free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Kerajaan Larantuka: Jejak Kerajaan Katolik Pertama di Nusantara

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Dede Nana

20 - Sep - 2024, 18:40

Placeholder
Ilustrasi Penguasa Kerajaan Larantuka mengenakan jubah kebesaran. (Foto: Dibuat dengan AI/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Di sudut timur Nusantara, tersembunyi sebuah kisah yang menyentuh banyak aspek sejarah, agama, dan budaya. Kerajaan Larantuka, sebuah kerajaan yang terletak di pulau Flores atau Nusa Nipa memiliki tempat istimewa dalam sejarah Indonesia. 

Di bawah pengaruh bangsa Portugis, kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Katolik di wilayah timur Indonesia dan tercatat sebagai kerajaan Katolik pertama dan satu-satunya di Nusantara. Namun, di tengah gemerlap masa keemasannya, kerajaan ini harus menghadapi tantangan besar yang akhirnya meruntuhkannya—penaklukan oleh VOC atau Belanda. Artikel ini mengajak kita menelusuri sejarah panjang Kerajaan Larantuka, dari awal mula pengaruh Portugis hingga kehancurannya di tangan VOC.

Baca Juga : Profil Razman Nasution, Kuasa Hukum Vadel Badjideh untuk Melawan Nikita Mirzani

Latar Belakang: Nusa Nipa dan Kedatangan Portugis

Nusa Nipa, yang secara harfiah berarti "Pulau Ular", sudah dikenal sejak abad ke-14 sebagai pulau yang kaya akan sumber daya alam, terutama kayu cendana. Pulau ini kemudian dikenal sebagai Pulau Flores dalam bahasa Portugis, Cabo de Flores. 

Di dalam catatan kuno seperti Nagarakretagama, pulau ini disebut sebagai Galiyao, sebuah wilayah yang dikatakan menjadi pusat perdagangan dan penghasil kayu cendana yang diminati oleh para pedagang dari berbagai belahan dunia.

Pada abad ke-16, gelombang kedatangan bangsa Portugis mulai memasuki Nusantara. Selain untuk memperdagangkan barang-barang berharga seperti rempah-rempah dan kayu cendana, mereka juga membawa misi penyebaran agama, yang dikenal sebagai misi Gold, Gospel, and Glory—Emas, Injil, dan Kemuliaan. 

Salah satu wilayah yang mereka sasar adalah Nusa Nipa, yang akhirnya menjadi benteng utama mereka di kawasan timur Indonesia. Pada tahun 1512, setelah kekalahan mereka di Malaka oleh pasukan Kesultanan Demak, Portugis mulai memperkuat kehadiran mereka di Flores, dengan fokus di wilayah Larantuka.

Kristenisasi di Kerajaan Larantuka

Portugis melihat Flores sebagai tempat strategis tidak hanya untuk perdagangan, tetapi juga sebagai basis penyebaran agama Katolik. Kerajaan Larantuka, yang pada saat itu merupakan sebuah kerajaan lokal di Nusa Nipa, kemudian menjadi pusat misi Katolik yang dipimpin oleh ordo Dominikan. 

Pada tahun 1556, seorang pastor Dominikan bernama Antonio de Tavaeiro dikirim ke Larantuka untuk memulai misi penyebaran agama. Lima tahun kemudian, Pastor Antonio da Cruz mendirikan benteng di Solor dan seminari di Larantuka.

Proses kristenisasi di Larantuka terus berkembang. Jumlah penganut Katolik semakin meningkat setelah Belanda menaklukkan Malaka pada tahun 1641 yang menyebabkan gelombang migrasi penduduk Portugis ke Flores. Keberhasilan Portugis dalam menyebarkan agama Katolik di wilayah tersebut tidak lepas dari dukungan penguasa lokal. 

Pada tahun 1665, Raja Ola Adobala dibaptis dengan nama Don Fransisco Ola Adobala Diaz Vieira de Godinho, yang menandai peresmian Kerajaan Larantuka sebagai kerajaan Katolik. Setiap raja yang memerintah di Larantuka setelah itu harus dibaptis dengan nama Katolik dan mengenakan marga "Diaz Viera de Godinho" sebagai tanda pengabdian mereka kepada Bunda Maria.

Larantuka: Kota Reinha Rosari

Salah satu momen penting dalam sejarah Kerajaan Larantuka adalah pada tanggal 8 September 1886, ketika Raja Don Lorenzo Usineno II, raja ke-10 Larantuka, menobatkan Bunda Maria sebagai Ratu Kerajaan Larantuka. Upacara ini menandai perubahan signifikan dalam struktur pemerintahan kerajaan, di mana Bunda Maria dianggap sebagai pemimpin spiritual kerajaan, sementara raja yang memerintah adalah wakil dan abdi setia dari Ratu Rosari. Sejak saat itu, Larantuka dikenal sebagai "Reinha Rosari" atau Kerajaan Ratu Rosari, dengan tradisi keagamaan yang kuat dan mendalam.

Dalam kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat Larantuka, ritual-ritual keagamaan memainkan peran penting. Salah satu yang paling terkenal adalah prosesi Semana Santa, sebuah upacara keagamaan yang berlangsung setiap tahun menjelang perayaan Paskah. Prosesi ini melibatkan pengorbanan hewan dan ritus lainnya yang menggambarkan penghormatan kepada leluhur dan kekuatan ilahi, serta menegaskan kohesi sosial di antara masyarakat Larantuka.

Baca Juga : DPP GMNI Dukung Rencana Pembentukan Zaken Kabinet Pemerintahan Prabowo

Namun, kejayaan Kerajaan Larantuka tidak bertahan lama. Pada abad ke-17, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Kompeni Belanda mulai memperluas pengaruhnya di wilayah timur Nusantara. Tujuan mereka jelas—menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di Maluku. Setelah berhasil mendirikan benteng Fort Concordia di Kupang pada tahun 1838, Belanda melanjutkan ekspansi mereka ke wilayah Flores dan Timor.

Penaklukan Kerajaan Larantuka oleh VOC dimulai dengan serangkaian serangan terhadap wilayah-wilayah yang berada di bawah pengaruh Portugis. Pada 20 April 1859, Larantuka jatuh ke tangan Belanda. Penaklukan ini menandai akhir dari kekuasaan Portugis di wilayah tersebut, dan juga kemunduran agama Katolik di Flores. 

Setelah Larantuka dikuasai oleh Belanda, mazhab Katolik yang dianut oleh kerajaan perlahan mulai digantikan dengan mazhab Protestan, yang dibawa oleh misionaris Belanda bernama Matheus Van der Broek dari sekte Oud Hollandse Zending pada tahun 1614.

Dengan jatuhnya Larantuka, berakhir pula era kerajaan Katolik pertama di Nusantara. Tradisi dan kepercayaan yang dibangun selama berabad-abad mulai terkikis, meskipun sisa-sisa warisan Katolik masih dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat Larantuka hingga hari ini. Salah satu peninggalan yang masih lestari adalah prosesi Semana Santa, yang hingga kini masih diadakan setiap tahun dan menjadi daya tarik wisata rohani bagi umat Katolik di Indonesia maupun mancanegara.

 Warisan Kerajaan Larantuka

Kerajaan Larantuka mungkin telah lama runtuh, namun warisannya masih terasa hingga kini. Masyarakat Flores, khususnya di Larantuka, tetap memegang teguh tradisi Katolik yang diwariskan oleh leluhur mereka. Meski kini tidak lagi sebagai kerajaan, Larantuka tetap dikenal sebagai pusat Katolik di Indonesia bagian timur. Prosesi keagamaan seperti Semana Santa dan tradisi perayaan Bunda Maria Reinha Rosari menjadi simbol bahwa meskipun VOC telah lama menghancurkan kerajaan ini, jiwa spiritualnya masih tetap hidup.

Kerajaan Larantuka juga menjadi saksi bisu dari pertemuan dua budaya besar, Portugis dan lokal Nusantara. Pengaruh Portugis dalam kehidupan masyarakat Larantuka tidak hanya terlihat dari agama yang mereka anut, tetapi juga dalam berbagai aspek budaya, seperti bahasa, musik, dan arsitektur. Hingga kini, jejak-jejak Portugis masih bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Larantuka.

Di akhir cerita, kita diingatkan bahwa sejarah bukan hanya tentang kejayaan dan kekalahan, tetapi juga tentang bagaimana warisan budaya dan spiritual tetap hidup meskipun zaman terus berubah. Kerajaan Larantuka adalah bukti bahwa peradaban tidak pernah benar-benar hilang, melainkan terus beradaptasi dan bertahan melalui generasi-generasi berikutnya.

 


Topik

Serba Serbi kerajaan larantuka kerajaan katolik pertama portugis voc belanda



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana