Menanggapi adanya hasil tes Covid-19 yang dianggap plin plan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Tulungagung angkat bicara. Saat dikonfirmasi, wakil juru bicara GTPP Covid-19 Galih Nusantoro, mengatakan, jika hasil tes baik rapid dan swab setiap pasien bisa saja berubah karena alasan tertentu.
"Bisa jadi reagen yang digunakan mungkin berbeda atau ada perubahan sifat sampel pada saat dibawa," kata Galih saat dikonfirmasi, Jumat (16/10/2020).
Baca Juga : Kabupaten Malang dan Jember "Bersaing" di Posisi 10 Besar Kasus Covid-19 Jawa Timur
Dalam kasus anggota DPRD Kabupaten Tulungagung dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Endriyani, solusi yang tepat ketika ada hasil ganda adalah melakukan isolasi mandiri selama 3 hari dan rapid tes lagi untuk memastikan hasilnya non reaktif.
"Isolasi tiga hari, cek (lagi) dengan rapid kalau sudah non reaktif Iagi, aman," jelasnya.
Seperti diketahui, hasil tes Covid-19 membuat seorang legislator di Tulungagung ini meradang. Pasalnya, selain harus membatalkan dua kegiatan perjalanan kunjungan kerja penting, Endriyani merasa terusik ketenangannya dengan hasil yang dianggap plin plan itu.
Diceritakan Endriyani, awal ketidaknyamanan ini bermula sekitar bulan Agustus 2020 lalu. Sepulang kunjungan kerja (kunker) dari Semarang, Jawa Tengah, dirinya wajib ikut tes rapid bersama seluruh anggota komisi D DPRD Kabupaten Tulungagung.
"Setelah kunjungan dari Semarang saat itu di rapid, hasilnya dua orang dinyatakan reaktif. Satu diantaranya adalah saya," kata Endriyani.
Karena reaktif rapid, Endriyani bersama anggota lain yakni Andri Santoso (F-Golkar) harus menjalani karantina mandiri di rumah sesuai protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah.
"Namun, setelah dilakukan tes swab pada semua anggota dewan, Alhamdulillah hasilnya semua negatif," ujarnya.
Sebelum diswab, petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, menurut Endri, telah datang ke rumahnya di Desa Ngubalan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung, untuk melakukan tracing kontak terdekat. Setelah dirapid dan swab, semua anggota keluarga Endri juga dinyatakan negatif.
Sampai di sini, Endri yang juga istri Kepala Desa ini masih mengikuti semua petunjuk yang diberikan padanya.
Namun, pada tanggal 07 Oktober 2020 lalu, Endriyani dan semua anggota Komisi D kembali wajib dirapid tes. Pasalnya, sebelum berangkat kunjungan kerja ke Cirebon, Jawa Barat, semua anggota harus dipastikan sehat dan negatif Covid-19.
"Setelah di rapid tes, kembali dua orang yakni saya dan pak Andri dinyatakan reaktif dan hari itu juga langsung diminta untuk ikut swab. Namun, hasil swab harus menunggu," jelasnya.
Rasa penasaran hasil rapid tes reaktif ini membuat dirinya ingin mencari pembanding ke rumah sakit Dr Iskak Tulungagung, di hari yang sama, yakni pada Rabu (07/10/2020).
"Setelah dirapid di rumah sakit, hasilnya ternyata beda. Saya dan pak Andri dinyatakan non reaktif. Padahal dengan darah yang sama, harinya sama dan hanya jamnya yang beda," tuturnya.
Berselang beberapa hari, hasil swab pun keluar dan ternyata untuk Andri Santoso dinyatakan negatif. Endriyani sendiri hasilnya positif Covid-19 dengan jenis Orang Tanpa Gejala (OTG).
Baca Juga : Rayakan Ulang Tahun, KONI Kota Malang Gelar Tes PCR Eclia bagi Pengurus
"Di situ yang saya tahu hasilnya samar-samar tidak jelas. Namun dikatakan saya termasuk OTG dan positif Covid-19," ungkapnya.
Karena selama ini Endriyani merasa tak ada keluhan baik mengalami pusing, demam, batuk atau pilek dan merasa fit, ia memutuskan untuk swab di tempat berbeda. Pada Hari Kamis (15/10/2020) kemarin dirinya melakukan swab ke Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo Wingi Kabupaten Blitar, sehari setelah itu hasilnya keluar dan dinyatakan negatif.
"Kemudian atas pertimbangan teman dan suami, saya swab di rumah sakit beda yakni di Blitar. Hasilnya ini (menunujukkan lembaran), ternyata saya benar-benar negatif," terangnya.
Berpegang dengan hasil yang selalu beda kedua kalinya, suami Endriyani, Siswanto mengaku turut geram dengan masalah ini. Hasil yang akurasinya tidak jelas ini menjadikan keluarganya mengalami dampak psikologis yang cukup berat.
"Bayangkan, kami tinggal di satu rumah. Setiap hari harus bersentuhan antara suami istri dan anak-anak. Bagaimana bisa tenang dengan hasil yang beda seperti ini," keluhnya.
Siswanto mengaku sempat protes pada petugas Dinas Kesehatan maupun GTPP Covid-19 Kabupaten Tulungagung.
"Apakah ini sebuah konspirasi, atau memang alat yang dimiliki ada kerusakan. Hasilnya di tempat lain kok bisa beda," kata Siswanto.
Atas peristiwa ini, Siswanto berharap cukup keluarganya saja yang mengalami ketakutan dan ketidak pastian hasil tes Covid-19.
"Jangan sampai orang lain jadi korban, dinyatakan reaktif saja harus isolasi mandiri dan tidak bisa ikut kegiatan dan menjaga jarak dengan semua orang termasuk keluarga. Apalagi jika hasilnya positif, namun jika hasil positifnya karena alat yang rusak itu jelas merugikan orang lain," pungkasnya.