INDONESIATIMES - Sumbangan senilai Rp 2 triliun Akidi Tio hingga kini masih menimbulkan polemik. Pasalnya, hingga saat ini sumbangan tersebut tak kunjung ada wujudnya.
Hingga akhirnya, sumbangan yang sejatinya digunakan untuk membantu penanganan Covid-19 itu dinilai hanya sebuah fiktif belaka. Terkait hal ini, Eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengaku ingin menelusuri bisnis Akidi Tio di Singapura jika tak ada pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Baca Juga : Rumah Ibadah Bergerak, Pertama di Dunia, Cara Lawan Covid di Kota Malang
Pandemi diakuinya membuat mobilitas orang menjadi lebih terbatas. Mengutip dari laman pribadinya disway.id, Rabu (4/8/2021), Dahlan mengaku memiliki jaringan di Singapura.
Ia juga sudah tahu di bank mana anak bungsu Akidi Tio, Heryanti mengurus dana sang ayah di Singapura.
"Coba tidak pandemi, saya ingin ke Singapura. Ingin menelusuri sendiri dana itu. Saya punya network di sana. Saya sudah ke bank mana Heryanti mengurus dana itu. Saya juga tahu bank tersebut sekarang menjadi anak perusahaan bank yang sangat besar di Singapura," tulis Dahlan dalam blog-nya itu.
Dahlan lantas menceritakan bahwa Heryanti memiliki bisnis pengadaan barang yang cukup sukses. Hal ini diketahuinya dari orang terdekat Heryanti yang ia sebut Si Cantik.
Namun, Heryanti pernah diadukan ke polisi oleh pengusaha bernama Ju Bang Kioh karena dugaan penipuan senilai Rp 6 miliar. Hal ini berkaitan dengan pengadaan barang di Istana.
"Proyek itu ternyata tidak ada. Uang Rp 6 miliar tersebut, katanya habis untuk mengurus penarikan dana ayah Heryanti (Akidi Tio) di Singapura," ucap Dahlan.
Menurutnya, banyak orang kaya China yang memiliki bisnis di Singapura. Selain Akidi Tio, ada pula Tong Djou.
Namun, Tong Djou juga sudah meninggal. Akidi Tio dan Tong Djou merupakan pengusaha seangkatan.
Dahlan lantas memprediksi bahwa Akidi Tio memiliki beberapa mitra bisnis. Namun, Akidi Tio bukanlah pemegang saham mayoritas, sehingga keputusan dalam RUPS tetap sah meski tanpa kehadiran Akidi Tio.
"Aki kan sudah meninggal 12 tahun lalu. Setidaknya 12 tahun terakhir perusahaan itu berjalan tanpa Aki. Setidaknya sudah 12 tahun pula tidak ada yang mewakili Aki dalam setiap RUPS," jelas Dahlan.
Namun, undangan RUPS tetap akan dikirim ke alamat Akidi Tio di Singapura. Hanya saja, Dahlan tak mengetahui persis ke mana undangan itu harus dikirim.
"Bisa saja Aki memakai alamat kantor pengacara di sana. Biasa seperti itu. Kira-kira 30 tahun lalu saya juga punya perusahaan di Singapura, alamat Singapura saya juga di kantor pengacara," kata Dahlan.
Dahlan menjelaskan 12 tahun sejak meninggalnya Akidi Tio, bisa saja saham Akidi Tio hilang atau dihilangkan.
"Itu mudah, apalagi kalau lewat hostile," imbuh Dahlan.
Baca Juga : Covid-19 Kembali Muncul di Wuhan, Seluruh Warga Dites Cepat Molekuler
Ia memperkirakan salah satu pemegang saham di perusahaan Akidi Tio kecewa dan memberi tahu kepada anak-anak Akidi Tio bahwa sang ayah masih memiliki harta di Singapura.
"Perkiraan saya anak-anak Aki lantas mulai mengurus harta itu. Tapi masalahnya tidak sederhana. Lalu enam anak Aki menyerah, tidak mau lagi mengurusnya. Tinggal Heryanti sendiri yang masih bersemangat," ujar Dahlan.
Namun, biaya yang harus dikeluarkan Heryanti juga mahal. Biaya itu bukan untuk 'sogokan'. Heryanti harus menyewa pengacara yang biaya di Singapura dihitung per jam.
"Penjelasan pengacara itu bisa saja membuat Heryanti punya harapan besar," katanya.
Lalu, Heryanti bisa saja kecewa dengan pengacara pertama. Kemudian, ia kenal dengan pengacara lain yang memberikan harapan lebih besar.
"Heryanti pun ganti pengacara. Harus diskusi lagi dengan pengacara baru berjam-jam, argometer jalan terus," jelas Dahlan.
Seperti diketahui, nama pengusaha Akidi Tio menjadi pembicaraan setelah keluarga menyatakan bakal menyumbang dana Rp 2 triliun atas nama Akidi Tio untuk penanganan covid-19 di Sumatra Selatan. Pencairan dilakukan lewat rekening giro milik Heryanti.
Namun, penyidik Polda Sumatera Selatan mengungkap bahwa saldo di rekening giro milik Heryanti tidak mencukupi untuk mentransfer sebesar Rp 2 triliun.
Hal itu terungkap setelah penyidik melakukan koordinasi dengan Bank Mandiri. Heryanti pun sempat diperiksa, tetapi ia diizinkan untuk meninggalkan kantor polisi pada malam hari usai pemeriksaan Senin (2/8/2021).