INDONESIATIMES - Tepat hari ini Selasa (17/8/2021) Indonesia memperingati HUT kemerdekaan yang ke-76. Namun, sebagian orang mungkin belum mengetahui bagaimana sejarah terjadinya Hari Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta.
Diceritakan bahwa dua hari menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI, yakni pada 15 Agustus 1945, suasana Jakarta sangat tegang dan penuh kesibukan. Rumah Bung Karno -sapaan akrab Soekarno- di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi) tampak didatangi para pemuda yang sudah mengetahui Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Baca Juga : Peringati HUT Ke-76 RI di Rumah? Karnaval Online ala Beauty Vlogger Ini Vindy Aja Yuk!
Pada akhirnya, Bung Karno diculik ke Rengasdenglok. Namun ia menolak desakan para pemuda agar saat itu juga kemerdekaan diproklamasikan. Soekarno lebih memilih tanggal 17 Agustus.
"Mengapa diambil tanggal 17 Agustus? Mengapa tidak sekarang atau tanggal 16 Agustus?" tanya Sukarni, yang merupakan salah seorang pemimpin pemuda radikal, kala itu.
Soekarno pun menjawab: "Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan secara pertimbangan akal mengapa tanggal lebih memberi harapan. Angka 17 adalah suci. Orang Islam sembahyang 17 rakaat sehari, Jumat hari suci."
Dalam perjalanan pulang dari Rengasdenglok pada 16 Agustus 1945 sore, ketika melalui Klender, di kejauhan terlihat asap mengepul-ngepul. Sukarni tampak gelisah sembari mempermainkan pistolnya.
"Lihatlah revolusi sedang berkobar persis seperti yang kita harapkan. Jakarta sudah terbakar," ujarnya.
Sukarni kemudian meminta agar kendaraan kembali lagi ke Rengasdenglok. Setelah diperiksa, asap itu muncul karena ternyata hanya seorang petani kecil sedang membakar jerami.
Detik-Detik Proklamasi dan Pengibaran Bendera
Proklamasi Kemerdekaan berjalan begitu saja. Bung Karno beberapa saat menjelang proklamasi bahkan sempat menderita penyakit demam (malaria).
Kemudian perwira Peta (Pembela Tanah Air) yang tertua, Tjudanto Latief Hendraningrat, masuk ke kamar Bung Karno dan bertanya, “Apakah Bung Karno sudah siap?”
Soekarno mengangguk tanpa mengeluarkan kata-kata. Lalu keluar, di belakangnya menyusul Hatta dan Fatmawati.
Tak ada orang yang ditugaskan mengerek bendera. Tiap orang menunggu dengan tegang.
Hingga akhirnya, Latief Hendraningrat-lah yang mengibarkan bendera kebangsaan Merah Putih. Kemudian para hadirin yang berkisar sekitar 500 orang menyanyikan Indonesia Raya.
Baca Juga : 2 Terduga Teroris Diamankan Densus 88, Begini Kesaksian Camat Brondong
“Setelah itu kudengar anggota Peta di kamar kerjaku berteriak melalui telepon. Ya. Sudah selesai.” (Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia-Cindy Adams).
Teks naskah proklamasi kemerdekaan baru selesai disusun pukul 04.00 WIB pada 17 Agustus 1945.
Awalnya Bung Karno dan Bung Hatta minta seluruh hadirin yang berkumpul di kediaman Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol, sebanyak 31 orang, menandatangani naskah proklamasi bersama. Namun, kelompok pemuda tidak setuju dan minta agar Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia yang menandatangani.
Selain itu, diusulkan agar proklamasi dilakukan di Lapangan Ikada (kini Lapangan Monas). Namun, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan karena pasukan Jepang masih dalam keadaan kekuatan penuh, akhirnya diputuskan proklamasi kemerdekaan dibacakan di Pegangsaan Timur 56.
Awal Terbentuknya Pasukan Pengawal Presiden
Saat proklamasi, Indonesia kala itu belum memiliki kepolisian. Sudiro selaku ketua Barisan Pelopor menganggap perlu adanya pasukan pengawal dan pengamanan bagi Bung Karno.
Setelah beberapa jam proklamasi kemerdekaan, menjelang sore dibentuklah pasukan pengawal dan pengamanan presiden yang anggotanya diambil dari Barisan Pelopor.
Sudiro lebih memilih para jawara atau ahli silat Betawi untuk menjadi pengawal presiden. Saat itu juga belum ada yang mempergunakan senjata modern.
Mereka hanya menggunakan tombak, kelewang, bambu runcing, dan golok. Pakaian mereka juga seadanya dan tidak berseragam. Bahkan, ada seseorang yang kakinya dibalut perban karena korengan.