Adu Banteng Keluarga Soetjipto dan Tri Rismaharini di Pilwali Surabaya
Reporter
M. Bahrul Marzuki
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
13 - Nov - 2020, 09:31
Sore itu, di antara suara adzan maghrib yang terdengar berkumandang di gedung DPRD Surabaya seorang kader PDI Perjuangan mengungkapkan rasa gundah-gulananya.
"Aku bingung sebagai kader ini," ujar kader yang tak ingin disebutkan namanya di media ini, Kamis (12/11) sore.
Kebingungannya lantaran masih adanya konflik internal di tubuh PDIP Surabaya menghadapi Pilwali tahun ini.
Kader ini semakin terperangah, ketika tahu Jagad Hariseno anak tertua dari alm Soetjipto beserta adik bungsunya Lesmana Dewi menyatakan dukungan kepada paslon lain Machfud Arifin dan Mujiaman. Padahal DPP PDIP sendiri sudah secara resmi merekom pasangan Eri Cahyadi dan Armuji.
Seno selain anak tertua dari Soetjipto, juga merupakan kakak dari Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana.
Seno saat ini memilih membelot lantaran PDIP tak mengusung kader sendiri. Padahal ayahnya dulu adalah salah satu pendiri PDIP.
Partai yang lahir dari Posko Jalan Pandigiling, Surabaya. Dan dahulunya sempat menamakan diri PDI Pro Mega (Promeg) sebelum kemudian resmi berubah nama menjadi PDI Perjuangan di era reformasi.
Seno saat ini bahkan sudah tak sekedar kecewa saja. Tapi dia merasa terpukul dengan gagalnya direkom Whisnu Sakti dalam Pilwali Surabaya. Karena DPP PDIP lebih memilih jago dari Tri Rismaharini, Eri Cahyadi.
Seno kemudian berani menyindir Tri Rismaharini sebagai kacang yang lupa pada kulitnya. “Sikap politik saya ini sebagai bentuk kritik pada Bu Risma yang sudah tidak lagi melihat sejarah,” kata Seno usai melakukan ziarah di makam ayahnya bersama Machfud Arifin di TPU Keputih.
Seno menambahkan, dulunya Risma adalah bukan siapa-siapa. Hingga kemudian ayahnya memperjuangkan rekom untuk maju sebagai calon wali kota. Saat itu Soetjipto masih menjabat sebagai pimpinan di DPP PDIP periode 2005-2010. “Dan saya juga orang turut yang mengusulkan rekom Risma ke Ketua Umum PDIP Bu Mega saat itu,” imbuh Seno.
Melihat adanya kejadian tersebut kader ini dapat memahami kemarahan dari keluarga Soetjipto. "Saya melihatnya sudah masuk urusan personal dan pribadi ini. Antara keluarga pak Tjip dengan bu Risma," tuturnya.
Kejadian ini dianggap oleh kader tersebut tak disangka bakal sepelik saat ini. Meskipun dia sejak awal sudah memprediksi bakal adanya perpecahan sejak DPP DPIP tak merekom kader sendiri dalam ajang pilwali.
Kader tersebut juga mengaku sempat menemui Whisnu Sakti di rumah dinas seminggu usai turunnya rekom dari DPP PDIP. "Saya ndak berani langsung menghadap waktu itu. Karena bos masih marah. Seminggu setelahnya kan tensi agak turun," lanjut dia.
Saat bertemu Whisnu tersebut kader yang juga loyalis Soetjipto ini sempat menanyakan untuk bersikap bagaimana usai DPP PDIP merekom jago dari Risma. Namun, yang didapat oleh kader ini jawaban singkat dari WS. "Koen koyok arek wingi sore ae (kamu seperti anak kemarin sore saja)," ucap kader tersebut menirukan ucapan dari WS...