Ronggo Hadi Negoro: Bupati Pertama Blitar dan 'Godfather' Kontroversial
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Dede Nana
14 - Aug - 2024, 07:38
JATIMTIMES - Sejarah Kabupaten Blitar tidak dapat dipisahkan dari dinamika politik dan administrasi Jawa Timur pada abad ke-19. Salah satu titik penting dalam sejarah ini adalah penghapusan Kabupaten Srengat dan pembentukan Kabupaten Blitar.
Kabupaten Srengat, yang pernah berjaya di bawah kepemimpinan bupati seperti R. Ngabehi Suro Lenggowo dan R. Ngabehi Mertokusuma, akhirnya menghadapi penurunan status menjadi distrik pada tahun 1834. Langkah ini merupakan bagian dari strategi kolonial Belanda untuk menata ulang administrasi wilayah setelah Perang Diponegoro.
Baca Juga : Lautan Manusia Penuhi Duduksampeyan Gresik Bersholawat
Sebagai bagian dari upaya restrukturisasi ini, Belanda membentuk Residentie baru, yang menggabungkan wilayah Kabupaten Srengat dan Kabupaten Hantang untuk membentuk Kabupaten Blitar. Proses ini tidak hanya sekedar penggabungan wilayah, tetapi juga mencerminkan transformasi dari struktur pemerintahan tradisional ke bentuk administrasi yang lebih terpusat di bawah kendali kolonial.
Pembentukan Kabupaten Blitar ini menandai awal babak baru dalam sejarah lokal, dengan Ronggo Hadi Negoro sebagai tokoh kunci di pusat perubahan tersebut.
Munculnya Ronggo Hadi Negoro sebagai Bupati Pertama Blitar
Sejarah penghapusan Kabupaten Srengat dan terbentuknya Kabupaten Blitar mencerminkan perubahan mendasar dalam peta kekuasaan Jawa Timur pada abad ke-19. Pada masa kejayaannya, Srengat, yang dipimpin oleh Adipati Nilasuwarna dan kemudian R. Ngabehi Suro Lenggowo, menjadi pusat kekuasaan setelah kemunduran Blitar. Blitar, yang sebelumnya dipimpin oleh Arya Balitar, mengalami penurunan signifikan setelah kematiannya, menyisakan kekosongan yang tidak segera diisi oleh Kesultanan Demak.
Setelah Perjanjian Giyanti pada 13 Februari, Srengat diambil alih oleh RMT Reksokusumo, putra Sultan Hamengkubuwono I dari Kesultanan Yogyakarta. Namun, seiring berjalannya waktu setelah berakhirnya Perang Diponegoro, Mertodiningrat II, yang kemudian memimpin Srengat, menolak rencana Belanda untuk mengambil alih wilayah kekuasaan keraton di Mancanegara. Keteguhan sikapnya ini menyebabkan pemecatannya, dan akhirnya, Srengat diubah statusnya menjadi distrik di bawah pengawasan Belanda
Belanda kemudian melantik R. Ngabehi Mertokusuma sebagai Bupati Srengat yang baru. Namun, ia dipaksa turun dari jabatannya karena diduga melindungi eks-pasukan Diponegoro...