Pilkada Kabupaten Malang 2020, mulai beriak dengan telah ditetapkannya pasangan Sanusi-Didik Gatot Subroto dari PDI Perjuangan.
Manuver politik pun mulai menggelinding, walau masih terkesan samar.
Hal ini terlihat dengan masih menunggunya beberapa partai politik untuk menetapkan para bakal calonnya yang telah mendaftar atau melalui mekanisme internal, seperti dilakukan PKB.
Sikap saling menunggu dan mengintai itu, didasarkan juga pada tingkat elektabilitas para bakal calon yang akan berlaga pada nantinya.
Dimana, menurut peneliti dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Mahatva Yoga Adi Pradana, nama-nama kandidat Bupati Malang di Pilkada 2020 masih di bawah 50 persen.
Walau begitu, calon petahana Sanusi dari PDI Perjuangan masih tetap unggul di berbagai survei yang beredar di masyarakat.
Elektabilitasnya masih nomor satu sampai saat ini.
Walau dimaklumi, politik itu sangat cair dan tak terprediksi.
Elektabilitas calon petahana dalam pilkada, kerap menjadi momok bagi para kandidat lainnya dalam berkontestasi.
Tips untuk mengalahkan calon petahana pun menjadi hal menarik dicari. Baik melalui berbagai analisa pakar politik, lembaga survei, hingga pernyataan dari kepala daerah yang sempat berhadapan dengan calon petahana.
"Antara dunia langit dan dunia darat harus dijadikan satu dulu. Kalau dunia langit bagus, tapi dunia darat becek ya tidak bisa maju. Kalau kata dukun bagus, daratnya jelek, ya tidak bisa juga,” ucap Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, berseloroh, seperti dikutip beritajatim.com, Minggu (8/3/2020).
Tips dari Anas ini disampaikan dalam diskusi tentang pemilihan kepala daerah di Gedung Sutardjo, Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (7/3/2020) kemarin.
Sosok Anas Melalui beberapa strategi dan dukungan berbagai pihak, Anas pun berhasil menjadi pemenangnya.
Beberapa tips melawan calon petahana, walau secara umum menjadi hal yang memang wajib dilakukan oleh para kandidat yang akan berkontestasi di pilkada, cukup menarik untuk disimak.
Termasuk juga bisa dijadikan bahan bagi siapapun yang akan berlaga di pilkada 2020, tak terkecuali di Kabupaten Malang.
Anas menceritakan, untuk menghadapi pertempuran, dirinya selama dua tahun melakukan proses.
Yakni blusukan diberbagai wilayah perdesaan. Dirinya juga menyampaikan, sampai tidur di kampung-kampung untuk memperkenalkan diri dan visi misinya.
Tak hanya itu, Anas juga 'taat' atas masukan lembaga survei yang jadi konsultan.
Dimana dirinya sempat diberi masukan, bila dalam proses meningkatkan elektabilitas di masyarakat selama dua hingga tiga bulan, tak mendongkrak popularitasnya.
"Maka saya disarankan untuk tak melanjutkan (pencalonan, red). Tapi kalau ada kenaikan popularitas lanjut," ujarnya.
Dukungan para kiai, waktu itu, lanjutnya, tak membuat Anas berleha-leha.
Proses dua tahun untuk mencuri hati masyarakat Banyuwangi, tetap dilakukannya.
"Saya harus bekerja dulu, jangan sampai orang yang mendukung malah berada di depan," ujarnya yang menegaskan, dalam politik, orang yang berkualitas tapi elektabilitasnya rendah tak bisa diusung oleh parpol.
"Jadi kualitas dan elektabilitas harus berjalan paralel. Makanya saya bekerja dulu untuk menaikkan elektabilitas, baru cari partai," imbuh Anas.
Tips Bupati Banyuwangi yang berhasil meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya melalui sektor pariwisata ini, juga terjadi di Kabupaten Malang.
Saat para kandidat memiliki ambisi untuk berlaga di pilkada, tapi tingkat elektabilitasnya rendah.
Maka menjadi sulit bagi mereka untuk bisa mewujudkan ambisinya itu. Satu-satunya jalan adalah melalui jalur independen.
PDI Perjuangan secara cepat menangkap hal itu di Kabupaten Malang. Dimana Sanusi yang kader PKB dan siap diusung menjadi calonnya, terkesan lamban untuk memutuskan lahirnya rekom.
Hal ini pun langsung ditangkap PDI Perjuangan yang mendekati Sanusi.
Satu faktor Sanusi 'diambil' PDI Perjuangan karena tingkat elektabilitasnya yang masih dianggap tertinggi dibandingkan para kandidat lainnya. Bahkan, mungkin, lebih tinggi dibandingkan para bakal calon yang mendaftar terlebih dahulu ke partai dengan logo banteng moncong putih ini.
Lantas apakah tips Anas itu masih bisa dilakukan di Kabupaten Malang untuk para kandidat calon parpol lainnya?
Tentunya cukup sulit dan akan berbeda dengan Banyuwangi.
Baik dari sisi waktu yang semakin pendek bagi para kandidat yang sampai saat ini belum resmi diumumkan. Maupun dari sisi kultur, geografis, serta hal lainnya.
Padahal, dengan merujuk tips Anas, tak ada jalan pintas untuk mencuri hati masyarakat dengan instan.
Walaupun ada, maka permainan yang jadi momok setiap Pilkada, yaitu politik uang, yang jadi senjatanya.
Hal ini pun direkam oleh Adiwangsa Research and Consultan yang bekerjasama dengan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang menyebutkan, responden yang ditelitinya di 33 kecamatan bisa dengan mudah melepas pilihannya ke calon dikarenakan dua faktor.
Yakni, adanya pemberian hadiah atau sembako ke masyarakat dan faktor uang.
Dimana dua faktor ini menduduki peringkat kedua dari beberapa alasan yang ditanyakan dengan nilai 17,06 persen.
Keempat terkait adanya faktor uang dengan nilai 13,47 persen di urutan keempat.
"Faktor pemberian hadiah, sembako, souvenir dan politik uang dari hasil riset kita masih masuk sebagai alasan pemilih untuk pindah hati," ujar Yoga peneliti UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bila hal itu yang terjadi, maka faktor lainnya, yaitu adanya intervensi para 'pemain belakang' Pilkada pun dipastikan akan meramaikan pertarungan di Kabupaten Malang. Para pemain belakang ini tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka biasanya adalah para pemilik kapital atau modal yang 'ngebosi' para calon yang akan bertarung. Juga bermain dengan cara memecah suara pemilih dengan berbagai pola yang telah jadi rahasia umum juga. Yakni, dengan memodali sosok-sosok yang akan jadi calon boneka, dengan tujuan memecah suara pemilih.