BATUTIMES - Prasasti Sangguran disebut sebagai salah satu bukti sejarah yang sangat berharga. Karena prasasti itu menunjukkan jika kawasan yang kini dikenal sebagai area Kota Batu tersebut memiliki peradaban yang sangat tinggi. Bertuliskan angka tahun 982 Masehi, membuktikan jika Batu saat itu menjadi daerah yang maju sejak abad ke 10 Masehi, bahkan jauh sebelum itu.
Konon, Prasasti Sangguran diletakkan di bawah pohon yang sangat rindang. Kini, kawasan tersebut dikenal sebagai Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Desanya sangat asri dan sejuk.
Baca Juga : Prasasti Sangguran, Sebuah Jejak yang Kian Samar
Prasasti Sangguran sendiri dipahat pada batu berbentuk balok dengan tinggi 160 centimeter, lebar 122,50 centimeter, tebal 32,50 centimeter dan berat 3,5 ton. Pada bagian depan, prasasti tersebut terdapat tulisan sebanyak 38 baris.
Tulisan itu menggunakan aksara Jawa kuno. Selain di bagian depan, terdapat tulisan di bagian belakang sebanyak 45 baris, dan bagian samping kiri sebanyak 15 baris.
Menariknya, tulisan pada baris pertama dan kedua diawali dengan tulisan sansekerta. Kemudian baris selanjutnya menggunakan tulisan Jawa kuno.
Sejarawan sekaligus Dosen Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang M. Dwi Cahyono menyampaikan, Prasasti Sangguran tersebut dibuat atas perintah Raja Kerajaan Mataram kuno yang berada di Medang-Jawa. Raja tersebut adalah Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayaloka Namottungga.
Dalam perintahnya, berisikan penetapan Desa Sangguran sebagai Desa Sima. Yang dimaksud Desa Sima yakni bebas pajak. Kata Sima juga bisa disebut dengan kata perdikan.
Dicetuskannya sebagai Desa Sima atau Perdikan ini bertujuan agar penghasilan yang didapat dari daerah Sangguran itu digunakan untuk biaya keperluan pemujaan kepada Bahtara yang dimuliakan di bangunan suci peribadatan.
"Jadi daerah itu tidak boleh diganggu sama sekali. Entah itu Patih atau pejabat lainnya," katanya.
Selain itu lanjut Dwi, hasil pungutan pajak seperti tempat usaha dan hukuman berupa denda itu dialihfungsikan untuk tiga kebutuhan. Diantaranya kebutuhan Bhatara, pemeliharaan daerah Perdikan, dan untuk para mangilala drawya haji.
Menurut pria kelahiran Tulungagung itu, Prasasti Sangguran adalah bukti nyata bahwa pada abad ke 10 Masehi, Kota Batu adalah kota yang maju serta sebagai tanda awal sejarah Kota Batu itu sendiri.
"Maka dari itu, hal ini menjadi sangat penting bagi Indonesia khususnya masyarakat Kota Batu. Ini loh, bahwa Kota Batu memiliki prasati tertulis sejak dahulu kala. Maka saya berharap prasasti Sangguran ini bisa menjadi ikon Kota Batu," harapnya.
Lebih jauh Dwi menjelaskan jika Prasasti Sangguran tersebut juga menjelaskan perpindahan Kerajaan Mataram dari Medang di Jawa Tengah ke Tamwlang di Jawa Timur. Selain itu, pada bagian prasasti juga terdapat kutukan bagi siapapun yang berani melanggar titah raja.
Prasasti Sangguran juga menunjukkan jika kawasan Kota Batu dulunya merupakan kawasan yang istimewa. Karena penetapan daerah Sima merupakan peristiwa yang sangat penting pada kehidupan masyarakat Jawa Kuno.
Baca Juga : Muscab PKB Kota Blitar, Yasin Ajak Kader Berkhidmad untuk NU dan Masyarakat
Sebagaimana tertera pada kalimat yang di pahat di dalam Prasasti Sangguran, disebutkan jika ada beberapa jenis usaha yang mendapat batasan tidak dikenai biaya. Beberapa jenis usaha itu seperti pedagang kerbau, pedagang kambing, pembuat perhiasan, hingga perbengkelan logam.
Jenis usaha itu seolah menunjukkan, jika kawasan Sangguran atau kini dikenal sebagai Dusun Ngandat dulunya merupakan daerah yang memiliki golongan masyarakat istimewa. Salah satunya seperti golongan pande besi, yang memang memiliki kedudukan tersendiri saat itu.
Selain itu, terdapat pula kata-kata menganyam, membuat keranjang, membuat wadah air dari tanah liat, mencelupkan kain dengan warna merah (tekstil), memintal, hingga membuat kain di dalam prasasti tersebut. Dwi menyebut jika dari kata yang tertera di dalam prasasti itu, maka ada kemungkinan jika masyarakat setempat saat itu memiliki keterampilan kerajinan yang tinggi. Sehingga menjadi salah satu daerah istimewa dengan sederet keterampilannya.
Sementara berkaitan dengan lokasi pasti Prasasti Sangguran, Dwi menyampaikan jika hal itu masih menjadi misteri sampai sekarang. Dari cerita turun temurun, disebutkan jika lokasi pasti Prasasti Sangguran berada di sebuah belik (mata air), yang dikenal dengan belik tengah. Namun sayangnya, sampai detik ini tidak ada jejak-jejak kepastian letak asli Prasati Sangguran.
Belik tengah itu berada di Wihara Dama Dipa Arama yang berdekatan di Punden Mbah Tarminah. Namun di sisi lain, terdapat Punden Mojorejo dengan bebatuan kunonya.
"Beliknya itu masih ada sampai sekarang. Tapi kepastian ini masih simpang siur. Ada Punden Mojorejo yang berjarak sekitar satu kilometer arah utara Vihara. Di sana terdapat bebatuan kuno yang kondisinya sudah memprihatinkan. Dilihat dari situ, kemungkinan prasasti Sangguran awal letaknya disitu," ujarnya.
Pemangku Sanggar Budaya Sangguran, Dusun Ngandat Desa Mojorejo Siswanto Galuh Aji juga beranggapan bahwa untuk letak persisnya masih simpang siur. Banyak pendapat dari orang tua dulu, Prasasti Sangguran ini terletak di belik yang kini jadi Vihara. Kendati demikian, hal itu masih belum dipastikan.
"Memang kalau kita ambil garis kecocokannya, letak Prasasti Sangguran itu kemungkinan besar di belik," terangnya.
Karena orang zaman dulu, lanjutnya, melakukan proses persembahyang di pemandian itu. Sebelum jadi Vihara, tempat itu adalah sanggar Pamujan. Bahkan menurut tokoh masyarakat yang lebih tua juga memiliki pendapat berbeda-beda.
"Jadi kita tidak berani untuk mengatakan, di mana letak persisnya Prasasti Sangguran itu," ungkapnya.