MALANGTIMES - Teater dapat membuat pendekatan baru di masa depan. Hal itu disampaikan Dindon Wahyudi Sukarja penulis naskah Teater Kubur dalam seminar daring (dalam jaringan) yang digelar KBKB (Kelompok Bermain Kangkung Berseri), Sabtu (30/1/2021).
Dindon Wahyudi Sukarja menjadi narasumber dalam seminar daring bertajuk “Menatap Teater Masa Depan dari pada Menyoal Masa Depan Teater” dalam rangka memperingati 10 tahun KBKB berkarya.
Baca Juga : Kasus Pencabulan Oknum Kepsek, HMPB: Kami Pastikan Kasus Ini Hingga Tuntas
Dindon mengatakan bahwa teater masa depan dapat memungkinkan membuka ruang untuk pendekatan-pendekatan baru dalam mewujudkan teater. Tidak terpaku pada hierarkis dalam sebuah teater yang masing-masing orang hanya dapat mengerjakan apa yang menjadi tugasnya. "Interaksi dari setiap individu dapat dinikmati dalam sebuah konsep pertunjukan. Jadi label mereka multidimensional bukan dimensional. Semua punya hak untuk menjadi sutradara, tata artisitik, dan lain-lain," jelasnya.
Dindon melanjutkan bahwa seorang manusia memiliki disiplin ilmu yang banyak yang kemudian tergabung menjadi satu dalam sebuah pertunjukan teater. "Manusia yang memiliki disiplin banyak, kemudian bergabung di dalamnya menjadi sebuah karya. Itu yang saya sebut teater kreator," terangnya.
Selain menghadirkan Dindon, juga menghadirkan tokoh Teater Nasional, Afrizal Malna; mahasiswa S3 Seni Pertunjukkan ISI, Mustofa Kamal; dan mahasiswa S2 Seni Pertunjukan ISI, Arung Wardhana Ellhafifie.
Baca Juga : Sepi Kunjungan, Pemandu Wisata di Bondowoso Banting Setir Jualan Online
Sementara itu, salah satu tokoh teater nasional Afrizal Manal juga memberikan penjelasan terkait teater masa depan yang mendasar yakni terkait waktu. Waktu yang terus berjalan dan bergerak menurut Afrizal hal tersebut merupakan siklus.
"Waktu tidak bergerak linier tapi melingkar atau siklus. Contohnya irisan bawang merah. Dia menunjukkan dari kulit hingga ke dalam. Ini menjelaskan bahwa waktu menunjukkan sebuah konsep agar lebih dalam, lebih melihat waktu sebagai konsep kematangan," jelasnya.
Lanjut Afrizal bahwa dirinya juga memberikan penuturan terkait korpus waktu yang mendasari terlahirnya sebuah seni. Mulai korpus waktu biologi, korpus waktu terkait dengan seks, korpus waktu pekerjaan, korpus waktu alam, korpus waktu bahasa, korpus waktu agama, korpus waktu pengetahuan, korpus waktu teknologi, korpus waktu seni dan korpus waktu sejarah.
"Seni satu-satunya yang lahir dalam korpus ini adalah seni. Dia adalah bergerak terus dan tidak pernah mati. Dia terbuka dan seperti anti definisi," katanya.
Pemateri selanjutnya yakni seorang mahasiswa S2 Seni Pertunjukan ISI Arung Wardhana Ellhafifie menuturkan bahwa teater itu bisa majemuk. Ditengah arus globalisasi dan moderenisasi, Arung mengatakan bahwa menggunakan media atau aplikasi baru merupakan usaha dari para pelaku teater dalam menunjukkan seni pertunjukan teater.
"Menggunakan media atau aplikasi dalam melakukan teater, itu merupakan ikhtiar dan usaha-usaha dalam melihat perubahan medium. Ketika mediumnya berubah, kita akan terus bergerak. Penyesuaian dan adaptasi juga penting," ujarnya.
Terlebih lagi dalam kondisi saat ini, trater dianggao perlu untuk menampilkan dan menunjukkan kondisi aktual dalam teater dengan berbagai medium atau piranti yang digunakan dalam menyajikan sebuah teater.
Sedangkan pemateri terakhir dalam seminar daring ini merupakan mahasiswa S3 Seni Pertunjukan ISI Mustofa Kamal. Mustofa mengatakan bahwa dalam kondisi globalisasi, moderensiasi hingga saat ini yang tengah dialami seluruh orang di Indonesia yakni pandemi Covid-19, bahwa interaksi pertunjukan langsung dan digital telah melahirkan inovasi.
"Live streaming menjadi alternatif menyajikan karya kita yang di aktualisasikan dalam bentuk digital," tuturnya.
Mustofa pun dengan tegas bahwa dirinya masih tetap optimis dengan situasi dan konsiai apapun, pihaknya harus terus berkarya dan teater harus tetap ada. Dirinya pun berharap agar kerjasama tim dalam teater juga dapat terwujud, sehingga menghasilkan seni pertunjukan teater yang dapat dinikmati dalam sebuah karya bersama.
"Hakikat kerja teater yakni kerja elaboratif. Kelompok atau orang teater tidak terjebak dalam dunianya sendiri. Harus menyesuaikan dengan konteks yang ada dan dapat berkembang," katanya.
Kelompok atau orang teater dikatakan Mustofa juga harus terbuka dalam pasar industri teater, namun tidak boleh terdandera ataupun terjebak dalam industri teater itu sendiri. "Terbuka dalam pasar, namun tidak juga tersandera oleh pasar. Serta terus mencari formulasi dalam menyajikan performance yang terbaik," tandasnya.