JATIMTIMES - Menjadi anggota DPRD Kabupaten Situbondo tidak membuat salah satu legislator dari Fraksi PDIP hanya membahas persoalan politik semata. Rudi Afianto, ketua Komisi I DPRD dan politisi PDIP, juga sangat gemar mengoleksi pusaka, tosan aji dan barang antik. Di antara ratusan koleksinya, terdapat puluhan keris dan belasan tombak.
Rudi mengatakan telah menggemari dunia perekerisan dan tosan aji sejak tahun 1995. Saat itu terdapat 10 keris warisan dari orang tua dan kakeknya.
Baca Juga : Fasilitas Pasar Hewan Plaosan Memprihatinkan, Pedagang Sapi Mengadu ke Ketua DPRD Magetan
"Sejak tahun 1995, tidak terlalu banyak pusaka warisan keluarga. Ada kalau 10 keris dan satu ousaka tombak pamong," ungkap Rudi di kediamannya.
Awal JatimTIMES masuk ke kediamannya, sudah disambut puluhan keris dan satu tombak yang tertata rapi di "blawong" atau tempat atau dudukan untuk memajang keris di ruang tamunya.
Hingga kini, Rudi mengaku telah mengoleksi setidaknya 60 keris dan 16 tombak dengan berbagai jenis dapur serta pamor. "Ada kalau 60-an lah. Kalau tombak masih belasan. Kalau dapurnya kebanyakan jalak atau keris lurus, tapi juga ada beberapa yang keris lhuk. Kalau ditanya kesukaan sebenarnya dapur naga," ungkapnya.
Dari puluhan koleksinya, ada dua koleksi yang menarik perhatian penulis. Yakni salah satu keris warisan sesepuh keluarga milik Rudi, yakni keris dengan dapur jalak tilam upih dengan motif atau pamor dwi pamor (rdua motif) Banyu Milih dan Jujung Derajat. Selain itu, ada tombak pamong yang menurut cerita merupakan salah satu pusaka yang menjadi pusaka desa zaman sesepuh keluarga Rudi terdahulu.
"Kalau keris warisan sesepuh, Tilam Upih kalau menurut cerita sudah ratusan tahun usianya dipegang keluarga saya sejak leluhur saya diturunkan hingga ke saya. Ini juga yang tombak, kalau orang bilang tombak pamong, dulu menjadi pusaka desa, kemudian diwariskan ke kakek, kakek ke bapak saya terus ke saya," ungkap Rudi sembari menunjukkan pusaka tersebut.
Saat ditanya mengapa suka mengkoleksi keris dan tombak, Rudi menjelaskan bahwa dia melihat keris buka dari wingit atau mistisnya, namun keindahannya. Dia mengatakan ada keindahan di balik racikan bahan keris, sehingga membuat motif yang indah bisa keluar yang kemudian dikenal sebagai pamor.
"Keris ini karya seni seorang empuh, yang ditempah beribu-ribu kali, bilah logam dengan racikan yang setiap empuh berbeda. Kemudian logam-logam tersebut dilipat berpuluh-puluh kali, bahkan ada yang ratusan kali. Setelah itu dibentuk menjadi keris, sehingga munculah berbagai pamor dan motif. Ini kan warisan leluhur yang indah. Sangat sayang kalau tidak di jaga dan dilestarikan," ujarnya.
Baca Juga : Pimpin Apel Hari Pertama, Wali Kota Malang Akan Pantau Kinerja Organisasi Perangkat Daerah
Tidak hanya koleksi sepuh atau tua, Rudi juga mengoleksi keris buatan baru atau di kalangan pecinta tosan aji disebut kamardikan. Alasannya sederhana, yakni untuk menghargai karya empuh muda sehingga regenerasi empuh pengrajin keris tidak punah.
"Di Aeng Tong-Tong Madura, salah satunya. Di sana desa pengrajin keris khas Madura. Bahkan Malaysia Singapura pesan belah keris Melayu ke pengrajin Aeng Tong-Tong. Belum lagi empuh dari Jogja, Solo atau Surakarta, Bali, Bugis, dan berbagai pusaka dan senjata tradisional Nusantara lainnya. Ini kan harus ada regenerasi, harus ada penerusnya. Kalau tidak ada meneruskan ya akan dilupakan dan dilibas oleh zaman," imbuhnya.
Rudi berharap banyak anak muda yang mencintai warisan leluhurnya, termasuk keris dan senjata tradisional lainnya, dan jangan selalu mengaitkan dengan hal-hal mistis.
"Keris, pusaka senjata tradisional itu jangan selalu dikaitkan dengan hal mistis. Yang percaya monggo tidak masalah. Yang nggak percaya juga monggo. Intinya ayo bersama-sama melestarikan warisan budaya. Mau keris, tombak, tarian dan jenis warisan lainnya, sehingga terus terjaga, tidak diakui oleh negara lain, dan terus beregenerasi," harapnya.