JATIMTIMES - Tingkat stres laki-laki dan perempuan memang berbeda. Namun, kaum perempuan dipandang lebih banyak memiliki tingkat stres yang tinggi.
Dengan kemampuan multitasking, banyak kegiatan atau tugas yang harus dikerjakan dalam urusan rumah maupun urusan pekerjaan. Hal ini memicu tingkat stres yang lebih tinggi pada kaum perempuan.
Baca Juga : Tinggalkan Rumah Tiga Hari Tanpa Kabar, Remaja Putri di Kota Batu Dilaporkan Hilang
Lantas, bagaimana agar seseorang, khususnya kaum perempuan, mampu mengatasi tingkat stresnya?
Dokter Febria Rike Erliana Sp KJ, yang merupakan seorang dokter spesialis kejiwaan Rumah Sakit Islam (RSI) Unisma Malang, punya tips dalam mengelola tingkat stres seseorang, khususnya kaum perempuan agar stress berkurang.
Untuk diketahui, bahwa stres merupakan respon fisik dan psikis yang membutuhkan adaptasi atau penyesuaian diri. Namun, dalam batasan tertentu, stres ini juga memiliki dampak positif. Artinya, stres dapat memotivasi seseorang untuk dapat mencapai satu tujuan.
Stres, menurut dokter Febria, dibagi menjadi dua, yakni
distress dan eustres. Distres merupakan stres yang selalu menekan secara terus-menerus, namun seseorang tidak mampu menghadapi sehingga menimbulkan masalah fisik dan psikis.
Sedangkan eustres adalah kondisi seseorang mampu melewati stres, maka seseorang akan mampu masuk atau mengalami eustres. Eustres adalah apabila seseorang mampu menghadapi tantangan dan membuat dirinya menjadi lebih baik.
Menurut dokter Febria, agar stres terkurangi, seseorang harus mampu untuk memilih pekerjaan yang memang menjadi prioritas. Hal ini berdasarkan teori yang dikemukakan Dwight David Eisenhower, presiden ke-34 Amerika Serikat.
Dalam pidatonya, ia menyebutkan bahwa "What is important is seldom urgent and what is urgent is seldom important". Hal yang penting jarang mendesak dan hal yang mendesak jarang penting.
Kalimat ini kemudian dikembangkan oleh Stephen Covey, penulis buku The 7 Habits of Highly Effective People, menjadi Matriks Eisenhower.
Terori yang dikemukakannya adalah The Eisenhower Box. Dalam penjelasannya, ia membagi prioritas pekerjaan menjadi empat hal.
Pertama, apakah suatu pekerjaan penting dan harus dilakukan. Jika satu kegiatan atau pekerjaan termasuk hal ini, maka tapi maka harus dilakukan segera.
Baca Juga : Cegah Penyakit Rematik, IDI Burmeso Memberikan Informasi Pengobatan yang Tepat
"Misal ada pekerjaan siaran jam 9, pekerjaan ini dirasa penting dan apabila tidak dilakukan bisa kacau semua jadwalnya. Maka harus dilakukan," jelasnya.
Lebih lanjut, hal kedua adalah, apakah pekerjaan tersebut urgent atau penting tetapi tidak mendesak atau harus dilakukan sekarang. maka bisa direncanakan atau menjadwalkan.
"Tetapi, dalam perencanaan sebaiknya usahakan tidak jauh-jauh waktunya. Kalau jauh-jauh kan menunda, jadi usahakan juga sesegera mungkin," ujarnya.
Kemudian, jenis yang ketiga adalah, pekerjaan mendesak tapi tidak penting, atau ada yang lebih penting. Jika ada stau kegiatan termasuk dalam hal yang ketiga ini, maka seseorang bisa mendelegasikan.
"Misalnya, saya punya bayi, itu kan harus perlu penjagaan, tapi saya ada pekerjaan. Jadi ya harus mendelegasikan, dengan titip ke keluarga atau effort dengan bayar asisten rumah tangga. Kita perlu relasi yang baik dengan orang lain," tuturnya.
Keempat, pekerjaan yang tidak penting dan tidak mendesak. Maka seseorang dapat mengabaikan hal ini ataupun menanganinya dilain waktu. Contoh kasus dalam jenis ini adalah, misalnya membalas pesan dari orang yang tidak dikenal atau menjelajahi media sosial tanpa tujuan. "Jadi harus tahu prioritas pekerjaan ini," pungkasnya.