JATIMTIMES - Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) mencatat, gini ratio di Jatim pada September 2024 mengalami kenaikan tipis menjadi 0,373 dari yang sebelumnya 0,372 di bulan Maret 2024. Artinya, kesenjangan ekonomi antara masyarakat kaya dan miskin mengalami kenaikan.
Gini ratio merupakan salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan. "Nilai gini ratio berkisar antara 0–1. Semakin tinggi nilai gini ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi," jelas BPS Jatim dalam laporan terbarunya, dikutip Sabtu (18/1/2025).
Baca Juga : Percepat Pembangunan Infrastruktur, Pemkot Surabaya Kolaborasikan APBD dan Sumber Pendanaan Alternatif
Berdasarkan daerah tempat tinggal, gini ratio daerah perkotaan pada September 2024 tercatat sebesar 0,388. Angka ini naik sebesar 0,001 poin dibanding gini ratio Maret 2024 yang sebesar 0,387.
"Untuk daerah perdesaan gini ratio September 2024 tercatat sebesar 0,332. Angka ini naik sebesar 0,007 poin dibanding Maret 2024 yang sebesar 0,325," sebut BPS Jatim.
BPS Jatim mencatat, dari tahun ke tahun gini ratio di Jatim mengalami naik turun. Pada Maret 2013, gini ratio Jatim tercatat sebesar 0,364 dan terus meningkat hingga mencapai angka tertinggi pada Maret 2015, yaitu sebesar 0,415.
Pada periode September 2015 nilai gini ratio mulai turun menjadi 0,403, kemudian pada September 2017 meningkat kembali menjadi sebesar 0,415. Lalu, nilai gini ratio pada Maret 2018 turun menjadi sebesar 0,379, dan cenderung mengalami tren penurunan menjadi sebesar 0,364 pada September 2021, kemudian kembali naik menjadi sebesar 0,371 pada Maret 2022.
Selain gini ratio , indikator lain yang dapat menggambarkan tingkat ketimpangan pengeluaran adalah Indeks Theil dan Indeks-L. Indeks Theil lebih sensitif melihat perubahan distribusi pengeluaran penduduk pada kelompok atas (penduduk kaya), sedangkan Indeks-L lebih sensitif melihat perubahan distribusi pengeluaran penduduk pada kelompok bawah.
BPS Jatim menyebut, berdasarkan angka Indeks Theil selama Maret 2024-September 2024 terjadi kenaikan dari 0,265 menjadi 0,279. Ini menunjukkan bahwa ketimpangan penduduk pada kelompok atas (penduduk kaya) semakin melebar.
Berdasarkan Indeks-L untuk periode Maret 2024-September 2024 juga terjadi kenaikan dari 0,223 menjadi 0,227. Untuk Indeks-L di perkotaan naik dari 0,240 menjadi 0,244 yang berarti ketimpangan penduduk di kelompok bawah semakin besar di perkotaan.
"Demikian pula untuk wilayah perdesaan terjadi kenaikan Indeks-L dari 0,170 menjadi 0,177, hal ini berarti bahwa distribusi pengeluaran penduduk pada kelompok bawah cenderung melebar," papar BPS Jatim.
Baca Juga : Menteri PU Minta Stadion Kanjuruhan Tak Dibandingkan Secara Nominal: Ada Sejarah yang Harus Dijaga
Kondisi ini sejalan dengan kenaikan angka gini ratio baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan selama Maret 2024-September 2024. Lebih lanjut, BPS Jatim juga mengungkap persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia, sebagai ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan.
Berdasarkan ukuran ini, tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori. Yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.
"Pada September 2024, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18,94 persen. Ini berarti menurut tingkat ketimpangan ukuran Bank Dunia, Provinsi Jawa Timur berada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan September 2024 ini naik 0,25 poin jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2024 yang sebesar 18,69 persen," tandas BPS Jatim.
Jika dibedakan menurut daerah, pada September 2024 persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan adalah sebesar 18,41 persen. Sementara persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan tercatat sebesar 20,63 persen. Meskipun mengalami kenaikan, menurut kriteria Bank Dunia,baik daerah perkotaan maupun perdesaan Jatim masih termasuk ketimpangan rendah.
Dalam periode Maret 2024-September 2024, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah baik di perkotaan maupun perdesaan cenderung naik.
Namun demikian, kenaikan persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan.