MALANGTIMES – Banyak dari kita sudah berusaha keras dalam menggapai mimpi dan tujuan hidup. Namun, apa yang kita impikan tidak berhasil atau tidak tercapai secara maksimal.
Kemudian ketika melihat pencapaian orang terdekat yang dinilai lebih sukses daripada dirinya, perasaan insecure dan rendah diri muncul secara tiba-tiba. Dan sebagai generasi yang sudah terpapar berbagai informasi dari media sosial, lalu melihat kehidupan teman-teman yang berujung membuat seseorang tersebut membandingkan dengan kehidupannya sendiri, memang harus diakui bahwa perasaan kecewa bisa saja hadir karena membandingkan diri sendiri dengan teman atau orang lain.
Baca Juga : Inilah Beberapa Tanda dan Sebab Terjadinya Quarter Life Crisis
Tak jarang, perasaan tersebut juga akan membuat semakin merasa tertekan dan resah. Padahal, perlu diketahui jika segala hal yang diperlihatkan seseorang di media sosial belum tentu semuanya benar.
Bisa jadi teman-teman kita sedang mengalami krisis yang sama dengan kita. Hanya, mereka pandai menutupinya. Pada dasarnya, quarter life crisis (krisis emosional di usia sekitar serempat abad atau 25 tahun) yang terjadi pada setiap orang berbeda-beda.
Dan setiap orang juga akan menghadapinya dengan cara yang berbeda pula. Seorang psikolog klinis, Galuh Kikiany, menjelaskan bahwa seseorang tidak perlu membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain.
Pasalnya, setiap orang punya jalan dan proses pendewasaan hidup masing-masing.
“Proses yang kita jalani tentu tidak sama dengan orang lain. Dan kita tidak tahu struggle atau usaha dan ujian apa saja yang sudah dialami orang lain tersebut dalam menggapai tujuan mereka,” ungkap Kiki, sapaan akrabnya.
Baca Juga : Di Tengah Covid, Pesantren Menjaga Budaya Belajar (bagian 2)
Kiki juga menambahkan langkah apa saja yang harusnya dilakukan seseorang tersebut ketika ia merasa insecure dengan pencapaiannya dan berujung membandingkan diri dengan orang lain. Langkah yang pertama adalah fokus untuk perencanaan diri sendiri daripada melihat pencapaian orang lain.
Menurut dia, seorang individu boleh saja melihat pencapaian orang lain, tapi hanya untuk dijadikan motivasi. Selanjutnya, dia harus menentukan tujuan ke depan tanpa menuntut untuk mendapatkan hasil yang sama dengan orang lain.
Kiki mengatakan, manusia diciptakan dan diberi anugerah kelebihan yang berbeda-beda. Tentu hal tersebut membuat manusia tidak harus memiliki tolak ukur yang sama dalam hal pencapaian kesuksesan dan impiannya.