MALANGTIMES - Forum Rektor Perguruan Tinggi Nahdathul Ulama (FRPTNU) merumuskan upaya strategis dalam pengembangan Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama menyambut Indonesia emas 2045. Rumusan tersebut tersusun dan dilakukan dalam Rapat Kordinasi (Rakor), mulai tanggal 14 Februari 2021 hingga 15 Februari 2021.
Ketua Umum Forum Rektor Perguruan Tinggi Nahdathul Ulama (FRPTNU), Prof Dr Maskuri MSi, mengatakan jika bahasan dalam forum tersebut antara lain merespons tentang penerapan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) maupun juga dalam upaya penyusunan rumusan dari Perguruan Tinggi Nahdathul Ulama (PTNU) sebagai bentuk kontribusi untuk bangsa dan negara.
Baca Juga : 57 Lulusan Baru Fakultas Sains dan Teknologi Unikama Diminta Ciptakan Lapangan Pekerjaan
Rumusan yang disampaikan kepada pemerintah, nantinya tidak hanya mewakili satu pihak dari Nahdlatul Ulama saja, melainkan dari unsur lainnya, dimana mereka adalah perguruan tinggi agama Islam swasta.
"Dalam waktu dekat FRPTNU akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah, terkait dengan kebijakan-kebijakan pengembangan, pelayanan kelembagaan dilingkungan Kementerian Agama (Kemenag) dari berbagai sisi, terutama perguruan tinggi agama Islam swasta se-Indonesia, tidak mengenal apakah NU atau bukan," jelas rektor Unisma ini.
Rumusan yang akan dikirimkan tak tak hanya kepada Kemenag saja, melainkan juga kepada ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hingga Wakil Presiden. Untuk rumusan yang akan dikirimkan ke Kemenag tersebut, FRPTNU yang beranggotakan sekitar 260 PTNU telah mengerucutkan pada sembilan poin rumusan. Sedangkan untuk rumusan yang akan dikirimkan kepada Kemendikbud terdapat enam poin rumusan.
"Semoga tanggal 24 Februari nanti bisa diterima, kita akan berikan masukan strategis untuk pengembangan perguruan tinggi agama Islam," paparnya.
Sementara itu, rumusan yang nantinya akan diberikan kepada Kemenag tersebut telah mengerucut pada sembilan poin, yakni;
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI perlu secepatnya membuat Satker yang secara khusus menangani pelayanan PTKIS secara komprehenship, dan tidak ditempelkan ke PTKIN sebagai koordinator. Sebab Rektor PTKIN mengurus dirinya sendiri sudah cukup berat, apalagi harus ditambah beban untuk mengurus PTKIS dalam satu wilayah bisa ratusan PTKIS. Maka, PTKIS perlu penanganan secara serius dan fokus, sehingga tenaganya bisa di rekrut dari kalangan PTKIN atau PTKIS untuk diangkat secara khusus dan yang bersangkutan memiliki kompetensi dan pengalaman managerial yang memadai, agar pelayanan terhadap PTKIS cepat, tepat dan memuaskan.
2. Perlu segera ditinjau kembali edaran Dirjend Pendidikan Islam Kemenag RI nomor 37/DJ.I/01/2020 tertanggal 07 Januari 2020 tentang pembatasan kuota penerimaan mahasiswa pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Tarbiyah, mengingat animo masyarakat untuk mengambil prodi tersebut sangat tinggi, dan bagi PTKIS itu juga merupakan penyangga kelangsungan PTKIS, dan terkait dengan mutu lulusan harus dijamin melalui SPMInya diperkuat.
3. Kebijakan menarik dosen DPK di PTKIS perlu segera dikembalikan ke PTKIS, mengingat selama ini yang membina bahkan mendorong untuk melanjutkan studi program Doktor adalah pimpinan PTKIS, termasuk NIDK dan pembinaannya sepenuhnya di serahkan PTKIS, sebagaimana pemberlakukan dosen DPK di Mendikbud.
4. Pemberlakuan Ujian Kendali Mutu (UKM) perlu ditinjau ulang atau dihapuskan karena menghambat masa studi mahasiswa yang seharusnya bisa lebih cepat dari 8 semester (4 tahun). Saat ini tidak ada ruang bagi mahasiswa yang memiliki kompetensi akademik tinggi untuk menyelesaikan masa studi 3,5 tahun, karena penyebaran MK. UKM hingga sampai semester 8.
5. Pengembangan Dosen, terkait pemberlakuan SKTP dan SKP perlu ditinjau kembali, karena bila diberlakukan terus, akan menghambat karir dosen. Implikasinya dosen mengurus Jabatan Faungsional harus menunggu 3 tahun, dan pada akhirnya menghambat karir dan pengembangan kelembagaan program studi dan institusi.
6. Terkait Jabatan Fungsional perlu ada langkah-langkah percepatan, mengingat saat ini sudah tiga tahun tidak ada proses penilaian angka kredit bagi dosen. Walaupun Kopertis dalam teorinya menerima usulan satu tahun sekali dalam bulan tertentu, namun ada kuotanya dan dalam satu tahun berikutnya belum tentu juga terselesaikan, sehingga karir dosen terhambat, dan mempengaruhi terhadap akreditasi program studi dan Institusi.
Seharusnya pengusulan Jafung dibebaskan dan tidak dibatasi dengan kuota sehingga karir dosen dapat melaju dengan cepat. Hal ini dibutuhkan kebijakan yang strategis untuk pengembangan karier dosen, baik dari sisi waktu maupun tenaga yang melayani terhadap peningkatan pelayanan jabatan fungsional bagi para dosen.
Baca Juga : Sekda Mujiono Ditunjuk Jadi Plh Bupati Banyuwangi, Ajak Pertahankan Prestasi
7. Impassing guru besar dikalangan PTKIS hingga sekarang belum dilakukan oleh Diktis, sehingga posisi guru besar rata-rata masih IIId, ini yang menyebabkan motivasi dosen untuk mengembangkan karir dikalangan PTKIS sangat rendah.
8. Mohon ada kejelasan tindak lanjut dari pertemuan Forum Rektor PTNU dengan Menteri Agama pada 22 Januari 2020 jam 14.00 di Kantor Menteri Agama RI, yang tertuang dalam surat Nomor: 11/FRPTNU/I/2020 tertanggal 21 Januari 2020 tentang mohon penyikapan berbagai problems yang dihadapi oleh PTKIS.
9. Untuk meningkatkan mutu penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta penulisan jurnal dan buku dosen PTKIS, perlu alokasi dana secara khusus.
Sedangkan rumusan yang akan dikirimkan kepada Kemendikbud, terdapat enam poin rumusan. Rumusan tersebut yakni;
1. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI dalam membuat edaran apapun dalam situasi pandemi covid 19 sebaiknya jangan justru menyulut tuntutan mahasiswa terkait dengan keringanan biaya pendidikan atau pembiayaan pulsa di lingkungan Pendidikan Tinggi Swasta; mengingat Pendidikan Tinggi Swasta sudah cukup berat beban yang dirasakaan untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, yang hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU), layakna Pendidikan Tinggi Negeri yang dananya dari rakyat.
2. Perlu dicarikan solusi terkait pembiayaan biaya pendidikan bagi mahasiswa dengan kriteria tertentu (miskin) untuk mendapatkan bantuan Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) selama satu tahun (dua semester) dari pemerintah, agar mahasiswa tetap dapat melanjutkan studinya, atau pinjaman bank dengan tanpa bunga untuk jangka waktu 1,5 tahun bila tidak ada sumbangan pemerintah.
3. Perlu ada quota yang jelas dari Dirjend Dikti kemendikbud RI terkait jumlah penerimaan mahasiswa baru bagi Pendidikan Tinggi Negeri, agar tidak seperti kapal keruk menerima mahaasiswa baru sebanyak-banyaknya tanpa memeperdulikan kualitas, dan juga kurang memperhatikan kelangsungan pendidikan Tinggi Swasta.
4. Regulasi tentang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi prodi yang terakreditasi B seharusnya sudah bisa menyelenggarakan, menginggat selama ini yang baru diberi kesempatan yang prodinya terakreditasi A.
5. Bagi ASN yang akan studi sebaiknya tidak lagi memperhitungkan jarak kilometer dari wilayah kota/kabupaten, mengingat calon mahasiswa telah mempertimbangkan segala sesuatunya dan juga menerapkan tentang merdeka belajar.
6. Untuk mendukung percepatan mutu dan penciptaan iklim akademik yang lebih baik dikalangan Perguruan Tinggi Swasta, Pemerintah perlu memberikan bantuan dalam bentuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (POPT) pada PTS, sehingga posisi PTS juga mendapatkan support pembiayaan dari Pemerintah walaupun tidak sebesar yang dikeluarkan untuk PTN berdasarkan asas keadilan.