free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Menelisik Rumah Duka Gie Kie Kong Soe, Jejak Kokoh Tionghoa di Kediri

Penulis : Eko Arif Setiono - Editor : Pipit Anggraeni

24 - Jun - 2021, 18:16

Placeholder
Rumah duka Gie Kie Kong Soe yang sudah berusia seratus tahun lebih.(eko arif s/Jatimtimes)

KEDIRITIMES - Bangunan tua yang berada di Jalan Monginsidi Kelurahan Pakelan, Kecamatan Kota Kediri masih terlihat kokoh. Namun yang membedakan dengan bangunan yang ada di sekitarnya adalah ornamen-ornamen yang masih kental dengan nuansa Tionghoa.

Sehingga, orang yang melintas di depan bangunan itu akan segera tahu jika bangunan itu adalah rumah duka persemayaman jenazah. Bangunan yang kental dengan ornamen Tionghoa ini disebut situs Gie Kie Kong Soe.

Baca Juga : Kota Kediri, Pemda Pertama yang Lolos Jadi Mitra Magang Merdeka

Memasuki rumah duka, suasana khas arsitektur Tionghoa sangat terasa. Pengelola Rukun Sinoman Dana Pangrukti sangat menjaga dan mempertahankan keindahan bentuk bangunan.

Selain ornamen Tionghoa, pada bangunan yang mempunyai luas 841 meter persegi juga terdapat sentuhan arsitektur Belanda yang terlihat dari bentuk pendapa yang memiliki panjang15x10 meter dengan beberapa pilar penyangga. Juga pintu di beberapa ruangan tambahan yang besar mempunyai ciri khas bangunan Belanda.

"Sebenarnya, semua pilar pendapa ini dari kayu jati, karena keropos kita ganti dengan cor.Pilar yang diganti juga tidak mengubah bentuk aslinya bahkan nyaris tidak bisa dibedakan," kata Edhi Laksmana Ketua pengelola Perkumpulan Rukun Sinoman Dana Pangrukti.

Prasasti rumah duka Gie Kie Kong Soe. (Eko Arif s/jatimtimes)

Pada bangunan rumah duka Gie Kie Kong Soe terdapat dua prasasti yang menyebutkan pembangunan pada 25 Agustus 1875 dan direnovasi pada 1890. Kedua prasasti yang masih bisa dibaca menjadi penanda berdirinya bangunan rumah duka ini. Bangunan ini diperkirakan sudah berusia 146 tahun.

Menurut Edhi Laksamana, sertifikat yang dikeluarkan oleh BPCB awalnya bangunan yang berdiri sejak 1875 atau sudah berusia 146 tahun ini hanya terdiri dari ruang utama yang menjadi tempat persemayaman, pendapa disisi selatan dengan panjang 15 meter dan lebar 10,6 meter.

"Bangunan pendapa ini dibentuk 20 kontruksi 20 buah tiang kayu, tanpa dinding, dan atap berbentuk tumpang dua dengan ujung dengan atap berbentuk pelana," terangnya.

Sementara itu, di sisi timur bangunan induk terdapat bangunan sayap yang berfungsi sebagai gudang dan ruang alat Bangunan sayap ini memiliki bentuk yang sederhana terbentuk dari tembok, kayu dan atap berbentuk limasan dengan ujung wuwung berbentuk bulat.

Edhi memastikan Perkumpulan Rukun Sinoman Dana Pangrukti akan terus menjaga dan merawat seluruh peninggalan yang sudah berusia 146 tahun.Bahkan rumah duka ini bisa menjadi tempat studi bagi masyarakat yang ingin mengetahui sejarah tentang Tionghoa di Kediri.

"Saat ini peninggalan seperti kereta jenazah, perabotan, hingga media sembahyang masih ada dan bisa dilihat langsung," terangnya.

Tempat persembahyangan orang tionghoa. (eko arif s/jatimtimes)

Selain bangunan rumah duka juga terdapat bangunan ruang tempat persembahyangan orang Tionghua di bangunan utama Rukun Sinoman Dana Pangrukti.Didalam ruang persembahyangan terdapat enam lukisan dinding berukuran besar. Sayang hanya dua lukisan yang masih terlihat jelas, gambar rusa dan pemandangan.

Baca Juga : Wali Kota Kediri Umumkan Pemenang Undian ‘Kenyang Berhadiah’ Pajak Restoran Kota Kediri

Sementara empat lukisan lainya nyaris tidak bisa dilihat hanya guratan tipis di masing -masing bagian lukisan dengan pigura cat hitam, menggambarkan kisah yang tak berbeda. Hewan dan pemandangan serta tulisan Tionghoa.

Dijelaskan dalam buku 140 tahun berdirinya Perkumpulan Rukun Sinoman Dana Pangrukti.Bermula dari berkumpulnya enam tokoh Tionghoa Kediri untuk membantu proses pemakaman warga Tionghoa pada masa pemerintahan Belanda, pada tahun 1875. Mereka adalah Liem Khoen Tie, Sie Hok Liong, Tan Swie Liong, Tan Swie Hien, Han Boen Kioe, Sie Ing Tjwan, dan Sie Gwan Sing.

"Perkumpulan ini diberi nama “Gie Kie”. Nama Begrafenisfond (bahasa Belanda) yang berarti pemakaman. Penjelasan tentang awal mula berdirinya Perkumpulan Rukun Sinoman Dana Pangrukti ini tercatat dalam prasasti yang tertahtakan di lempeng batu marmer," ungkap Edhi.

Ditambahkan Edhi, pada prasasti yang ditulis dalam bahasa Indonesia lawas ini juga tertulis tanggal pembentukan perkumpulan pada 25 Agustus 1875. Tanggal inilah yang kemudian dijadikan patokan “lahir”-nya bakal Perkumpulan Rukun Sinoman Dana Pangrukti.

"Penjelasan ini bisa dilihat di bagian dinding dalam ruangan pendapa Rumah Duka Perkumpulan Rukun Sinoman Dana Pangrukti. Berdampingan dengan prasasti lainnya yang menjelaskan penyelesaian bangunan dari tokoh Tionghoa lainnya The Hoe Liep,"imbuhnya.

Adanya perkumpulan pemakaman ini juga sudah disahkan badan hukum pemerintahan Belanda (rechtspersoon) pada 25 Agustus 1875 yang tertuang dalam Staatsblad No 189.

Pada staatsblad tersebut pemerintahan Belanda menyetujui berdirinya perkumpulan pemakaman Gikie yang selanjutnya disesuaikan dengan ejaan Tionghoa menjadi Gie Kie.


Topik

Serba Serbi



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Eko Arif Setiono

Editor

Pipit Anggraeni