SURABAYATIMES - Pemimpin di Kota Surabaya boleh terus berganti, tapi Persebaya sudah lama ada dan terus melekat di benak masyarakat Surabaya, khususnya Bonek Mania.
Faktanya, Persebaya sendiri memang lahir di Surabaya pada tahun 1927.
Baca Juga : Penuturan Keluarga Mayat Perempuan yang Ditemukan Setengah Telanjang di Pakisaji
Belakangan ini hubungan antara Bonek Mania dengan Pemkot Surabaya diketahui memanas. Ini terjadi lantaran beberapa peristiwa nyata di bulan Maret ini.
Pertama, yakni statemen Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang tak menjamin Persebaya bisa bermain di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) lantaran sedang disiapkan untuk Piala Dunia U-20 tahun 2023.
Disusul kemudian adanya surat dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Surabaya yang melarang Persebaya menyewa Stadion Gelora 10 November (G10N) meski untuk sekedar latihan.
Karena adanya larangan itu, Bonek kemudian mengancam bakal melakukan aksi besar-besaran. Yakni, dengan melakukan aksi demo yang bakal melibatkan ribuan orang ke kantor Pemkot Surabaya secara langsung.
Andi Peci salah satu dedengkot Bonek di Surabaya menyatakan, yang paling fatal adalah ketika menutup peluang sama sekali Persebaya untuk berlatih di 10 November.
"Di situ dijelaskan dipakai untuk Akademi Sepak Bola Surabaya. Berarti jelas kan? Persebaya tak boleh memakai," ujarnya kepada media ini.
Padahal menurut dia, Persebaya tak bisa dipisahkan dari Kota Surabaya. Kota Surabaya juga tidak bisa dipisahkan dari Persebaya itu sendiri.
"Dulu jadi satu, sekarang jadi irisan. Tapi sejarahnya jadi satu. Karena aturan pemerintah harus profesional makanya harus profesional, badan hukum, dan PT. Tapi sejarah itu tak bisa dipisahkan," tegasnya.
Jika dengan alasan Stadion GBT sedang disiapkan untuk Piala Dunia, Andi melihat hal itu seperti alasan yang mengada-ada.
"Stadion Manahan yang dipakai Piala Menpora dipakai untuk Piala Dunia U-20. Tapi Manahan tak ada masalah," tuturnya.
Baca Juga : Mengenaskan, Mayat Perempuan Ditemukan dalam Kondisi Telanjang, Ada Luka Tusukan di Lambung
Bagi pria yang gemar mengenakan peci tersebut, yang namanya stadion harus dipakai. Namanya rumput harus diinjak dan tak hanya untuk tontonan saja.
"Kalau rumput rusak ya diperbaiki. Surat dari Dispora sewenang-wenang dengan kekuasaanya menutup dipakai Akademi Sepak Bola Surabaya," tutur pria penghobi seni tato ini.
Dia menjelaskan, teman-teman dari Bonek Mania ini mayoritas asli warga Surabaya. "Walau Bonek sampai luar negeri. Mereka punya hak sebagai warga Kota Surabaya," lanjutnya.
Bagi Cak Peci sapaan akrabnya, stadion di Surabaya bukan lah milik perorangan atau institusi tertentu. "Stadion bukan milik Wali Kota, bukan milik Dispora tapi milik warga Surabaya. Mereka punya hak menikmati kesenangan, mereka punya hak meminta," tegasnya.
Peci pun kemudian menyinggung agar Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tak boleh sewenang-wenang ke Bonek yang juga sudah menjadi bagian dari Surabaya.
"Teman-teman bayar pajak. Persebaya nyewa dua stadion itu juga untuk pemkot," cetusnya.
"Ini persoalan ringan, bukan berat dan hanya terjadi di Surabaya. Minta tolong pemkot jangan sewenang-wenang, jangan pelit. Kalau menyakiti Persebaya urusan sama arek-arek," imbuhnya.