Kiai Muhammad Yasin dari keluarga besar Yayasan Sentono Dalem Perdikan Majan -yang merupakan nasab dari Kiai Raden Abdul Sa'id sebagai pemangku Masjid Al Mimbar- meluruskan sejarah terkait PKI di tanah perdikan.
Kiai Muhammad Yasin sendiri merupakan putra dari pejabat kjai perdikan Majan pada tahun 1965- an. Dia mengetahui langsung tentang sejarah masuknya PKI di Perdikan Majan.
Baca Juga : Monumen Kresek Dipilih Menjadi Tempat Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila
Menurut Kiai Yasin, jejak sejarah pemberontakan PKI atau yang dikenal sebagai Gerstok di Kabupaten Tulungagung, khususnya di Majan, perlu pemahaman yang jelas.
"Wilayah Majan pada tahun 1965 masih menjadi bumi perdikan yang dipimpin kiai dan belum dihapus oleh pemerintah. Sehingga semua warga, baik Setono atau Magersari, harus tunduk pada aturan adat di Perdikan," kata dia, Jumat (02/09/2020).
Keluarga Sentono Majan adalah keluarga raja Mataram dari trah atau turun dari Kiai Agen Raden Khasan Mimbar. Sedangkan Magersari adalah abdi atau kawulo atau pendatang yang ikut kiai atau pejabat Perdikan Majan pada waktu itu.
"Di Perdikan majan hanya ada satu organisasi, yaitu NU. lainnya tidak ada karena aturan Magersari atau sebutan pendatang yang ikut di Perdikan Majan harus mengikuti aturan kiai (otoritas penuh).
Aturan yang telah berjalan, di antaranya, tanah yang ditempati tidak boleh dijual ke orang lain serta hanya menempati saja dengan mengelola beberapa sawah.
Aturan lainnya, harus beragama Islam dan ikut ajaran Jslam yang ada di Majan. Lalu, yang bersuami istri tidak melaksanakan nikah secara Islam wajib dinikahkan dengan nikah dengan sistem Majan.
"Dalam perjalanan ada beberapa orang dari luar, sekitar dua orang simpatisan PKI, masuk ke Perdikan Majan. Mereka mendata warga, khususnya Magersari," ujar Kiai Yasin.
Dari Magersari yang akhirnya memang banyak adi buruh tani sehingga dicap ikut organisasi di bawah PKI, yalni Buruh Tani Indonesia (BTI). Mereka diklaim sebagai simpatisan oleh orang-orang partai dan diseragami PKI.
"Abah saya, Kiai Raden Abdul Sa'id, menganggap PKI itu urusan kecil karena Perdikan Majan melawan penjajah saja yang sampai membawa bom waktu itu, mereka tunduk dan hati-hati di Majan sampai penjajah tidak bisa masuk ke Majan waktu itu," ungkapnya.
Sehingga diyakini PKI tidak bisa masuk Majan. Apalagi, PKI hanya klaim yang mengakibatkan warga Majan saling eksekusi.
"Nah, Pak Sabar dan Ramelan itu korban pengaruh penghasutan PKI pada waktu itu dan sudah melakukan pertobatan di masjid yang dibimbing Eyang Kiai Raden Sa'id," jelas Kiai Yasin.
Baca Juga : Peringati Kesaktian Pancasila, Pemuda Pancasila Ngawi Turun ke Jalan Bagi Masker
Diakui Gus Yasin, pada waktu itu memang di Majan banyak orang PKI masuk secara diam-diam untuk merekrut dan memprovoksi petani. "Mereka mau jadi anggota karena oleh tokoh PKI dijanjikan iming iming," kata Gus Yasin.
Yang perlu digarisbawahi, menurut kiai sepuh Majan itu, Sabar dan Ramelan sebenarnya bukan orang PKI yang mengeksekusi para kiai. Tapi mereka hanya pemuda yang ikut-ikutan dan kena hasut PKI.
"Sabar itu sebenarnya masih mau ke masjid. Kiai Raden Abdul Sa'id sebagai penjabat kiai Majan ke-9 ingin membina Sabar agar tidak terpengaruh," tuturnya.
Namun pada saat semua warga desa berkumpul di Masjid Al Mimbar untuk memperingati Isra' Mi'raj, Sabar diculik aparat pemerintah dan GP Ansor tanpa sepengetahuan Kyai Raden Abdul Sa'id.
"Ada aparat pemerintah yang kemudian menculik Sabar untuk dieksekusi karena terlibat PKI. Itu dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan kiai. Jadi, waktu itu orang-orang PKI tidak berani macam-macam di Majan. Terbukti tutur cerita PKI mau menghapus dan menguasai Majan ternyata gagal dan total. Akhirnya Majan dihapus hak merdekanya era tahun 1979," tambahnya.
Kala itu ketua GP Ansor Ranting Majan bernama Jono Ngaisah. Diceritakan bahwa suasana Desa Majan sangat ramai isu PKI dan mencekam karena bertebaran isu dan fitnah.
Kisah Kiai Yasin ini untuk meluruskan kisah sebelumnya yang merupakan versi perseteruan antara Yono Mustakim dan Sabar yang juga termuat di media ini.