JATIMTIMES - Sekretariat DPRD Kota Blitar turut berpartisipasi dalam BEN Carnival 2024 yang diadakan pada Sabtu (13/7/2024). Mereka memukau penonton dengan penampilan seni teatrikal yang mengangkat sejarah Majapahit dan Maharaja Hayam Wuruk.
Karnaval tahunan ini semakin menegaskan reputasinya sebagai ajang promosi budaya yang melibatkan warga Blitar serta partisipasi dari berbagai daerah di Indonesia.
Baca Juga : Diskopindag Kota Malang Berencana Beri Dukungan Usaha ke Pesantren
Sekretariat DPRD Kota Blitar menampilkan pertunjukan teatrikal yang dipadukan dengan tata gerak koreografi, menceritakan kisah Maharaja Hayam Wuruk. Para seniman memakai busana zaman dulu lengkap dengan bendera Majapahit berwarna merah putih. Bendera ini, dikenal sebagai Sang Getih-Getah, tercatat dalam Prasasti Kudadu tahun 1294 M, yang menggambarkan panji-panji merah putih dikibarkan oleh pasukan Jayakatwang dari Daha yang mengejar pasukan Raden Wijaya.
Dalam wawancara dengan awak media, Ketua DPRD Kota Blitar Syahrul Alim menyampaikan kebanggaannya atas keterlibatan DPRD dalam acara bergengsi ini. “DPRD Kota Blitar ikut berpartisipasi di BEN Carnival 2024 dengan menampilkan seni budaya teatrikal dipadu tata gerak koreografi yang menceritakan Maharaja Hayam Wuruk. Kami hadirkan seniman dari Kota Mojokerto. Kami sangat mendukung acara ini karena event seperti ini mampu menghidupkan ekonomi dan mempromosikan Kota Blitar di tingkat nasional dan internasional,” ujar Syahrul.
Partisipasi Sekretariat DPRD Kota Blitar tahun ini semakin memperkaya ragam penampilan di BEN Carnival dengan suguhan teatrikal yang megah. Barisan peserta dari DPRD Kota Blitar menampilkan tari-tarian tradisional Mojokerto yang memikat hati penonton.
Dengan kostum yang megah dan gerakan yang anggun, penampilan mereka menggambarkan kekayaan budaya Mojokerto dengan indah, seolah membawa penonton kembali ke masa kejayaan Maharaja Hayam Wuruk, mempersembahkan keagungan dan keindahan sejarah Majapahit dalam setiap langkah dan gerakan.
Syahrul juga menambahkan bahwa partisipasi ini bukan hanya soal hiburan, tetapi juga sebagai upaya nyata untuk melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya lokal. “Kami ngebon (menyewa) seni budaya dari Mojokerto untuk menunjukkan bahwa kami menghargai dan mendukung pelestarian budaya dari berbagai daerah di Indonesia,” jelasnya.
BEN Carnival 2024 juga diramaikan oleh berbagai penampilan dari daerah lain serta budaya dari empat benua: Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Blitar Edy Wasono menjelaskan bahwa tahun ini BEN Carnival dikonsep lebih menarik dengan fokus pada kualitas.
“Kami menampilkan tiga kategori, yakni seni-budaya dari empat benua, kesenian dari anggota Apeksi Wilayah IV, dan seni budaya dari Nusantara. Tema bagi peserta ditentukan melalui pengundian, dan OPD bebas berkolaborasi dengan seniman dari daerah yang sesuai tema,” terangnya.
Karnaval dimulai dengan tari Gedog Balitar, sebuah tari penyambutan budaya yang memukau penonton sejak awal. Tari ini berhasil menyampaikan pesan budaya yang mendalam, menampilkan keindahan dan keunikan tradisi lokal yang menjadi kebanggaan Blitar. Penampilan ini membuka rangkaian acara dengan sempurna, mempersiapkan penonton untuk kemeriahan berikutnya.
Penampilan fashion show dari Komunitas MUA Blitar Raya juga menjadi salah satu sorotan utama. Busana-busana yang terinspirasi dari kekayaan budaya Indonesia ditampilkan dengan anggun, membuat penonton terpesona.
Keikutsertaan tamu internasional, Aurelie Moeremans, semakin menambah gemerlap acara. Aurelie, yang dikenal sebagai aktris dan penyanyi internasional, menampilkan pertunjukan yang menghibur dan penuh energi, menyatukan penonton dalam sorak sorai kegembiraan.
Wali Kota Blitar Santoso juga menyampaikan kebanggaannya atas suksesnya pelaksanaan BEN Carnival yang ketiga. “Alhamdulillah, ini tahun ketiga kita menyelenggarakan BEN Carnival. Kita berharap event ini bisa masuk dalam Kharisma Event Nusantara, karena syaratnya harus diadakan tiga kali berturut-turut,” ungkapnya.
Santoso juga menekankan pentingnya acara ini sebagai implementasi dari Trisakti Bung Karno, yakni berkepribadian dalam budaya. “Hari ini kita menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan budaya, dan ini adalah wujud dari kepribadian bangsa kita di bidang budaya,” tambahnya.
Dengan kesuksesan penyelenggaraan BEN Carnival 2024, Kota Blitar kembali membuktikan diri sebagai pusat kebudayaan yang mampu menarik perhatian dunia. Sekretariat DPRD Kota Blitar, dengan penampilan seni budaya Mojokerto, turut memberikan kontribusi besar dalam memeriahkan acara ini. Hal ini menunjukkan bahwa kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak sangat penting dalam melestarikan dan mempromosikan budaya Indonesia.
Hayam Wuruk dan Blitar: Sebuah Sejarah yang Hidup
Hayam Wuruk, lahir pada tahun 1334 dan wafat pada tahun 1389, merupakan maharaja keempat Majapahit yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389. Di masa kepemimpinannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Hayam Wuruk, yang secara harfiah berarti "ayam yang terpelajar," adalah putra dari Tribhuwana Tunggadewi, penguasa ketiga Majapahit, yang merupakan putri dari Raden Wijaya, pendiri Majapahit.
Setiap tahun, ketika musim dingin menjelang atau setelah panen selesai, Raja Majapahit Hayam Wuruk, yang bergelar Sri Rajasanagara, melaksanakan ritual keliling ke luar ibu kota. Dalam perjalanan ini, yang terdokumentasi dalam Kitab Nagarakertagama oleh Mpu Prapanca, beliau berangkat menggunakan pedati yang ditarik oleh sapi, ditemani oleh rombongan yang megah. Perjalanan ini tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga merupakan bentuk kunjungan ke daerah-daerah kekuasaan Majapahit pada masa itu, khususnya di wilayah Jawa Timur.
Baca Juga : Pj Wali Kota Kediri Zanariah Berangkatkan dan Ikuti Jalan Sehat Hari Koperasi Ke-77
Salah satu titik penting dari catatan ini adalah kunjungan Raja Hayam Wuruk ke wilayah Blitar, yang tercatat dua kali. Salah satunya terjadi pada tahun Saka tiga badan dan bulan Waisaka (1283), seperti yang terdokumentasi dalam kutipan Negarakertagama pupuh 61: “Ndan ri çakha tri tanu rawi riɳ weçaka, çri natha muja mara ri palah sabhrtya, jambat siɳ ramya pinaraniran / lanlitya, ri lwaɳ wentar mmanuri balitar mwaɳ jimbe”. Artinya: Tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, baginda raja berangkat menyekar ke Palah dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati. Di Lwang Wentar, Blitar menenteramkan cita.
Kunjungan Hayam Wuruk ke Blitar pada masa itu lebih bernuansa keagamaan, dimaksudkan untuk mempersembahkan penghormatan kepada leluhur dan memperkuat ikatan spiritual dengan dinasti Majapahit. Kegiatan kunjungannya mencakup perjalanan ke tempat-tempat suci yang dianggap sakral untuk memuja leluhur. Tempat-tempat yang menjadi fokus utama kunjungannya antara lain Candi Palah (Candi Penataran), Jimbe, Lawang Wentar (Candi Sawentar), dan juga wilayah Balitar untuk mencari kedamaian dan keharmonisan.
Dari Blitar, Hayam Wuruk dan rombongan melanjutkan perjalanan ke selatan hingga mencapai Lodaya. Di sana, mereka menghabiskan beberapa hari untuk beristirahat dan menikmati keindahan pantai selatan, sambil tetap memperkuat ikatan spiritual dengan alam sekitar dan leluhur mereka.
Setelah menjelajahi berbagai tempat suci dan memperkuat ikatan spiritual dengan leluhur, Hayam Wuruk dan rombongan terakhirnya tiba di Candi Simping. Di sana, sang raja memiliki niat untuk merestorasi candi makam leluhur. Ketika melihat Candi Simping yang sedikit miring ke barat, akibat dari pendarmaan Raden Wijaya, Hayam Wuruk memerintahkan pasukannya untuk menegakkan kembali menaranya sedikit ke arah timur.
Proses restorasi ini dilakukan dengan memperhatikan prasasti yang telah dibaca kembali, mengukur panjang dan lebar bangunan, dan memanfaatkan tugu yang sudah ada di sebelah timur sebagai titik acuan. Selain itu, untuk mendukung perbaikan ini, sebuah pura di lereng bukit digunakan sebagai denah untuk membangun kembali candi makam leluhur.
Catatan dalam Negarakertagama pupuh 70 secara spesifik menggambarkan kembalinya sang raja untuk mengunjungi Candi Simping. Pada tahun Saka angin delapan utama (1285), Hayam Wuruk melakukan kunjungan tersebut untuk memindahkan makam kakeknya. Seluruh prosesi dilaksanakan dengan penuh kepatuhan pada adat dan dipimpin oleh Rajaparakrama.
Setelah pulang dari Simping, Hayam Wuruk segera melangkah ke dalam pura. Namun, di ambang pintu, dia terdiam mendengar kabar bahwa Adimenteri Gajah Mada sedang sakit. Kehadiran Gajah Mada yang begitu penting dalam sejarah Majapahit membuat Raja Hayam Wuruk terkejut. Diiringi para adipati, baginda langsung mengunjungi tempat Gajah Mada dirawat. Sesampainya di sana, Hayam Wuruk menghabiskan waktu beberapa hari untuk mendampingi Gajah Mada dan merawatnya dengan penuh perhatian.
Sayangnya, kesehatan Gajah Mada semakin memburuk. Berbagai upaya yang telah dilakukan tak dapat menyelamatkannya, hingga Gajah Mada akhirnya wafat. Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi seluruh rakyat Majapahit. Kejadian ini, tercatat dalam Negarakertagama, mencerminkan betapa pentingnya peran Gajah Mada dalam pemerintahan Majapahit.
Hingga hari ini, warisan Hayam Wuruk dan Gajah Mada masih tetap hidup dalam catatan sejarah dan budaya Blitar, memperkuat ikatan spiritual dan budaya antara generasi masa kini dengan masa lalu.
Meneladani Kepemimpinan Raja Hayam Wuruk
Di tengah sorak sorai penonton yang terpukau oleh penampilan dramatis Sekretariat DPRD Kota Blitar di BEN Carnival 2024, Syahrul Alim, ketua DPRD Kota Blitar, mengungkapkan betapa pentingnya meneladani kepemimpinan yang terinspirasi dari Maharaja Hayam Wuruk. "Kepemimpinan Hayam Wuruk memberikan teladan yang tak ternilai bagi kita semua. Seperti beliau yang memimpin dengan bijaksana, kita di Kota Blitar juga harus mengambil inspirasi dalam membangun dan memajukan budaya serta kehidupan masyarakat," ujarnya dengan penuh semangat.
Syahrul Alim juga mengajak seluruh masyarakat Kota Blitar untuk turut serta dalam memelihara dan mempromosikan kekayaan budaya lokal. "Kami mengundang semua pihak, dari komunitas seni hingga pengusaha pariwisata, untuk bergabung dalam upaya ini. Bersama-sama, kita dapat menjadikan Kota Blitar sebagai pusat kebudayaan yang berdaya saing, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional," tambahnya.
Dengan penuh optimisme, Syahrul Alim menutup pernyataannya dengan harapan bahwa keberhasilan BEN Carnival 2024 menjadi landasan untuk peristiwa budaya masa depan yang lebih besar lagi di Kota Blitar. "Kami berharap bahwa ke depannya, BEN Carnival akan semakin meriah dan diakui sebagai salah satu event budaya terbesar di Indonesia. Ini adalah wujud nyata dari semangat kebersamaan dan kepedulian kita terhadap warisan budaya yang kita miliki," tutupnya.