MUI Blitar Respons Kontroversi Ceramah Ki Sudrun: Menegaskan Aturan Agama dan Etika Lokal
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Nurlayla Ratri
22 - Apr - 2024, 04:31
JATIMTIMES- Blitar Raya baru-baru ini diramaikan dengan kehadiran seorang penceramah kontroversial, Ki Sudrun, yang menyampaikan tausiah sambil telanjang dada. Aksi dramatis ini memicu beragam reaksi dari masyarakat, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Blitar yang memberikan respons khusus terhadap kejadian ini.
Menurut Jamil Mashadi, Sekretaris MUI Kabupaten Blitar, MUI menganggap bahwa dalam konteks fiqih, tindakan Ki Sudrun tidak melanggar aturan agama. Telanjang dada bagi laki-laki, menurut pandangan MUI, memang tidak dilarang selama aurat dari pusat hingga lutut kaki tetap terjaga. Namun, MUI menegaskan pentingnya mempertimbangkan konteks budaya lokal dalam menafsirkan ajaran agama.
Baca Juga : Awalnya Cewek Ini Ngaku Korban Perampokan, Ternyata Cuma Rekayasa
"MUI tidak memiliki kewenangan untuk menilai secara mutlak apakah tindakan Ki Sudrun benar atau salah dalam konteks agama. Namun, kami berharap agar Ki Sudrun dapat memberikan teladan yang baik kepada masyarakat, mengingat potensi dampak sosial dari aksi kontroversial tersebut," ujar Jamil Mashadi pada Senin (22/4/2024).
Pendapat MUI ini muncul sebagai respons terhadap perdebatan yang timbul di kalangan masyarakat terkait tindakan Ki Sudrun. Meskipun secara teori tindakan tersebut tidak melanggar ajaran agama, namun dalam konteks budaya lokal, hal itu dianggap tidak pantas dan menimbulkan kontroversi.
Sebagai lembaga yang memegang peran penting dalam menjaga konsistensi ajaran agama dan nilai-nilai lokal, MUI Kabupaten Blitar merasa perlu untuk memberikan pandangan yang seimbang. Meskipun tidak secara tegas menghakimi tindakan Ki Sudrun, MUI memberikan saran agar sang kiai mempertimbangkan kembali tindakannya, terutama dalam hal etika berbusana dan penyampaian ceramah.
Sementara itu, warga dan stakeholder Kabupaten Blitar sendiri juga turut berpartisipasi dalam perdebatan ini. Beberapa di antara mereka menyoroti aspek kesopanan dan etika dalam berbusana dan memberikan ceramah, sementara yang lain lebih memilih untuk fokus pada substansi ceramah Ki Sudrun.
"Penting untuk menghormati nilai-nilai lokal dan etika dalam berbusana, terutama ketika menjadi figur publik yang memberikan pengaruh besar kepada masyarakat. Namun, kita juga tidak boleh melupakan substansi dari ceramah itu sendiri, karena pesan yang disampaikan oleh Ki Sudrun juga memiliki nilai-nilai yang dapat diambil," ungkap Novi Catur Muspita, Sosiolog dari Unisba Blitar...