INDONESIATIMES - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan untuk disuntik Vaksin Nusantara gagasan dari eks Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto. Usulan itu diserukan oleh mantan Menskes era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Siti Fadilah.
Menurut Siti, pemberian vaksin Nusantara karena mutasi virus Covid-19 yang sangat masif. Pernyataan itu disampaikan Siti setelah mendengar Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Nyala Mataliti dan Kepala Kantor Staf Presiden, Jenderal Moeldoko sudah mendapatkan suntikan Vaksin Nusantara.
Baca Juga : 1.100 Vial Vaksin Sinovac Kembali Datang ke Kota Malang
“Para pemimpin lembaga negara sudah diberi Vaksin Nusantara, sebaiknya Presiden Jokowi juga segera diberikan Vaksin Nusantara. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Pak Jokowi seharusnya segera menjadi prioritas,” ujar Siti Fadilah dalam keterangannya dikutip Jumat (6/8/2021) .
Siti juga mengingatkan vaksin konvensional yang pernah diberikan kepada Presiden adalah produk awal yang kemungkinan besar sudah tak bisa menghadapi berbagai virus Covid-19 yang bermutasi terus.
“Jangan sampai terlambat. Karena sudah terlalu banyak kasus walaupun sudah divaksin Sinovac seperti Pak Jokowi, seseorang tetap bisa terpapar Covid-19 yang terus bermutasi. Seperti varian Delta yang sangat cepat menyebar di berbagai negara termasuk di Indonesia,” jelas Siti.
Vaksin Nusantara yang dipelopori oleh Terawan itu, menurut Siti sudah membuktikan keampuhannya sampai tahap uji klinis fase 2 dan akan segera masuk fase 3.
“Oleh karena itu, Presiden Jokowi sebagai orang nomor satu seharusnya segera dilindungi dengan vaksin nusantara untuk menutupi kelemahan vaksin konvensional,” ujarnya.
Dalam keadaan darurat saat ini, aspek manfaat menurutnya lebih penting dari semua syarat birokrasi penelitian seperti yang disyaratkan BPOM dan beberapa ahli.
“Dengan hasil uji klinis 1 dan 2 yang memuaskan, pemberian vaksin Nusantara kepada Presiden Jokowi tidak perlu menunggu sampai selesai fase 3. Karena varian Delta menyebar lebih cepat dan bisa menyasar siapa saja,” imbuh Siti.
Menurutnya selain Presiden, semua pejabat tinggi mulai dari kalangan menteri, Panglima TNI, dan Kapolri harusnya segera menerima Vaksin Nusantara.
“Karena sebagai pembantu andalan Presiden, mereka tidak cukup terlindungi dari mutasi virus seperti Delta kalau hanya mengandalkan vaksin konvensional,” ujarnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Terawan mengklaim jika Vaksin Nusantara ini bisa menyelesaikan pandemi Covid-19 di Tanah Air. Hal itu disampaikan terawan melalui webinar yang diadakan RSPAD melalui akun YouTube resminya.
Kala itu, ujar Terawan, Vaksin Nusantara terakhir dibahas di New York. Saat ini juga sudah terbit jurnal vaksin yang isinya dendritik sel vaccine immunoterapy atau Vaksin Nusantara yang bisa menghentikan pandemi.
"The begining the end cancer and Covid-19, Artinya apa? dunia sepakat punya hiptesis bahwa yang akan menyelesaikan hal ini, Covid-19 adalah dendritik sel vaccine immunoterapy atau Vaksin Nusantara," ujar terawan pada Senin (19/7/2021) lalu.
Lebih lanjut, Terawan menyampaikan bahwa Vaksin Nusantara ini sangat mudah hanya mengubah antigennya menjadi antigen artificial atau antigen rekombinan Covid-19 sarscov2. Sayangnya, hingga kini Vaksin Nusantara tersebut masih menimbulkan polemik karena belum mengantongi izin dari BPOM.
Baca Juga : Sertifikat Vaksin Covid-19 Diusulkan jadi Syarat Dapatkan Bansos
Disampaikan oleh Kepala BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Penny K. Lukito semua komponen utama yang digunakan dalam pengembangan Vaksin Nusantara diimpor dari Amerika Serikat (AS). Komponen utama yang dimaksud yakni antigen, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), medium pembuatan sel, dan alat-alat persiapan.
Penny menyebut tidak ada masalah jika memang bahan baku diimpor dari luar negeri. Ia membiarkan masyarakat yang menilai Vaksin Nusantara.
Tetapi yang jelas, BPOM belum memberikan izin Vaksin Nusantara. Bahkan, BPOM menilai Vaksin Nusantara masih belum sesuai dengan kaidah medis. Uji klinis tahap lanjut untuk Vaksin Nusantara juga belum mendapat izin karena adanya berbagai alasan.
Penny menjelaskan beberapa efek dari Vaksin Nusantara ini. Ia menyebut, 20 dari 28 subjek penelitian Vaksin Nusantara mengalami kejadian tidak diinginkan, seperti nyeri otot, nyeri sendi, hingga nyeri kepala.
Penny juga menyebutkan, secara prosedural, Vaksin Nusantara belum banyak melewati langkah yang seharusnya dilalui. Di antaranya tidak adanya notifikasi persetujuan lolos kaji etik (KE) kepada KE setempat sehingga tak ada kajian dari KE setempat.
BPOM juga menilai produk Vaksin Nusantara tidak steril. Keamanan vaksin ini dipertanyakan karena vaksin harusnya diproduksi untuk melawan virus Covid-19 yang akan dimasukkan ke dalam tubuh manusia. Jadi, perlu diuji betul keamanan dan efek sampingnya.
BPOM menyebut riset Vaksin Nusantara harus dikembangkan lagi di fase preklinik sebelum masuk ke uji klinik untuk mendapatkan basic concept yang jelas. Penelitian preklinik, yang juga dipermasalahkan BPOM, sebaiknya dilakukan dengan pendampingan Kemenristek/BRIN.
Selain itu, BPOM mengatakan Vaksin Nusantara tidak melalui uji preklinis pada hewan. Menurut BPOM, tahap ini penting untuk memastikan keamanan vaksin sebelum diuji coba kepada manusia.
Untuk diketahui, uji klinis fase 1 Vaksin Nusantara dilakukan kepada 3 pilot subject (3 orang pertama) dan 28 unblinded subject. Dalam tahap ini, para peneliti memastikan keamanan dan manfaat yang didapat dari vaksin tersebut.
Dari sisi keamanan, dilaporkan 14,2 persen subjek mengalami gejala lokal ringan, seperti nyeri, kemerahan, pembengkakan, dan rasa gatal pada bekas suntikan. Selanjutnya, sebanyak 39,2 persen subjek mengalami reaksi sistemik ringan, seperti nyeri sendi dan sakit kepala.