Dosen Unesa Sebut, Glokalisasi adalah Upaya Menghidupkan Nilai-Nilai Lokal di Tengah Globalisasi
Reporter
Muhamad Muhsin Sururi
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
13 - May - 2022, 02:25
JATIMTIMES - Proses globalisasi yang telah mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia telah menjadikan berbagai nilai-nilai lokal menjadi semakin tersisih. Upaya untuk tetap menghidupkan kembali nilai-nilai tersebut, beberapa ahli memberikan sumbangsih pemikiran mengenai globalisasi yang dipadupadankan dengan nilai-nilai lokal sehingga muncul istilah glokalisasi.
Menanggapi hal itu Dosen PG PAUD FIP Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Mallevi Agustin Ningrum mengatakan, sudah banyak paparan dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa glokalisasi dapat merambah ke segala aspek mulai dari ekonomi, sosial, bahasa, budaya, pendidikan, dan seterusnya.
Baca Juga : Airlangga: Kunci Pemulihan Ekonomi Indonesia Adalah Memperkuat UMKM
Seperti yang sudah dilakukan Pollifroni (2012) tentang glokalisasi ekonomi; Giulianotti & Robertson (2012) mengenai glokalisasi kondisi sosial; Salazar (2005) tentang glokalisasi budaya, Ibrahim (2017) membahas glokalisasi pendidikan.
"Hal ini tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap kemajuan perubahan masyarakat dalam menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan," kata wanita yang akrab disapa Levi melalui telpon seluler, Kamis (12/5/2022).
Dijelaskan, menurut Kraidy (2001), glokalisasi merupakan kerangka kerja konseptual yang memperhitungkan faktor global dan lokal. Ide glokalisasi dapat dilakukan melalui riset autobiografi sebagai pendekatan yang sah dalam wacana metodologi penelitian terbaru dan sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dari berbagai Negara misalnya, Kramsch & Lam, 1999; Lantolf & Pavlenko, 2001; Pavlenko, 1998, 2001; Muda, 1999 mengenai linguistik terapan.
Riset autobiografi, lanjut Levi, dapat memberikan sumbangsih pengetahuan bagi dunia pendidikan. Seperti yang telah dilakukan oleh Angel Lin, dkk (2009) bahwa pengalaman mereka dalam belajar dan membelajarkan bahasa Inggris dikaitkan dengan sosiokultural tempat mereka berasal.
"Hasil riset ini menunjukkan bahwa penulis berasal dari latar belakang bangsa dan budaya yang berbeda yakni Angel Lin (Cina), Wendy Wang (Hongkong), Nobuhiko Akamatsu (Jepang), dan Mehdi Riazi (Iran)," jelasnya.
Peneliti ini menceritakan pengalaman awal mereka tentang belajar bahasa Inggris di negaranya masing-masing dengan menunjukkan sosiokultural mereka.
Angel Lin, sebut Levi, berasal dari keluarga Cina yang notabene menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa sehari-hari dan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa yang dipelajari di sekolah saja. Wendy Wang, mempelajari bahasa Inggris setelah bertemu dengan gurunya di sekolah karena di lingkungan keluarganya tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari...