuang 'balik layar' kemerdekaan datang dari Ukarnah atau yang akrab disapa Mak Ukar. Mak Ukar merupakan warga Cicinde Utara, Kecamatan Banyusari, Karawang.
Meski kini usianya sudah renta, Mak Ukar masih mengingat kenangan saat bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Ia mengaku masih mengingat bahasa Belanda sepatah beberapa kata.
Dikisahkan, anak ketua kampung di Kampung Cisital, Desa Cimayasari, Kecamatan Cipendey, Subang, itu sudah ikut berjuang dengan mengirim makanan untuk para pejuang yang sembunyi di area pesawahan dan di balik Hutan Lingga saat usianya masih 5 tahun.
"Waktu masih dijajah Belanda usia 5 tahun, sering membawa makanan untuk pejuang yang sembunyi. Kadangkala surat tentara untuk disampaikan kepada pejuang," cerita Mak Ukar.
Lebih lanjut, Mak Ukar menjelaskan, setiap bertemu dengan Belanda, dia sering disebut sebagai noni dan memberikan sepotong roti yang disimpan dalam bakul ditutup dedaunan. Kala itu, Mak Ukar rela berusaha jalan jauh untuk mengantar makanan agar makanan itu sampai kepada pejuang yang bersembunyi bersama dua teman gadisnya bernama Sarneci dan Sarkonah.
Diceritakan, saat itu Mak Ukar menyembunyikan rasa takut saat bertemu Belanda dan Jepang ketika membawa pesan tersebut. Baik makanan ataupun surat dari tentara. "Darah daging sebagai bangsa Indonesia, tidak ada rasa takut ikut berjuang membawa pesan maupun makanan," tegasnya.
Bagi Mak Ukar, membawa makanan ataupun pesan bagi para pejuang yang bersembunyi sangatlah tidak mudah. Namun dengan tekad yang kuat, makanan dan pesan itu bisa sampai kepada para pejuang.
Baca Juga : Wakil Bupati Banyuwangi Berbagi Pengalaman Terpapar Covid 19
Mak Ukar adalah satu dari sekian banyak pejuang yang merasakan bagaimana pahitnya masa-masa penjajahan Belanda dan Jepang dalam memperebutkan kemerdekaan Indonesia.
Namun sayang, perjuangannya dianggap sebelah mata oleh pemerintah setempat. Bahkan Mak Ukar tidak terdaftar sebagai veteran dengan alasan keluarga dinilai cukup mampu, bukan masuk dalam keluarga yang kurang mampu.
Suka Duka Mak Ukar saat Menjadi Pejuang
Sukanya yakni Mak Ukar mampu membantu para pejuang untuk memberikan tenaga melalui makanan. Sementara dukanya adalah jika ketahuan para penjajah, tentu nyawa Mak Ukar bisa terancam.
Selain itu, pada zaman Jepang, Mak Ukar juga ikut bersama uwak di Bandung dan dengan identitas baru sebagai anak uwak hingga lulus sekolah. Kala itu ia ikut sekolah rakyat di Bandung.
Lepas dari itu, Indonesia akhirnya bisa menjadi negara merdeka sepenuhnya. Kendati demkian, Mak Ukar tidak pernah mendapat penghargaan apa pun. Pengorbanan dan perjuangannya yang dikibarkannya di masa penjajahan seakan dilupakan.