Kisah di Balik Penobatan Sultan Hamengkubuwono IX, Tanda Tangani Kontrak Politik dengan Belanda karena Terima Bisikan Gaib
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
07 - Sep - 2023, 02:29
JATIMTIMES - Dengan sejarahnya yang panjang, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat melahirkan banyak tokoh yang berjuang mengusir bangsa asing yang menjajah negeri ini. Perjuangan Kesultanan Yogyakarta telah dimulai oleh Sultan Hamengkubuwono I bersama-sama kompatriotnya, Raden Ronggo Prawirodirdjo I, mati-matian bertempur melawan VOC dalam Perang Giyanti yang berlangsung selama 8 tahun.
Perjuangan melawan bangsa asing itu kemudian dilanjutkan lagi oleh sejumlah penguasa dan bangsawan Keraton Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono II, Raden Ronggo Prawirodirdjo III, Pangeran Diponegoro, Sentot Alibasyah Abdul Mustopo Prawirodirdjo, dan terakhir Sultan Hamengkubuwono IX melanjutkan misi mengusir penjajah dari negeri ini . Nama terakhir, yaitu Sultan Hamengkubuwono IX, adalah penguasa Yogyakarta yang mendukung berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga : Waketum Gerindra: Cawapres Prabowo Idealnya dari NU
Sultan Hamengkubuwono IX memiliki nama kecil Gusti Raden Mas Dorodjatun. Ia adalah penguasa kesembilan Kesultanan Yogyakarta yang dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada 18 Maret 1940. Penobatan ini setelah sebelumnya Dorodjatun melakukan perjanjian kontrak politik dengan proses yang cukup alot dan panjang dengan Gubernur Hindia Belanda di Yogyakarta Dr Lucien Adam.
Ada cerita menarik di balik penobatan Dorodjatun sebagai penguasa kesembilan Yogyakarta. Dikisahkan pada waktu itu Dorodjatun dikirimkan ayahnya, Sultan Hamengkubuwono VIII, menempuh pendidikan ke Belanda bersama beberapa saudaranya. Dorodjatun berhasil menyelesaikan Gymnasium dan kemudian melanjutkan pendidikan di Rijkuniversitet di Leiden. Di Rijkuniversitet ia mendalami ilmu hukum tata negara.
Dorodjatun juga dikenal aktif mengikuti klub debat yang dipimpin Profesor Schrieke. Pada masa pendidikan di Belanda ini pula Dorodjatun berkenalan dan kemudian menjadi sahabat karib Putri Juliana yang di kemudian hari menjadi Ratu Belanda.
Pada tahu 1939 peta politik dunia bergerak sangat dinamis. Tanda-tanda meletusnya Perang Dunia II semakin jelas. Di tahun-tahun ini, Dorodjatun yang tengah menempuh studi di Belanda mendadak dipanggil pulang oleh ayahnya, Sultan Hamengkubuwono VIII.
Dorodjatun akhirnya pulang ke Yogyakarta dan disambut oleh ayahnya. Dalam pertemuan itu, sultan kedelapan menyerahkan Keris Kyai Joko Piturun kepada Dorodjatun.
Kyai Joko Piturun sebenarnya adalah atribut bagi putra mahkota, sehingga yang mengenakan bisa dianggap sebagai calon penerus tahta. Seperti sebuah wasiat, selang beberapa ari kemudian Sultan Hamengkubuwono VIII wafat dan dimakamkan di makam raja-raja Mataram di Pajimatan Imogiri. Saat itu Dorodjatun masih muda, usianya baru 28 tahun...