Astana Oetara: Paduan Arsitektur Jawa-Eropa Karya Bung Karno di Solo
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
04 - Jun - 2024, 11:24
JATIMTIMES - Selain dikenal luas sebagai pemimpin negara yang visioner dan penggali nilai-nilai Pancasila yang luhur, Bung Karno juga memiliki bakat luar biasa sebagai seorang arsitek. Warisannya dalam dunia arsitektur tidak hanya terbatas pada bangunan fisik, tetapi juga mencakup berbagai karya monumental yang telah memperkaya sejarah dan budaya Indonesia secara signifikan.
Salah satu karya arsitektur Bung Karno yang sangat bernilai dan penuh dengan sejarah adalah Astana Oetara, tempat peristirahatan terakhir KGPAA Mangkunegara VI, yang dengan elegan menggabungkan elemen-elemen arsitektur Jawa dan Eropa.
Baca Juga : Soal Tapera, Felicia: Indonesia Perlu Belajar dari Singapura dan Malaysia
Kadipaten Mangkunegaran, bagian integral dari sejarah panjang dinasti Mataram Islam, memiliki dua astana utama sebagai tempat peristirahatan terakhir para pemimpin tertinggi: Astana Mangadeg dan Astana Girilayu di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Namun, satu pemimpin Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegara VI, tidak dimakamkan di kedua astana tersebut, melainkan di Astana Oetara di Nayu, Nusukan, Kota Surakarta.
Astana Oetara bukanlah tempat pemakaman biasa. Menginjakkan kaki di sana, peziarah seolah dibawa kembali ke masa lalu. Astana ini memiliki keunikan tersendiri dengan desain arsitektur bergaya Art Nouveau yang memadukan arsitektur Jawa dan Eropa, membedakannya dari Astana Mangadeg dan Astana Girilayu. Pembangunan kompleks pemakaman seluas 1,4 hektare ini dimulai pada tahun 1926, dua tahun sebelum Mangkunegara VI wafat.
Desain Astana Oetara adalah karya Soekarno, yang kemudian hari dikenal sebagai presiden pertama Republik Indonesia. Selain menjadi proklamator kemerdekaan, Bung Karno juga dikenal sebagai arsitek yang mewariskan banyak karya arsitektur nasional. Bung Karno, lulusan Teknik Sipil Jurusan Pengairan (Waterbouwkunde) dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menunjukkan bakatnya dalam menggambar dan desain arsitektur sejak muda.
Seorang profesor di ITB, Charles Prosper Wolff Schoemaker, melihat bakat Bung Karno dan memintanya menjadi asisten di berbagai proyek arsitektur. Salah satu rumah terkenal hasil karya mereka adalah rumah Red Tulip.
Di kemudian hari, Soekarno bermitra dengan Ir Anwari dan Roosseno Soerjohadikoesoemo, yang dikenal sebagai Bapak Beton Indonesia, dalam sebuah biro konsultan arsitektur. Pengalaman ini membentuk kematangan Soekarno dalam mewujudkan berbagai karya di era berikutnya...