Pemilu Serentak Tak Berlaku Mulai 2029, Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
Reporter
Binti Nikmatur
Editor
Nurlayla Ratri
27 - Jun - 2025, 11:32
JATIMTIMES - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengubah skema pelaksanaan Pemilu mulai 2029. Ke depan, penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi digabung. Artinya, model Pemilu serentak lima kotak yang selama ini dikenal, akan dihapus.
Putusan tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (26/6/2025). Permohonan ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca Juga : Spesial Long Weekend dan Tahun Baru Islam, Jasa Marga Terapkan Tarif Tol Diskon 20 Persen
"Keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan antara pemilu anggota DPR, anggota DPD, serta presiden/wakil presiden (pemilu nasional) dan pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah (pemilu lokal)," demikian bunyi amar putusan MK, dikutip laman resmi MK, Jumat (27/6/2025).
Dengan pemisahan ini, MK menilai proses pemilu akan lebih sederhana, lebih berkualitas, dan memudahkan pemilih dalam menyalurkan hak suara. Keputusan ini juga mempertimbangkan dampak dari pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 yang menimbulkan berbagai masalah teknis dan beban berat bagi penyelenggara maupun pemilih.
Dalam pertimbangannya, MK menyoroti bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan daerah dalam waktu berdekatan berisiko membuat isu pembangunan daerah terpinggirkan oleh isu nasional.
"Masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Menurut Mahkamah, perhatian masyarakat dan kandidat lebih terfokus pada isu tingkat pusat, sehingga problem lokal tidak mendapatkan porsi pembahasan yang cukup. Padahal, kata MK, setiap daerah memiliki tantangan pembangunan yang berbeda dan membutuhkan fokus tersendiri.
Mahkamah juga menyoroti dampak jadwal pemilu yang saling berhimpitan terhadap kelembagaan partai politik. Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa partai menjadi tidak punya cukup waktu untuk menyiapkan kader berkualitas untuk setiap level pemilu.
"Partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik," ujar Arief.
Menurutnya, kondisi ini membuka ruang seleksi calon yang bersifat transaksional dan lebih mengejar popularitas, bukan kapasitas. Akibatnya, kualitas demokrasi ikut tergerus...