Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah memberikan izin kepada perguruan tinggi untuk menerapkan pembelajaran dengan metode hybrid learning pada semester genap tahun ajaran 2020/2021. Hybrid learning adalah metode pembelajaran campuran, antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan.
Hal ini merujuk pada Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Baca Juga : STIE Bakti Bangsa Pamekasan Ikuti Forum Riset Daerah
"Sehubungan dengan keluarnya keputusan bersama empat menteri tersebut, maka pembelajaran pada tahun akademik 2020/2021 yang akan dimulai bulan Januari 2021 di perguruan tinggi dapat diselenggarakan secara campuran (hybrid learning), dalam jaringan, dan tatap muka," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Kemendikbud, Nizam dalam konferensi pers belum lama ini.
Hal ini merupakan upaya dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi untuk menyesuaikan dan menyiapkan diri untuk hidup berdampingan dengan pandemi.
"Selama hampir 2 semester kita melakukan pembelajaran dari rumah ini, banyak yang hilang. Pembelajaran mungkin tersampaikan dengan baik dan tingkat keterserapan materi itu lumayan, tetapi pendidikan itu tidak semata-mata pembelajaran. Banyak hal-hal yang penting yang tidak bisa tergantikan dengan daring," terangnya.
Ia menilai bahwa pembelajaran daring menurunkan tingkat interaksi sosial dan emosional mahasiswa terhadap lingkungannya. Pengembangan nilai-nilai dalam diri mahasiswa juga mengalami keterbatasan.
Metode pembelajaran campuran ini mengizinkan sebagian mahasiswa belajar tatap muka di kelas dan sebagian lagi tetap belajar via daring. Lalu, dosen akan menjelaskan materi lewat layar sehingga mahasiswa yang belajar daring pun bisa merasakan interaksi.
Nah, dalam hal pelaksanaan pembelajaran tatap muka, civitas academica dan tenaga kependidikan yang melakukan aktivitas di kampus harus memenuhi kriteria berikut.
1. Dalam keadaan sehat.
2. Dapat mengelola dan mengontrol bagi yang memiliki penyakit penyerta (comorbid).
3. Khusus mahasiswa yang berusia di bawah 21 tahun harus mendapat persetujuan dari orang tua/wali atau pihak yang menanggungnya.
4. Bagi mahasiswa yang tidak bersedia melakukan pembelajaran tatap muka dapat memilih pembelajaran secara daring.
Baca Juga : Direktur Diktis Kemenag Yakini Cita-cita UIN Malang Jadi Kampus Internasional Terwujud
5. Mahasiswa dari luar daerah/luar negeri wajib memastikan diri dalam keadaan sehat, melakukan karantina mandiri selama 14 hari atau melakukan tes usap (SWAB), atau sesuai peraturan/protokol yang berlaku di daerah.
Sementara, perguruan tinggi harus melakukan pengecekan suhu tubuh bagi setiap orang yang masuk kampus. Dalam kampus juga harus disediakan tempat cuci tangan/hand sanitizer di tempat-tempat strategis.
Selain itu, harus menghindari penggunaan sarana pembelajaran yang tertutup, menimbulkan kerumunan, dan terjadinya kontak jarak dekat. Kegiatan dan ruang yang berpotensi mengundang kerumunan (kantin, co-working space, kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler, dan sebagainya) ditiadakan.
Untuk penggunaan ruang, dibatasi maksimal 50 persen kapasitas ruangan/kelas/laboratorium dan maksimal 25 orang.
Selanjutnya, wajib menggunakan masker kain 3 (tiga) lapis atau masker medis sekali pakai sesuai standar kesehatan dan jaga jarak minimal 1,5 meter antar orang.
Civitas juga harus menerapkan upaya saling peduli, saling menjaga dan melindungi dan menerapkan etika batuk/bersin yang benar.
Lalu, kampus juga harus menyediakan ruang isolasi sementara bagi civitas academica dan tenaga kependidikan yang memiliki gejala/kriteria covid-19; menyiapkan mekanisme penanganan temuan kasus covid-19 di lingkungan perguruan tinggi baik bagi yang bersangkutan maupun contact tracing; menyiapkan dukungan tindakan kedaruratan penanganan covid-19; serta melaporkan kepada satuan gugus tugas penanganan covid-19 daerah setempat apabila ditemukan kasus covid-19.
Namun, perlu digarisbawahi, pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini juga harus memperhatikan kondisi daerah. Perguruan tinggi harus tetap memprioritaskan kesehatan dan keselamatan warga kampus yang meliputi mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, serta masyarakat sekitar.