JATIMTIMES - Sejarah Nusantara adalah arena tarik-menarik narasi, mitos, dan fakta. Salah satu perdebatan menarik adalah klaim bahwa Raja Mataram Islam merupakan keturunan Majapahit. Klaim ini, selain membangun legitimasi, juga berfungsi sebagai alat politik untuk menghubungkan kekuasaan baru dengan kejayaan masa lalu. Tetapi, sejauh mana klaim ini berdasar fakta sejarah, dan kapan narasi tersebut muncul pertama kali?
Dari babad hingga catatan kolonial, perdebatan ini terus hidup. Dalam artikel ini, kita akan mengulas berbagai sumber lokal dan asing tentang klaim ini, mencoba menjawab pertanyaan: Apakah Raja Mataram pertama benar-benar keturunan Majapahit?
Baca Juga : Peringati Haul Gus Dur, Jurnalis Nahdliyin Ajak Ketua Partai Ini Tahlilan Bareng
Mataram: Penerus atau Pemula?
Kisah Mataram Islam bermula dari Alas Mentaok, hutan lebat yang diberikan Sultan Pajang, Hadiwijaya, kepada Ki Ageng Pamanahan sebagai hadiah atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang pada 1558. Pamanahan, seorang prajurit sekaligus petapa, kemudian membuka Alas Mentaok menjadi desa bernama Mataram. Putranya, Danang Sutawijaya, kelak menjadi Panembahan Senopati, raja pertama Mataram Islam.
Namun, yang menarik adalah narasi genealogis Mataram. Menurut Babad Tanah Jawi (1722) dan Sajarah Banten (1662/1663), Ki Ageng Pamanahan adalah keturunan Bondan Kejawan, putra Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V. Dengan demikian, Mataram Islam diklaim sebagai penerus dinasti Majapahit yang runtuh akibat ekspansi Kesultanan Demak.
Namun, sumber-sumber Belanda awal abad ke-17 menceritakan hal berbeda. Menurut J.P. Coen, leluhur Sultan Agung adalah rakyat biasa yang bekerja sebagai pembawa sirih. François Valentyn bahkan menyebutkan Kiai Gede Mataram hanyalah budak Sultan Demak. Bagaimana mungkin klaim genealogis semegah itu tidak muncul dalam catatan kolonial, jika memang eksis sejak awal?
Narasi Lokal dan Asing yang Berseberangan
Klaim keturunan Majapahit tampaknya baru mengemuka setelah era Sultan Agung. Catatan paling awal yang menghubungkan Mataram dengan Majapahit adalah Sajarah Banten. Sebelumnya, raja-raja Mataram tampak tidak terlalu menonjolkan hubungan ini.
Ketika Panembahan Senopati memproklamirkan diri sebagai raja, legitimasi politiknya berasal dari kekuatan militer dan mitos pertemuan dengan Ratu Kidul, bukan klaim genealogis. Cerita-cerita ini, menurut banyak sejarawan, mungkin ditulis jauh setelah masa hidup Senopati untuk memperkokoh narasi dinasti.
Hal ini berbeda dengan Raja Bali dan Trunojoyo, yang dengan lantang mengklaim diri sebagai keturunan Majapahit dan mengejek Sunan Amangkurat II sebagai "raja keturunan petani." Sebutan “Kiai Patih” yang ditujukan kepada Sultan Agung oleh Raja Bali pada 1638 mempertegas pandangan bahwa klaim genealogis Mataram tidak diterima luas di luar Jawa.
Mengapa Narasi Ini Muncul?
Penguatan klaim keturunan Majapahit pada era Amangkurat I hingga Amangkurat IV dapat dibaca sebagai respons terhadap krisis legitimasi. Setelah perang Trunojoyo (1674-1680) dan intervensi VOC, Mataram mengalami degradasi kekuasaan. Dalam situasi ini, membangun narasi yang menghubungkan Mataram dengan kejayaan Majapahit menjadi penting untuk memulihkan martabat kerajaan.
Narasi ini didukung oleh doktrin spiritual dari Ki Ageng Pamanahan, yang meyakini bahwa keturunannya akan menjadi raja besar di Jawa. Doktrin ini diteruskan kepada Panembahan Senopati dan membentuk basis ideologis Mataram sebagai penerus Majapahit.
Mataram, Majapahit, dan Masa Depan Jawa
Baca Juga : Jalur Piketnol Lumajang-Malang Longsor: Kendaraan Roda 4 dan 6 Lumpuh Total
Meski klaim keturunan Majapahit terus diperdebatkan, pengaruh narasi ini tidak bisa diabaikan. Ia menjadi elemen penting dalam membangun identitas kebangsaan di Jawa. Bahkan hingga kini, narasi ini sering muncul dalam diskusi sejarah dan budaya.
Namun, klaim ini juga mengingatkan kita pada sifat sejarah yang seringkali lebih merupakan konstruk sosial ketimbang fakta murni. Dalam hal ini, Mataram Islam menunjukkan bagaimana sejarah digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan, menjawab kebutuhan politik, dan membangun kebanggaan kolektif.
Raja Pertama Mataram Islam dan Keturunan Majapahit
Berdasarkan analisis sumber lokal dan asing, klaim bahwa Raja Mataram adalah keturunan Majapahit tampaknya baru muncul setelah era Panembahan Senopati dan Sultan Agung. Narasi ini mungkin lebih merupakan upaya konstruksi legitimasi daripada fakta sejarah.
Namun, seperti yang ditunjukkan oleh narasi ini, sejarah bukan hanya tentang apa yang terjadi, tetapi juga tentang bagaimana kita memaknainya. Bagi Mataram, klaim sebagai keturunan Majapahit adalah simbol kontinuitas, sebuah penghubung antara masa lalu yang gemilang dan masa depan yang penuh harapan.