Hari Pahlawan: Kisah Heroik Kiai Mojo, Ulama Kharismatik di Balik Perang Diponegoro
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
11 - Nov - 2023, 04:00
JATIMTIMES - Sejarah nasional Indonesia mencatat peristiwa monumental perang terdahsyat pada tahun 1825-1830, yaitu Perang Diponegoro. Saat itu, benua Nusantara menjadi saksi pertempuran besar yang merobohkan hati penjajah Belanda.
Sebuah kisah yang membawa keberanian, kegigihan, dan persatuan kaum muslimin Jawa di bawah komando Raden Mas Ontowiryo, atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Harya Diponegoro (1785-1855).
Baca Juga : Bupati Malang Minta ASN Kenakan Atribut Palestina hingga Galang Dana
Pangeran Diponegoro adalah putra pertama Sultan Hamengkubuwono III, raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Meskipun putra pertama, Diponegoro bukan putra dari permaisuri. Ibu Diponegoro adalah istri selir sultan bernama Raden Ayu Mangkorowati.
Diponegoro memilih jalan perang sebagai hidup setelah tidak senang terhadap campur tangan Belanda dalam urusan internal Keraton Yogyakarta. Pengaruh Belanda terhadap keraton semakin menguat ketika istana sedang labil, karena Sultan Hamengkubuwono IV masih kecil. Perang resmi dimulai pada 20 Juli 1825. Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya memutuskan menerapkan strategi gerilya untuk melawan pasukan Belanda yang lebih unggul dalam jumlah prajurit dan persenjataan.
Dampak dari perang ini tidak hanya dirasakan oleh kedua belah pihak, tetapi juga mencapai jangkauan yang mengguncangkan seluruh pulau Jawa. Diperkirakan sekitar 200 juta jiwa penduduk Jawa menjadi korban, menyisakan duka yang mendalam. Sementara itu, pihak Belanda tidak luput dari derita, kehilangan 8.000 tentara totok dan 7.000 serdadu pribumi.
Dalam perjuangan heroik ini, Pangeran Diponegoro tidak sendirian. Di belakangnya, berdiri para tokoh Muslim yang memegang peran kunci, salah satunya adalah sosok ulama yang dijuluki "tangan kanan" Diponegoro, Kiai Mojo. Kiai Mojo bukan hanya seorang ulama biasa, tetapi seorang ahli strategi yang cerdas. Dengan taktik perang gerilya yang dirumuskannya, pasukan Islam terus bergerak dengan tekad menggempur kekuatan Belanda.
Pangeran Diponegoro, seorang pemimpin ulung, tidak hanya memimpin pasukan, tetapi juga menjadi simbol perlawanan dan keadilan. Ia mampu mempersatukan kaum Muslimin, bangsawan dan rakyat biasa di Jawa di bawah panji-panji perlawanan. Dalam rentang tahun 1825 hingga 1830, puluhan ribu pasukan dari berbagai strata sosial bersatu, menghadapi penjajah Belanda dengan semangat yang menyala-nyala.
Salah satu tokoh yang memberikan dukungan krusial dalam perjuangan ini adalah Kiai Mojo...