Ulama KH Muhammad Najih Maimoen Layangkan Surat Terbuka Perihal PPKM Darurat Tanpa Persiapan
Reporter
Ahmad Istihar
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
11 - Jul - 2021, 08:12
INDONESIATIMES - Ulama KH Muhammad Najih Maimoen (Gus Najih) layangkan surat terbuka ditujukan kepada Fraksi- Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia perihal PPKM Darurat, Sabtu (11/07/2021).
Dalam surat terbuka dituliskan keputusan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat se-Jawa dan Bali tanggal 03 - 20 Juli 2021 oleh Presiden Joko Widodo dinilai mendadak dan terkesan tergesa - gesa tanpa memberikan waktu bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri.
Baca Juga : Belum Sempat Bantu Sahabat Positif Covid-19, Joshua Tergerak Bagikan Paket Sembako untuk Pasien Isoman
Alasan dalam tulisan Gus Najih menyebutkan bahwa, pemerintah tidak mau menanggung beban hidup masyarakat yang dipaksa harus di rumah dan membatasi kegiatan di luar.
Dia juga menyoal masa PPKM darurat lagi-lagi masjid-masjid, syiar-syiar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, qurban dan tempat pendidikan dilarang untuk melakukan kegiatan, sedangkan tempat ibadah non Islam tidak pernah ditutup.
Generasi muda bangsa dibiarkan bodoh dan bebas berkeliaran serta rendah tingkat kognisi, afeksi, dan psikomotor yang dimiliki karena tidak bisa belajar tatap muka.
Dia menilai pedagang-pedagang kecil dan asongan tidak boleh buka atau paling tidak dibatasi waktu jualnya bahkan sampai dibentak-bentak, dipukul, dan disita barang dagangannya petugas tanpa rasa kasihan. Penggusuran lapak di Semarang, razia dan penyemprotan secara semena-mena di daerah Tegal, Rembang, Kudus, Pekalongan, Pasuruan dan daerah lainnya.
Bahkan gara-gara menjual 4 mangkok bubur pedagang di Tasikmalaya di denda Rp 5 juta. Mereka sangat arogan memperlihatkan dendam dan kebencian terhadap ajaran syariat dan umat Islam, tidak ada lagi rasa peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Bahkan saat ini beredar di media bahwa hewan-hewan yang akan dibuat korban pun harus lulus swab. Sementara pusat-pusat perbelanjaan milik korporasi besar dan konglomerat dibiarkan buka, diskotik, gereja masih menjalankan aktivitas seperti biasanya.
Masyarakat kecil ditutup akses jalannya untuk mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, bayar listrik, BBM, serta pajak yang makin banyak, sementara pekerja-pekerja dari Cina dan wisatawan dari India dipersilahkan masuk. Sebagian pejabat marah dan bentak-bentak dalam siaran pers menyalah-nyalahkan masyarakat seakan sebagai biang keladi meningkatnya angka positif Covid-19, sementara kerumunan pesta pejabat dan kampanye politik dibiarkan...