free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Ruang Mahasiswa

Benarkah KPK Dilemahkan?

Penulis : Muhammad Fikri Rohman - Editor : Redaksi

08 - Jun - 2021, 02:33

Placeholder
Gedung KPK

KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu lembaga negara yang menjadi tonggak republik ini untuk memberantas masalah korupsi. Selama ini KPK telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi masalah korupsi di negeri ini. 

Sejak didirikan pada 2002 silam, KPK telah menindak dan mengungkap ribuan kasus korupsi. Mulai dari pengungkapan korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah level tinggi sekelas menteri, hingga kepala daerah pernah dilakukan oleh KPK. KPK juga pernah mengungkap beberapa kasus korupsi yang merugikan negara senilai triliunan. Berbekal berbagai tindakan heroik dari lembaga anti rasuah tersebut, tidak mengherankan bahwa KPK telah mendapatkan citra yang positif di masyarakat. 

Baca Juga : Sosok Bapak di Gambar Keluarga Kaleng Biskuit Khong Guan Terbongkar, Ada di Sebuah Buku?

 

KPK mampu mengungkap berbagai kasus korupsi kelas kakap tersebut dikarenakan memiliki wewenang dan fungsi khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Akan tetapi pada tahun 2019 lalu telah dilakukan revisi UU KPK tersebut. Sebelum disahkan revisi UU tersebut, publik menolak rencana revisi UU KPK karena dianggap dapat melemahkan KPK dalam penanganan korupsi. Protes lewat demo berjilid-jilid pun dilakukan oleh mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat, namun pemerintah dan DPR tidak menghiraukannya dan tetap mengesahkan revisi UU KPK.

Revisi UU KPK tersebut mendapatkan penentangan baik dari masyarakat maupun dari pegawai KPK sendiri. Hal itu terjadi karena terdapat beberapa poin dalam revisi UU yang dianggap berpotensi melemahkan KPK. Seperti dimasukkannya KPK ke dalam rumpun lembaga eksekutif negara yang mengurangi tingkat independensinya, dibentuk Dewan Pengawas dalam KPK yang menyebabkan penyidik KPK sulit melakukan penyadapan dan berbagai poin yang lain. Tentu saja hal tersebut membuat publik bertanya-tanya mengapa pemerintah melakukan revisi UU tersebut, dan ada dugaan bahwa pemerintah sengaja ingin melemahkan KPK.

Melihat permasalahan tersebut tentu saja kita sebagai masyarakat awam menjadi marah dan kecewa kepada pemerintah. Akan tetapi kita harus tetap jeli dalam menyikapi persoalan ini, karena jika pemerintah sudah memutuskan sesuatu pasti didasari oleh alasan yang kuat dan pertimbangan yang matang. Pemerintah memutuskan untuk tetap melakukan revisi UU KPK karena melihat bahwa terdapat masalah pada internal KPK. Hal itu berkaitan dengan pengawasan dalam lembaga tersebut, selama ini KPK tak terjamah dan tersentuh pihak manapun termasuk pemerintah. Mungkin maksudnya adalah untuk menjaga independensi dari KPK, akan tetapi lambat laun kinerja dari KPK terus menurun dan belum mampu memberantas korupsi secara optimal.

KPK merupakan lembaga super body sebelum dilakukannya revisi UU yang menyebabkan tidak ada yang mempunyai akses ke KPK bahkan presiden pun tidak bisa mengintervensi KPK. Hal itu dapat menyebabkan KPK tidak dapat diawasi, yang menyebabkan adanya potensi penyalahgunaan wewenang dari KPK. Oleh karena itu dibentuklah Dewan Pengawas dari KPK untuk mengawasi kinerja dari lembaga tersebut agar tetap dalam jalurnya untuk memberantas korupsi secara optimal. Hal lain yang menjadi alasan dilakukannya revisi UU KPK adalah ketidakseimbangan antara dana operasional KPK dengan dana negara yang berhasil dikembalikan KPK dari kasus korupsi. Dilansir dari JPNN.com anggaran KPK sejak berdirinya mencapai Rp 15 triliun, sedangkan kerugian negara yang berhasil dikembalikan KPK sebesar Rp 3,4 triliun. KPK yang pada awalnya diharapkan dapat menyelamatkan uang negara yang hilang, menjadi lembaga yang membebani negara dengan dana operasional yang sangat besar. Bahkan nilai uang yang dikembalikan oleh KPK masih kalah oleh lembaga pemberantas korupsi lain yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Oleh karena itu dengan dilakukannya revisi UU KPK  menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 diharapkan kinerja dan efektivitas KPK dalam memberantas korupsi semakin membaik.

Untuk dapat mengetahui apakah revisi UU KPK tersebut melemahkan KPK atau justru memperkuat KPK maka kita bisa melihat kinerja KPK setelah dilakukannya revisi UU KPK. Sejak dilakukan revisi UU KPK pada tahun 2019, KPK masih mampu melakukan OTT sebanyak empat kali. Dua diantaranya merupakan korupsi yang melibatkan menteri yaitu Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri KKP Edhy Prabowo. Menanggapi hal tersebut, tentunya tuduhan pelemahan KPK menjadi kurang terbukti, karena KPK masih dapat melakukan OTT yang salah satunya melibatkan menteri yang berasal dari partai politik yang sama dengan presiden. Hal itu juga membantah tudingan Dewan Pengawas KPK sebagai alat presiden untuk dapat melindungi koleganya agar dapat bebas melakukan korupsi tanpa terendus KPK. 

Baru-baru ini isu pelemahan di KPK kembali menyeruak. Hal itu disebabkan oleh adanya wacana pemecatan bagi 75 anggota KPK yang tidak lolos TWK atau Tes Wawasan Kebangsaan. Tes tersebut dilakukan karena revisi UU KPK menjadikan anggota KPK sebagai ASN dan salah satu syarat untuk menjadi ASN adalah harus lolos TWK. Sejumlah nama besar dalam tubuh KPK pun termasuk ke dalam 75 pegawai KPK yang tak lolos tes tersebut. Nama-nama tersebut bukanlah orang yang sembarangan, mereka pernah mengurusi Mega Korupsi di Indonesia. Bahkan masih ada yang masih aktif dalam mengurusi skandal korupsi besar yang belum terungkap. Sejumlah keanehan dalam tes tersebut disoroti, mulai dari pertanyaan yang aneh, serta permintaan yang tak biasa dari pewawancara. 

Baca Juga : Deretan Kasus Selama Pandemi Covid-19

 

Menanggapi hal tersebut istana pun memberikan reaksi. Presiden Jokowi langsung mengeluarkan sebuah video yang berisi permintaan kepada KPK agar tidak memberhentikan pegawai KPK yang tidak lolos tes tersebut dan memberikan saran agar KPK meninjau kembali tes tersebut. Publik juga memberikan responnya, tentu saja mereka memberikan komentar negatif dan menyayangkan tindakan KPK tersebut. Dalam persoalan ini memang terdapat banyak kejanggalan dari KPK, dan para pegawai yang tidak lolos TWK memang berhak memperjuangkan dirinya agar tidak diberhentikan dari KPK. Alasan memberhentikan seorang pegawai KPK hanya karena tidak lolos TWK juga merupakan alasan yang kurang elok, terlebih lagi mereka juga sudah mengabdikan dirinya untuk memberantas korupsi selama bertahun-tahun lamanya. Oleh karena itu, dalam kasus ini opini publik tentang pelemahan KPK menjadi bisa dibenarkan. Kecuali jika KPK melakukan transparansi dengan membuka data TWK ke publik dan menjelaskan alasannya dengan logis, maka tindakan KPK tersebut masih dapat diterima.

Pada akhirnya perjuangan melawan korupsi di Indonesia masih dalam proses yang panjang dan berliku. Revisi UU KPK memang bertujuan untuk memperkuat KPK dan membuatnya kembali lagi dalam kinerja yang optimal dalam memberantas korupsi. Akan tetapi sebagai masyarakat Indonesia yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, kita semua wajib mengawasi tindak tanduk dari KPK. Jika terdapat tindakan KPK yang dirasa salah maka kita wajib mengingatkannya, pun juga jika terdapat kinerja dari KPK yang baik maka kita wajib mengapresiasinya. Semoga upaya pemberantasan korupsi di Indonesia berada dalam jalur yang baik dan tepat, sehingga cita-cita bangsa untuk terbebas dari korupsi dapat terwujud.

 


Topik

Ruang Mahasiswa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Muhammad Fikri Rohman

Editor

Redaksi