Konflik Rusia dan Ukraina Berujung Invasi, Oposisi Putin Serukan Pembangkangan Sipil
Reporter
Desi Kris
Editor
Yunan Helmy
01 - Mar - 2022, 05:56
JATIMTIMES - Konflik Rusia dan Ukraina yang berujung invasi terhadap Ukraina mulai Kamis (24/2/2022) hingga kini masih belum juga selesai. Ratusan warga Ukraina disebut telah menjadi korban dalam perang tersebut.
Namun, gerakan menentang tindakan Rusia itu bukan hanya datang dari banyak negara lain. Dari dalam negeri Rusia pun, Presiden Rusia Vladimir Putin menuai perlawanan.
Baca Juga : Hadiri Peletakan Batu Pertama Masjid Baitul Quds, Ini Kata Bupati Tulungagung
Alexei Navalny, oposisi Presiden Putin, telah menyerukan warga Rusia untuk melancarkan gerakan pembangkangan nasional di negara itu untuk menolak invasi di Ukraina, Senin (28/2/2022).
"Putin menyerukan perang ke Ukraina dan mencoba membuat semua orang berpikir Ukraina diserang oleh Rusia, yang mana, oleh kita semua. Namun itu tidak benar," tulis kubu Navalny dalam akun Twitter mereka, sebagaimana dilansir Reuters.
"Kita harus menunjukkan kita tidak mendukung perang. Kami mengajak warga Rusia untuk menunjukkan pembangkangan sipil. Jangan diam saja," lanjut cuitan tersebut.
Navalny, oposisi terkuat Putin, dipenjara pada 2021 saat ia kembali ke Rusia setelah sempat berada di Jerman. Menurut kubu Barat, Navalny dikatakan sempat akan diracun di Siberia.
Kendati demikian, Rusia membantah melakukan serangan tersebut. Sejak itu, otoritas Rusia terus bersikap represif kepada oposisi.
Baca Juga : Bijak Bermedsos Disosialisaiskan di Lumajang, agar Tidak Terjerat Kasus Tindak Pidana
Sejumlah tokoh oposisi kunci pergi ke pengasingan karena pemerintah mengklaim mereka sebagai 'agen asing.' Sementara, kelompok OVD-Info yang memantau protes dan penangkapan di Rusia menyatakan, ada 6.006 orang yang ditangkap dalam demo anti-perang.
Demo itu terjadi setelah Rusia memutuskan menginvasi Ukraina pada 27 Februari lalu. Putin mengklaim invasi ini adalah operasi khusus untuk demiliterisasi dan "denazifikasi" negara itu.
Namun, Ukraina dan negara Barat membantah tuduhan tersebut dan menilainya sebagai propaganda tak berdasar...