JATIMTIMES - Yulianto (47) warga Dusun Polaman, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang diduga mengalami hilang pengelihatan usai divonis katarak dan menjalani operasi di Rumah Sakit Umum (RSU) Pindad, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Sekitar setahun kemudian, Yulianto akhirnya melaporkan dugaan malapraktik tersebut ke Polres Malang, Jumat (26 September 2025).
Yulianto saat itu mendatangi Polres Malang dengan didampingi keluarga dan kuasa hukumnya. Ia terlihat tertatih-tatih dan harus dibopong oleh keluarganya lantaran kesulitan untuk melihat ketika berjalan mendatangi ruang Satreskrim Polres Malang.
Baca Juga : Arema FC: Tragedi Kanjuruhan Jadi Titik Balik Reformasi Sepak Bola, Bukan Sekadar Peringatan
Kepada awak media, Yulianto kemudian menjabarkan awal mula dirinya kehilangan pengelihatannya tersebut. "Awalnya ada kendala mata, kok bisa lihat tapi tidak jelas," ujarnya.
Oleh keluarganya, Yulianto kemudian disarankan untuk periksa mata ke fasilitas kesehatan. Yulianto akhirnya menuruti saran dari keluarganya tersebut. Hingga kemudian, untuk kali pertama Yulianto memeriksakan matanya pada tahun 2024 silam. "Periksa pertama kali ke Cokro, Rumah Sakit Pindad," ujarnya.
Pada saat itu, Yulianto diarahkan untuk minta rujukan terlebih dahulu ke klinik atau puskesmas. Akhirnya Yulianto memilih untuk meminta rujuk ke klinik yang disarankan oleh rumah sakit. "Setelah dikasih surat rujukan, baru ke Rumah Sakit Cokro, Pindad," imbuhnya.
Saat di rumah sakit itu lah, Yulianto langsung diarahkan ke poli mata. Di sana, ia sempat diperiksa. "Kemudian saya langsung divonis katarak. Ditanya, ada BPJS atau tidak? Waktu itu tidak (ada)," ujarnya.
Mendengar perkataan tersebut, disampaikan Yulianto, pihaknya mendapatkan saran dari pihak RSU Pindad untuk mengurus BPJS Kesehatan. "Katanya dokter, kalau operasi Rp 7 juta. Dari pada Rp 7 juta, maksudnya uang segitu sayang, lebih baik mengurusi BPJS kalau operasi," ujar Yulianto saat menyampaikan saran dari pihak rumah sakit kala itu.
Pada akhirnya, Yulianto nurut dan segera mengurus BPJS. Setelahnya, ia kembali ke rumah sakit sembari kembali membawa surat rujukan dari klinik. "Terus, kata dokternya memang betul-betul katarak, dioperasi," imbuhnya.
Mendengar vonis tersebut, Yulianto kemudian menanyakan berapa persentase matanya bisa kembali pulih jika menjalani operasi. Pihak rumah sakit kemudian menyampaikan jika diberikan obat tetes hanya akan sekedar meredakan. Sedangkan kalau pasca operasi, penyembuhan katarak bisa 100 persen.
"Makanya saya berani operasi. Kalau bilangnya 80 persen, saya tidak mau, tapi bilangnya 100 persen (sembuh), makanya saya mau (dioperasi)," imbuhnya.
Hingga akhirnya, usai mendapatkan rujukan, sekitar satu minggu kemudian, yakni pada 16 September 2024, Yulianto dijadwalkan menjalani operasi. Yakni sekitar pukul 17.00 WIB.
"Kalau tidak salah, dari tujuh orang, saya yang terakhir dioperasi. Tapi kemudian rawat inap," ujarnya.
Mulanya, Yulianto sempat menanyakan kenapa dirinya harus dirawat inap. "Katanya saya punya penyakit gula. Tapi kalau memang penyakit gula, kenapa berani dioperasi, faktanya saya dioperasi," imbuhnya.
Yulianto akhirnya menurut. Usai menjalani tindakan operasi, Yulianto menjalani rawat inap dan sempat mencoba beristirahat di ruang rawat inap. Ketika itu, kondisi matanya masih ditutup.
"Setelah itu (datang) susternya, saya bilang: sus ini bisa dibuka kapan? Susternya menjawab: kata dokternya jam 21.00 WIB sudah bisa dibuka, pak," bebernya.
Beberapa saat kemudian, perawat rumah sakit tersebut mendatangi Yulianto di ruang rawat inap. Yakni untuk membantu membuka penutup matanya. "Malam setelah itu (dibuka), sudah tidak bisa lihat lagi dan sakitnya luar biasa," tuturnya.
Mirisnya, kondisi tersebut dirasakan Yulianto pasca operasi. Ia mengalami kebutaan alias kehilangan pengelihatannya saat masih di rawat inap di rumah sakit. "Tidak bisa (lihat), pet (gelap), tambah parah (dibandingkan sebelum operasi)," keluhnya.
Yulianto saat itu kemudian menyuruh istrinya untuk memanggil perawat. Namun tidak ditanggapi hingga menjelang pagi. "Padahal saya sakitnya sudah luar biasa, tapi tidak di respon," keluhnya.
Baca Juga : Usai Curhat di Podcast, Mantan Dosen UIN Malang Diberi Saran Ini oleh Densu
Yulianto pada akhirnya memilih untuk pasrah. Mencoba menenangkan dirinya dan beranggapan dokternya tidak ada di rumah sakit.
Keesokan harinya, saat pagi hari, Yulianto akhirnya baru diberikan obat yang disebut merupakan pereda nyeri. Yulianto mengaku, dirinya hanya menjalani rawat inap sehari semalam. Sehingga setelahnya ia diperkenankan pulang.
"Pulang ke rumah sekitar jam 12.00 WIB. Kemudian habis magrib, terjadi pendarahan sampai jam delapan pagi (keesokan harinya). Saya akhirnya ke Rumah Sakit Cokro lagi," tuturnya.
Ketika konsultasi, Yulianto dijanjikan matanya akan dibersihkan di ruang operasi. "Saya kira ya cuma dibersihkan saja, tapi kenyataanya, sore ketika ke situ (rumah sakit) ada tujuh orang lagi. Saya yang terakhir kali, ternyata saya dioperasi lagi," ujarnya.
Sebelumnya, dokter juga menyebut jika terjadi keanehan pasca operasi sebelumnya. Di mana, jahitannya jebol. "Katanya dokter: kok aneh ya, di luar nalar. Jahitannya kok jebol semua," ucap Yulianto.
Usai menjalani operasi sebanyak dua kali berturut-turut, dokter yang menangani Yulianto menyebut operasinya berjalan dengan baik. Sehingga Yulianto langsung memilih pulang usai menjalani operasi kali kedua tersebut. "Saya tidak mau rawat inap, trauma, akhirnya pulang," imbuhnya.
Satu minggu kemudian, Yulianto dijadwalkan kontrol ke rumah sakit. Namun, dokter saat ia kontrol tersebut bukanlah dokter yang mengoperasi matanya. "Kemudian disuruh menginap (rawat inap) tujuh hari karena perawatan, saya tidak mau," ujarnya dengan nada kesal.
Ketika kontrol tersebut, Yulianto mengaku sudah mengalami hilang pengelihatan. Selain kebutaan, juga masih keluar darah di bagian yang dioperasi tersebut.
"Disuruh menginap tujuh hari, katanya untuk perawatan. Saya teringat berkali-kali dicoblos (operasi) kan sakit. Jadi saya tidak mau, saya trauma," imbuhnya.
Setahun kemudian, Yulianto tetap tidak bisa melihat. Padahal, sebelum operasi ia masih bisa melihat meskipun samar-samar. "(Mata yang dioperasi) biasanya kan satu, kalau normal baru yang satunya," imbuhnya.
Selain ke rumah sakit, Yulianto mengaku tidak pernah menempuh pengobatan lainnya. Bahkan ia tidak pindah-pindah rumah sakit. Namun, dua tahun ini, pengelihatannya terganggu. Setahun pengelihatannya berkurang, setahun kemudian pengelihatannya hilang pasca operasi.
"Ini kan merugikan, saya tidak bisa lihat anak saya, saya jengkel. Tapi bagaimana lagi, nasib," pungkasnya.
Sementara itu, dalam konfirmasinya, pihak RSU Pindad mengaku bakal tetap mengikuti proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku atas adanya laporan dari Yulianto ke Polres Malang tersebut. Sebelumnya, Pihak RSU Pindad mengaku juga telah berupaya melakukan itikad baik termasuk menjalin komunikasi dengan pihak Yulianto.
"Pada 20 Agustus 2025, kami telah beritikad baik yakni mengundang pasien atau keluarga beserta kuasa hukumnya dan telah melakukan komunikasi secara terbuka untuk memperoleh hasil terbaik bagi semua pihak," pungkas Humas RSU Pindad Turen Yanuar Rizal Al'Rosyid.