JATIMTIMES - Belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut bahwa kondisi perekonomian global penuh ketidakpastian hingga 2025. Kondisi ini diamini pakar ekonomi yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Malang (Unisma), Nur Diana SE MM.
Dia menjelaskan bahwa situasi ekonomi global tengah dilanda ketidakpastian dengan berbagai faktor penyebab. Indonesia yang menjalin kerja sama dengan berbagai negara, maka mau tak mau imbas ketidakpastian ekonomi global akan sampai ke Tanah Air.
Baca Juga : Politisi Demokrat ini Ingin Santri Terlibat Aktif dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
"Efek dari luar atau situasi global pasti berimbas ke negara kita. Nggak mungkin nggak terimbas. Andaikata kita biasa ekspor, terus negara tujuan nggak beli, bagaimana? Apa di sini bisa produksi?" ungkap Nur Diana, Selasa (9/8/2024).
Maka dari itu, menurutnya pemerintah harus mengambil sikap dan mempersiapkan diri untuk mengambil sebuah keputusan yang bijak. Artinya, kebijakan yang diambil harus memperhitungkan dampak pada berbagai aspek.
Efisiensi anggaran menjadi salah satu kebijakan yang harus diambil pemerintah. Dalam hal ini, tentu berbagai plot anggaran pengeluaran atau belanja yang tak penting harus dilakukan penghapusan.
"Bagaimana sekarang masyarakat itu bisa menjalani kehidupannya, tidak menurunkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Peluang pekerjaan harus tetap ada jangan sampai berkurang atau bahkan hilang," paparnya.
Selain itu, penguatan daya beli masyarakat harus dilakukan dengan berbagai langkah. Lebih dari itu, kecintaan terhadap masyarakat produk sendiri, dikatakan Nur Diana juga harus dikuatkan untuk memperkuat ekonomi dalam negeri.
"Kalau semua pada beli barang luar negeri, tentu berdampak negatif. Apalagi periode ketidakpastian, masa transisi presiden juga belum dilantik, apakah hal ini juga direspons good news oleh dunia luar?" katanya.
Apalagi, saat ini negara juga terbebani dengan pembiayaan Ibukota Nusantara (IKN). Sementara, lanjutnya, masih banyak juga masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan atau menjadi pengangguran. Maka inilah yang menjadi pekerjaan rumah, utamanya Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator yang harus mampu menjalankan transisi dengan baik.
"Harus juga mampu melihat ke depannya seperti apa," tuturnya.
Baca Juga : Mahrojan Arobi UM ke-XVIII: Mahasiswa Humaniora UIN Maliki Malang Sabet Juara Lomba Kaligrafi
Diana menyoroti naik turunnya rupiah juga disebabkan banyak hal. Selain banyaknya masyarakat yang membeli produk luar negeri, isu internal yang ada di Indonesia dapat juga menjadi salah satu faktor. Belum lagi, turunnya trust masyarakat terhadap perbankan plat merah juga dapat menjadi satu pengaruh.
"Pemerintah harus membuat sebuah kebijakan yang ini dapat menstabilkan. Tapi yang penting adalah penyehatan anggaran, skala prioritas anggaran yang penting, IKN dulu atau kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya, terkait ketidakpastian ekonomi global hingga 2025, Sri Mulyani mengatakan, terdapat enam tantangan besar yang harus dihadapi dunia ke depan. Mulai dari suku bunga tinggi, restriksi perdagangan yang semakin ketat, volatilitas harga komoditas, ketegangan geopolitik, mulai menuanya populasi dunia, hingga buruknya dampak perubahan iklim.
Sementara, Perry Warjiyo mengatakan, bahwa ada lima problem ekonomi global yang berdampak pada ekonomi domestik. Pertama adalah terkait melemahnya potensi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Kedua, harga komoditas yang juga akan berdampak ke tekanan inflasi global.
Ketiga, potensi suku bunga AS Fed Fund Rate yang dia perkiraan baru turun akhir tahun ini sekitar 25 basis points (bps) dan sekitar 50 bps pada semester I tahun depan. Keempat, nilai tukar dolar yang masih akan menguat dan berdampak ke tekanan-tekanan dari nilai tukar mata uang seluruh dunia termasuk rupiah. Dan yang kelima, risiko-risiko konflik geopolitik yang berdampak pada tekanan arus modal.