Sejarah Jamasan Kiai Bonto, Wayang Krucil yang Dikeramatkan Masyarakat Blitar
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
A Yahya
21 - Sep - 2023, 02:25
JATIMTIMES - Selain ritual budaya Jamasan Gong Kiai Pradah, Kabupaten Blitar juga punya jamasan Kiai Bonto. Berbeda dengan Gong Kiai Pradah yang cukup populer, ritual budaya dan keberadaan Kiai Bonto kurang begitu dikenal secara luas. Terkini dikabarkan, jamasan Gong Kiai Pradah dan Kiai Bonto akan dilaksanakan secara bersamaan pada 29 September 2023.
“Tradisi memandikan benda pusaka berupa sebuah gong dan wayang dengan menggunakan air kembang setaman ini selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi ribuan orang kebanyakan yang datang yaitu dari Blitar bahkan luar kota Blitar untuk ngalap (meminta) berkah. Kali ini terdapat 2 tempat perayaan ritual yaitu di Alun-alun Lodoyo untuk Jamasan Gong Kyai Pradah dan di Desa Kebonsari untuk Siraman Kyai Bonto. Ayo dulur yang penasaran dengan tradisi turun temurun ini bisa menghadirinya,” tulis akun instagram @pemkab_blitar.
Baca Juga : Dalam Kajian, CFD di Kepanjen Bakal Direalisasikan Akhir 2023
Ya, tradisi jamasan Kiai Bonto cukup unik karena lazimnya siraman dilakukan terhadap pusaka-pusaka dalam bentuk keris, tombak, gong dan lainnya. Ritual budaya jamasan Kiai Bonto adalah menjamas wayang krucil. Ada tiga buah wayang krucil dimana salah satunya diberi nama Mbah Bonto. Siraman Mbah Bonto ini dilakukan dalam sebuah upacara tradisional di Dusun Pakel, Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Ritual budaya ini rutin digelar dua kali dalam setahun yakni setiap 1 syawal dan Rabiul awal bertepatan dengan Maulid Nabi Muhamad SAW
Tradisi jamasan Mbah Bonto ini sudah hidup selama ratusan tahun. Dikisahkan seorang bangsawan dari Mataram bernama Pangeran Prabu menepikan diri ke Blitar. Di Blitar tepatnya di wilayah Blitar Selatan, Pangeran Prabu kehilangan salah putrinya karena meninggal dunia hanya beberapa saat setelah dilahirkan. Di tempat ini Pangeran Prabu kemudian meninggalkan sekotak wayang krucil di sebuah tempat yang kemudian dinamakan Dusun Pakel.
Putri Pangeran Prabu yang meninggal dunia itu bernama Raden Ayu Suwartiningsih. Dalam perkembangannya, ziarah ke makam Raden Ayu Suwartiningsih kemudian menjadi bagian dari tradisi Jamasan Kiai Bonto hingga saat ini.
Adapun proses menyirami wayang ini dimulai dengan membuka kotak hitam oleh Kepala Desa Kebonsari. Yang disiram pertama kali ialah wayang kerucil Kiai Bonto, kemudian diikuti dua wayang yang lain...