Membatalkan Puasa Sunnah Karena Disuguhi Makanan Saat Bertamu, Apakah Boleh?
Reporter
Mutmainah J
Editor
A Yahya
09 - Jul - 2024, 12:17
JATIMTIMES - Memasuki bulan Muharram, banyak umat Islam yang melakukan amalan puasa. Seperti yang diketahui, berpuasa di bulan Muharram memiliki keutamaan luar biasa di antaranya adalah dapat menghapus dosa satu tahun lalu. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:
"Sangat disunnahkan puasa hari Asyura karena Nabi Muhammad saw berkata, 'Saya menganggap Allah akan menghapus dosa satu tahun yang lalu sebelum Asyura tahun ini'." Namun, amalan puasa ini tidak dilakukan oleh semua orang. Oleh karena itu, terkadang saat berpuasa dan bertamu kerumah orang, kita dihadapkan dengan suguhan makanan yang telah disiapkan oleh tuan rumah.
Baca Juga : Bolehkah Berpuasa Penuh Selama Bulan Muharram?
Menghadapi situasi seperti itu, lantas bagaimanakah cara kita bersikap? Apakah langsung mengatakan jika kita sedang berpuasa? Atau menolaknya begitu saja?
Hal yang Harus Dilakukan saat Disuguhi Makanan saat berpuasa di bulan Muharram
Dilansir dari laman NU Online, ketika menghadapi situasi seperti itu maka disunnahkan untuk membatalkan puasanya dan memakan hidangan yang disuguhkan tuan rumah.
Hal itu sesuai dengan penjelasan Syekh Zainudin Al-Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’ȋn:
يندب الأكل في صوم نفل ولو مؤكدا لإرضاء ذي الطعام بأن شق عليه إمساكه ولو آخر النهار للأمر بالفطر ويثاب على ما مضى وقضى ندبا يوما مكانه فإن لم يشق عليه إمساكه لم يندب الإفطار بل الإمساك أولى
Artinya: “Disunahkan makan (saat bertamu) ketika sedang berpuasa sunah meskipun sunah muakkad untuk menyenangkan pemilik makanan, bila mempertahankan puasa memberatkan bagi tuan rumah, meskipun sudah berada di akhir waktu siang karena adanya perintah untuk berbuka. Ia akan diberi pahala atas puasa yang telah lewat dan sunah menggantinya di hari yang lain. Namun bila mempertahankan berpuasa tidak memberatkan bagi tuan rumah maka tidak disunahkan berbuka, bahkan lebih utama mempertahankannya.” (Zainudin Al-Malibari, Fathul Mu’ȋn dalam kitab I’ȃnatut Thȃlibȋn, [Jakarta: Darul Kutub Al-Islamiyah, 2009], juz III, hal. 665).
Baca Juga : Baca Selengkapnya