Sejarah Libur Sekolah Selama Ramadan dari Masa ke Masa: Libur Satu Bulan Penuh Sejak Era Belanda
Reporter
Binti Nikmatur
Editor
A Yahya
20 - Jan - 2025, 01:55
JATIMTIMES - Wacana libur sekolah penuh selama bulan Ramadan 2025 terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Para siswa, guru, dan orang tua menantikan kepastian mengenai kebijakan tersebut.
Rencananya, pengumuman resmi terkait hal ini akan disampaikan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar pada hari ini, Senin, 20 Januari 2025. Nasaruddin juga menegaskan bahwa pondok pesantren dipastikan akan libur selama Ramadan.
"Khususnya di pondok pesantren itu libur. Tetapi sekolah-sekolah yang lain juga masih sedang kita wacanakan. Nanti tunggulah penyampaian," kata Nasaruddin, seperti dikutip oleh Antara.
Sebelumnya, Abdul Mu'ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), menjelaskan bahwa bulan Ramadan tidak akan sepenuhnya menjadi masa libur sekolah, melainkan masa pembelajaran dengan skema khusus. "Jadi, istilahnya bukan libur Ramadan, tetapi pembelajaran di bulan Ramadan," ujar Mu'ti.
Kebijakan ini, kata Abdul Mu'ti, telah disepakati oleh sejumlah kementerian, termasuk Kementerian PMK, Kemenag, Kemendagri, dan KSP. "Sudah ada pembahasan lintas kementerian, tinggal menunggu surat edaran bersama yang akan diterbitkan," tambahnya.
Lantas seperti apa jejak sejarah libur sekolah selama ramadan, dari jaman Belanda hingga era saat ini di Indonesia?
Tradisi libur sekolah saat Ramadan ternyata sudah dimulai sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Dilansir dari laman Museum Kepresidenan, pemerintah kolonial meliburkan seluruh siswa, mulai dari sekolah dasar (Hollandsch Inlandsche School atau HIS) hingga tingkat menengah atas (Hogere Burger School atau HBS dan Algemene Middelbare School atau AMS). Langkah ini diambil karena mayoritas masyarakat Hindia Belanda beragama Islam dan menjalankan ibadah puasa selama Ramadan.
Setelah Indonesia merdeka, era Presiden Soekarno juga memberikan perhatian khusus terhadap bulan Ramadan. Pemerintah menjadwalkan ulang kalender pendidikan agar umat Muslim dapat menjalankan ibadah puasa dengan lebih tenang.
Namun, kebijakan ini berubah drastis pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Daoed Joesoef, menganggap libur Ramadan satu bulan penuh sebagai bentuk kebijakan yang kurang mendukung peningkatan kualitas pendidikan. Melalui SK Mendikbud No. 0211/U/1978, ia menegaskan bahwa bulan puasa seharusnya dimanfaatkan untuk kegiatan belajar.
Keputusan ini menuai kritik dari sejumlah tokoh agama, termasuk Buya Hamka, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Fraksi PPP, Nuddin Lubis saat itu...