Kondisi terkini Lapas Kelas I Surabaya di Kecamatan Porong, Sidoarjo, gaduh. Hal itu menyusul adanya 53 narapidana (napi) atau warga binaan dan 4 pegawai lapas yang dinyatakan terpapar Covid-19.
Salah satu dari warga binaan tersebut, yakni Mantan Wali Kota Mojokerto Masud Yunus terpidana kasus korupsi yang meninggal dunia akibat Covid-19, Kamis (27/8/2020).
Baca Juga : Jokowi Serahkan BSU kepada Pekerja Peserta BPJAMSOSTEK Hari Ini
Berdasarkan sumber terpercaya MalangTIMES, saat ini suasana Lapas Porong cukup gaduh. Terjadi kecurigaan antar satu orang dan yang lainnya. Mengingat, jumlah yang terpapar Covid-19 dari napi di lapas tersebut cukup tinggi.
"Mencekam dan gaduh. Jadi saling curiga, ibarat gunung es itu yang terlihat sedikit, tapi di bawahnya ini masih banyak. Kita melihat situasi ya horor, melihat satu sama lain saling curiga," ujarnya seorang sumber terpercaya yang tak ingin disebutkan namanya kepada MalangTIMES, Jumat (28/8/2020).
Menurutnya, para penghuni lapas saat ini khawatir dan ketakutan. Satu sisi warga binaan tidak mau mengakui jika kondisinya tengah sakit, lantaran takut dikarantina.
Di sisi lain, mereka juga menginginkan adanya ketegasan dari pihak terkait untuk melakukan swab test. Sebab, lokasi yang dihuni memang berkerumun satu dan lainnya.
Belum lagi, meninggalnya Masud Yunus sebagai salah satu yang dinilai kerap mendatangi masjid atau bisa dikatakan tokoh agama banyak dikenal oleh warga binaan. Yang mana, juga saling bersentuhan dengannya sebelum ditetapkan sebagai pasien Covid-19 dan meninggal dunia.
"Masih banyak sekali yang belum terdeteksi, karena ini kan berkumpul. Kalau dirunut, misal seperti Kiai Masud yang meninggal kemarin, itu kan tokoh di masjid. Orang-orang banyak yang salaman dan sebagainya, ini kan ya harus diurai semuanya," jelasnya.
Menurut dia, jika tidak ada tindakan yang lebih masif dalam melakukan deteksi terhadap para napi saat ini yang masih berada di dalam Lapas bukan tidak mungkin kondisinya menjadi kuburan massal.
"Ya ada 53 orang itu kan yang ketahuan, yang tidak ketahuan ini menurut saya sangat banyak. Karena kita kumpul semua di sini. Ini akan menjadikan bom waktu dan akan menjadi bahasa yang dulu-dulu itu kuburan masal penjara itu. Harus ada antisipasi dari pemerintah," paparnya.
Apalagi, dalam satu kamar saja dihuni setidaknya bisa 20 sampai 30 Napi. Yang mana itu saling berdekatan dan berkerumun. Meski, protokol Covid-19 sudah dijalankan tetapi hal itu dirasa belum cukup.
Baca Juga : Viral Video Warga Tak Terima Jenazah Dianggap Covid-19 Hingga Lepas APD, RSSA Irit Bicara
Langkah antisipasi itu yang harus segera disikapi oleh pihak terkait. Masih menurut dia, jika solusi yang disampaikan akan memulangkan Napi.
Tapi, hal itu dirasa bukanlah solusi yang tepat. Sebab, ketika keluar dari Lapas bukan tidak mungkin warga binaan malah menyebarkan virus ke keluarga dan orang di luar.
"Satu kamar ada banyak, ada yang 10, 20, 30. Kan ini ndak bisa, harus diurai. Terus pemerintah itu banyak memulangkan, lha memulangkan itu kalau sudah di dalam campur kayak gitu kan nggak bisa. Bukan solusi juga," ungkapnya.
Terlebih, gejala-gejala munculnya penyakit juga terlihat antar Napi. Sesak napas, batuk, pilek hingga tak dapat merasakan rasa apapun. Hal ini diharapkan ada langkah tindak lanjut agar meminimalkan penyebaran Covid-19 dan meredakan situasi.
"Berjemur sudah dilakukan, minum Vitamin C sudah, tapi kan ada yang batuk, pilek, bau nggak terasa dan lain sebagainya kan banyak dialami oleh Napi. Ciri-cirinya sudah banyak. Belum lagi petugas yang keluar masuk, ini tak ada jaminan nggak bawa virus," tandasnya.
Hingga saat ini, pihak JatimTIMES tengah berupaya melakukan konfirmasi pada pihak Lapas Porong.