free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Sultan Agung vs VOC: Serangan Kedua ke Batavia dan Akhir Ambisi Mataram

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Dede Nana

20 - Aug - 2024, 08:57

Placeholder
Kiri: Sultan Agung, penguasa Mataram yang ambisius. Kanan: Pasukan Mataram dalam serangan ke Batavia pada 1629. (Sumber foto: Sultan Agung the Movie)

JATIMTIMES - Serangan kedua Mataram ke Batavia pada tahun 1629 merupakan salah satu upaya paling ambisius dalam sejarah Nusantara untuk menantang kekuasaan VOC di wilayah tersebut. Serangan ini dipimpin oleh Sultan Agung, raja Mataram yang dikenal sebagai pemimpin yang tangguh dan penuh ambisi untuk mengusir Belanda dari tanah Jawa. Meskipun serangan ini berakhir dengan kegagalan, peristiwa ini tetap menjadi catatan penting dalam sejarah perlawanan pribumi terhadap kolonialisme Eropa di Indonesia.

Sultan Agung dari Mataram telah lama menganggap VOC sebagai ancaman besar bagi kekuasaan dan kedaulatan kerajaannya. Setelah kegagalan serangan pertama pada tahun 1628, di mana pasukan Mataram tidak mampu menembus pertahanan Batavia yang kokoh, Sultan Agung memutuskan untuk mencoba kembali dengan persiapan yang lebih matang. Serangan kedua ini diluncurkan pada tahun 1629, dengan pasukan yang lebih besar dan strategi yang lebih terkoordinasi.

Baca Juga : Manfaat Jagung untuk Kesehatan, Ternyata Bisa Mencegah Penyakit Serius

Sultan Agung memulai persiapan dengan membangun lumbung-lumbung beras di daerah Karawang dan Cirebon. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pasukan Mataram memiliki pasokan makanan yang cukup selama pengepungan. Ini merupakan pelajaran yang dipetik dari serangan pertama, di mana kekurangan logistik menjadi salah satu faktor utama kegagalan. Selain itu, Sultan Agung juga memerintahkan pembangunan peralatan militer, termasuk meriam, untuk digunakan dalam serangan tersebut.

Pada bulan Mei 1629, pasukan pertama yang dipimpin oleh Adipati Ukur mulai bergerak menuju Batavia. Pasukan ini terdiri dari sekitar 14.000 prajurit yang dibagi menjadi beberapa kelompok, dengan pasukan kedua yang dipimpin oleh Adipati Juminah menyusul pada bulan Juni. Meskipun pasukan Mataram bergerak dengan semangat juang yang tinggi, mereka segera menghadapi tantangan besar di sepanjang perjalanan.

VOC, yang telah mendengar desas-desus tentang rencana serangan ini, mulai mengirim mata-mata dan melakukan tindakan preventif untuk menggagalkan upaya Mataram. Salah satu langkah penting yang diambil oleh VOC adalah menghancurkan lumbung-lumbung beras yang dibangun oleh Sultan Agung. 

Pada tanggal 4 Juli 1629, tiga kapal Belanda menyerang Tegal dan memusnahkan 200 kapal, 400 rumah, dan gunungan padi yang disimpan di sana. Beberapa minggu kemudian, lumbung padi kedua di Cirebon juga dihancurkan oleh pasukan Belanda. Dengan hilangnya pasokan makanan ini, pasukan Mataram kembali menghadapi masalah logistik yang serius.

Pengepungan Batavia dan Kegagalan Misi

Pasukan Mataram akhirnya mencapai Batavia pada akhir Agustus 1629. Pada tanggal 21 Agustus, pelopor pertama dari pasukan Mataram terlihat oleh pos penjagaan Belanda di sepanjang Kali Ciliwung. Para prajurit Mataram segera mulai mengepung kota dari arah timur, selatan, dan barat, dengan tujuan untuk mengepung Batavia sepenuhnya dan memutus jalur suplai ke kota tersebut.

Namun, masalah yang telah dihadapi pasukan Mataram selama perjalanan mereka semakin memperburuk situasi. Selain kekurangan makanan, wabah penyakit seperti malaria dan kolera mulai melanda pasukan Mataram. Kondisi ini semakin melemahkan daya tempur mereka, membuat mereka tidak mampu melakukan serangan yang efektif terhadap pertahanan Belanda yang kuat. 

Meskipun demikian, pasukan Mataram berhasil mencemari Sungai Ciliwung, yang menjadi sumber air utama bagi penduduk Batavia. Akibatnya, wabah kolera melanda kota tersebut, dan salah satu korban yang jatuh adalah Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen, yang merupakan simbol kuat kekuatan VOC di Nusantara.

Pada 8 September 1629, pasukan Mataram mendekati benteng Hollandia, salah satu benteng utama Belanda di Batavia. Namun, upaya untuk menembus pertahanan Belanda terbukti sangat sulit. Pada tanggal 12 September, sekitar 200 prajurit Mataram mencoba menyerbu Benteng Bommel, tetapi serangan ini berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda. 

Beberapa hari kemudian, pasukan Mataram berhasil mendekati pertahanan paling luar Belanda dan menyiapkan meriam-meriam mereka. Pada tanggal 21 September, tembakan pertama dari pasukan Mataram dilepaskan, menandai dimulainya pertempuran yang sengit.

Meskipun pasukan Mataram berjuang dengan gagah berani, mereka tidak mampu menandingi keunggulan teknologi dan taktik militer Belanda. Serangan demi serangan yang dilancarkan oleh pasukan Mataram berhasil dipatahkan oleh pertahanan Belanda yang kokoh. Pada tanggal 27 September, Belanda memutuskan untuk tidak lagi mengadakan serangan umum, karena pasukan Mataram mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan kekurangan semangat akibat kelaparan yang semakin parah.

Pada tanggal 1 Oktober 1629, pasukan Mataram memulai penarikan mundur mereka dari Batavia. Selama penarikan mundur ini, banyak prajurit Mataram yang meninggal karena penyakit dan kelaparan, meninggalkan mayat-mayat dan peralatan perang mereka di sepanjang jalan. Serangan kedua ini berakhir dengan kegagalan total, dan Sultan Agung tidak pernah lagi mencoba menyerang Batavia.

Kematian J.P. Coen: Nyimas Utari dan Misi Terakhirnya

Serangan kedua Mataram ke Batavia pada tahun 1629 memang gagal menaklukkan benteng VOC, namun sejarah mencatat momen penting dari peristiwa tersebut: tewasnya Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen, akibat misi rahasia yang dilancarkan oleh seorang agen intelijen Mataram bernama Nyimas Utari.

Baca Juga : Resmi Berubah, ini Sejumlah Format Perubahan Pada SIM Baru

Nyimas Utari mungkin bukan nama yang dikenal luas oleh masyarakat umum, namun perannya dalam sejarah Mataram sangatlah signifikan. Sebagai seorang ‘Telik Sandi,’ atau mata-mata, Nyimas Utari ditugaskan oleh Sultan Agung untuk melaksanakan misi berbahaya: membunuh J.P. Coen, sosok yang menjadi simbol kekuatan VOC di Nusantara. 

Untuk menjalankan misinya, Nyimas Utari menyamar sebagai seorang penyanyi di klub perwira VOC, sebuah posisi yang tidak mudah didapat tanpa bantuan dari Wong Agung Aceh, asisten dekat J.P. Coen yang diam-diam bekerja untuk Mataram.

Pada 20 September 1629, di tengah ketatnya pengamanan VOC dan kekalahan Mataram dalam serangan kedua, Nyimas Utari berhasil menjalankan tugasnya. J.P. Coen tewas setelah menenggak minuman yang telah dicampur racun arsenik. Kematian J.P. Coen tidak hanya menghentikan karir seorang gubernur jenderal yang tangguh, tetapi juga menciptakan kekosongan kepemimpinan di tubuh VOC pada saat genting.

Namun, keberhasilan misi ini tidak lepas dari kelengahan J.P. Coen sendiri. Sang gubernur jenderal sedang dalam kondisi depresi berat setelah kehilangan istri dan anaknya yang tewas terbunuh, membuatnya lebih mudah dijebak oleh intrik yang disusun dengan rapi oleh Bagus Wanabaya, ayah Nyimas Utari.

Perencanaan mendalam ini memiliki akar yang kuat dalam sejarah keluarga Utari. Roro Pembayun, nenek Utari dan putri Panembahan Senopati, pernah menjalankan misi serupa ketika menyamar sebagai penari jalanan untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir demi kejayaan Mataram Kotagede. Roro Pembayun bahkan menemani suaminya, Raden Bagus Wanabaya, mengawasi pergerakan pasukan Mataram dalam ekspedisi militer ke Batavia pada 1627-1629.

Kegagalan serangan kedua Mataram ke Batavia tidak hanya disebabkan oleh masalah logistik dan wabah penyakit, tetapi juga oleh keunggulan teknologi militer Belanda. Benteng pertahanan Eropa, meskipun masih dalam tahap pengembangan di Batavia pada saat itu, terbukti sangat efektif dalam menahan serangan dari pasukan Mataram. Selain itu, perbedaan dalam disiplin dan taktik militer juga menjadi faktor penting dalam kegagalan ini.

Namun, meskipun gagal, serangan ini meninggalkan warisan penting dalam sejarah Nusantara. Keberanian dan keteguhan hati Sultan Agung dalam melawan VOC menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya dalam perjuangan melawan kolonialisme. Serangan ini juga menandai awal dari dominasi VOC di wilayah Nusantara, yang kemudian akan berlangsung selama lebih dari dua abad.

Sultan Agung, meskipun tidak berhasil mengusir Belanda dari tanah Jawa, tetap dikenang sebagai salah satu pemimpin terbesar dalam sejarah Indonesia. Upayanya untuk menyatukan Jawa di bawah satu kekuasaan dan melawan kekuatan asing menunjukkan visi dan keberanian yang luar biasa. Serangan kedua ke Batavia, meskipun gagal, merupakan salah satu episode penting dalam perjalanan panjang perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme.

Serangan kedua Mataram ke Batavia pada tahun 1629 adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Nusantara yang mencerminkan upaya gigih Sultan Agung untuk melawan VOC. Meskipun serangan ini berakhir dengan kegagalan, dampaknya terasa dalam sejarah panjang perlawanan terhadap kekuasaan asing di Indonesia. Keberanian Sultan Agung dan pasukan Mataram dalam menghadapi tantangan yang luar biasa ini menunjukkan semangat perlawanan yang tidak pernah pudar, meskipun menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar dan lebih kuat. Serangan ini juga menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk kebebasan dan kedaulatan sering kali diwarnai oleh kegagalan, tetapi setiap kegagalan tersebut membawa pelajaran dan inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya.

 


Topik

Serba Serbi mataram sultan agung serangan sultan agung batavia



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana