KPH Warsoekoesoemo: Dari Berbek Membangun Kabupaten Blitar
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
06 - Feb - 2025, 08:28
JATIMTIMES - Dalam perjalanan sejarah Indonesia, tokoh-tokoh lokal sering menjadi pilar yang menopang peradaban di tengah gejolak sosial, politik, dan kolonialisme. Salah satu tokoh yang layak mendapat tempat istimewa dalam narasi sejarah adalah Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Warsoekoesoemo, Bupati Blitar kedua, yang masa pemerintahannya meninggalkan jejak mendalam bagi Kabupaten Blitar.
Sebagai bagian dari trah aristokrasi Jawa yang memiliki hubungan erat dengan Keraton Mataram dan Kerajaan Gowa, KPH Warsoekoesoemo lahir dengan nasab yang mulia. Ibunya, Raden Ayu Djojosentiko, adalah putri Raden Tumenggung Sosrodirejo, Bupati Berbek kedua (1832–1843), yang dikenal sebagai tokoh visioner di wilayahnya. Garis keturunannya bahkan bisa dilacak hingga Karaeng Nobo dari Kerajaan Gowa, memperlihatkan pengaruh kultural yang melampaui batas geografis Jawa.
Blitar: Kabupaten Muda di Tengah Skandal
Baca Juga : Gugatan Ditolak MK, KPU Kota Blitar Segera Tetapkan Mas Ibin-Mbak Elim sebagai Pemenang Pilkada
KPH Warsoekoesoemo diangkat menjadi Bupati Blitar pada 3 Mei 1869, menggantikan Raden Adipati Ronggo Hadi Negoro, yang pemerintahannya diwarnai skandal korupsi besar. Sebagai kabupaten muda yang baru lepas dari kerangka Keraton Surakarta dan berada di bawah kendali Hindia Belanda sejak 1830, Blitar menghadapi tantangan besar, baik dari sisi pemerintahan maupun infrastruktur.
Duet antara KPH Warsoekoesoemo dengan Patih Djojodigdo, bangsawan cerdas dari keturunan Keraton Mataram dan menantu Bupati Berbek Pringgodigdo, menjadi fondasi baru bagi kebangkitan Blitar. Keduanya memadukan pengalaman tradisional Jawa dengan strategi administratif modern yang dikehendaki pemerintah kolonial. Djojodigdo, yang dilantik pada 8 September 1877, dikenal sebagai sosok berpengaruh, ahli bela diri, dan dikisahkan memiliki kemampuan supranatural yang melegenda hingga kini.
Pembangunan Infrastruktur Strategis
Warsoekoesoemo memahami pentingnya infrastruktur dalam pembangunan wilayah. Salah satu karya besarnya adalah pembangunan Pendopo Ronggo Hadi Negoro, yang dimulai pada 1875. Pendopo ini bukan hanya rumah dinas, melainkan juga pusat pemerintahan yang menjadi simbol otoritas lokal.
Ia juga memulai revitalisasi Alun-Alun Blitar, menjadikannya pusat aktivitas masyarakat dan simbol keteraturan wilayah. Lebih jauh lagi, KPH Warsoekoesoemo berhasil mendorong pembangunan jalur kereta api dan peresmian Stasiun Blitar pada 16 Juni 1884...