INDONESIATIMES - Konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel hingga kini masih terus menjadi sorotan. Di balik konflik tersebut, mantan Perdana Menteri (PM) Israel Shimon Peres justru turut dibahas.
Shimon jadi pembicaraan karena ternyata diketahui pernah mendaftar sebagai warga negara kebangsaan Palestina. Hal itu terbukti dengan beredarnya visa milik Shimon saat ia berusia 21 tahun untuk memasuki Palestina.
Baca Juga : Kisah Pengkhianatan Istri Nabi Luth sehingga Binasa Bersama Kaum Sodom
Shimon sendiri merupakan tokoh Israel yang lahir di Wieniawa, Polandia (kini Visnievamen di wilayah Belarusia) pada 2 Agustus 1923. Ia meninggal dunia di daerah Ramat Gan, Israel, 28 September 2016 pada usia 93 tahun.
Dilansir melalui hops.id, kisah Shimon di tanah Palestina berawal pada tahun 1934 silam. Saat itu, keluarganya memutuskan untuk pindah ke kawasan Palestina yang masih dikuasai oleh pemerintah Inggris.
Pada dokumen pendaftaran Shimon yang ingin berkewarganegaraan Palestina, dijelaskan status pekerjaannya sebagai petani. Ia lantas datang dari Belarusia pada tahun 1937.
Terlihat dari foto dokumen yang beredar, tanda tangan yang diduga milik Shimon itu tampak jelas dengan sebuah pernyataan yang berbunyi "Saya bersumpah atas nama Tuhan bahwa saya akan tunduk dan setia kepada negara Palestina".
Sejarah Panjang Israel di Tanah Palestina
Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 181 pada 1947 membagi dua wilayah Palestina. Satu untuk bangsa Yahudi dan sisanya untuk rakyat Palestina. Meski demikian, Israel yang terbentuk pada 1948 itu merasa tak puas dan terus merampas wilayah Palestina hingga kini menguasai 78 persen dari luas semua wilayah.
Kemudian, tertulis dalam buku Jejak-Jejak Juang Palestina karya Musthafa Abd Rahman, dua peristiwa sejarah yang menjadi fondasi perampokan tanah Palestina ini berkisar pada 1900-an. Pertama, peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis.
Kala itu Inggris dan Prancis membagi peninggalan Dinasti Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian itu ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon. Sedangkan Inggris mendapat wilayah jajahan Irak dan Yordania.
Baca Juga : Wali Kota Dewanti Bagi Resep Panjang Umur di Hari Lansia Nasional
Sementara, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Hingga akhirnya pada tahun 1922, Liga Bangsa-Bangsa mempercayakan mandat atas Palestina kepada Britania Raya.
Populasi wilayah tersebut pada saat itu secara dominan adalah Arab muslim. Sedangkan di wilayah perkotaan seperti Yerusalem, secara dominan penduduknya merupakan Yahudi.
Pada masa itulah orang-orang Yahudi dari Eropa bermigrasi ke wilayah Palestina. Meningkatnya gerakan Nazi di Eropa pada tahun 1930 menyebabkan Aliyah Ke-5 (1929-1939) dengan masuknya seperempat juta orang Yahudi ke Palestina.
Peristiwa itu juga meningkatkan gelombang masuknya Yahudi secara besar-besaran. Bahkan menimbulkan pemberontakan Arab di Palestina pada 1936-1939.
Sebagai reaksi atas penolakan negara-negara di dunia yang menolak menerima pengungsi Yahudi yang melarikan diri dari Holocaust, lantas dibentuklah gerakan bawah tanah yang dikenal sebagai "Aliyah Bet".
Gerakan bawah tanah itu bertujuan untuk membawa orang-orang Yahudi ke Palestina. Barulah pada akhir Perang Dunia II, jumlah populasi orang Yahudi telah mencapai 33% populasi Palestina, meningkat drastis dari sebelumnya yang hanya 11% pada tahun 1922.