JATIMTIMES - Puluhan Jamaah Aolia di Kapanewon Panggang Gunung Kidul mengikuti Salat Idul Fitri hari Jumat (5/4/2024) pagi hari ini. Mereka mendatangi masjid- masjid Aolia yang tersebar di sejumlah titik terutama di Kapanewon Panggang.
Di antaranya adalah warga Dusun Panggang III Kelurahan Giriharjo Kapanewon (Kecamatan) Panggang Gunung Kidul mendatangi rumah Kyai Haji Ibnu Hajar Pranolo atau yang dikenal dengan sebutan Mbah Benu. Rumah pimpinan jamaah Aolia yang konon pengikutnya mencapai ribuan orang.
Baca Juga : Daftar Tarif Tol Trans Jawa Selama Mudik Lebaran 2024
Melansir beberapa video yang tersebar di media sosial, yang salah satunya dibagikan akun X @Nol Gagal, terlihat jamaah tua muda, lelaki perempuan sejak pukul 06.00 WIB sudah mulai berdatangan. Sembari menenteng sajadah, mereka datang dengan jalan kaki ataupun dengan sepeda motor serta kendaraan roda 4 lainnya.
Gema takbir berkumandang melalui pengeras suara yang terpasang di masjid samping rumah utama Mbah Benu. Satu persatu jamaah mulai memadati kediaman Mbah Benu. Bahkan karena antusiasme yang tinggi, ada juga jamaah yang terpaksa Salat Idul Fitri di emperan pinggir jalan.
Sejumlah petugas TNI/Polri berjaga mengamankan pelaksanaan Salat Idul Fitri ini. Ada juga anggota Banser yang turut mengatur lalu lintas dan menyeberangkan para jamaah yang hendak melaksanakan Salat Idul Fitri.
Tepat pukul 06.30 WIB, Ibadah Salat Id dimulai dengan imam langsung oleh Mbah Benu. Dengan khusuk para jamaah mengikuti Salat Idul Fitri ini. Lalu mereka mencermati khutbah yang disampaikan oleh Mbah Benu.
Menantu Mbah Benu, Daud mengungkapkan hari iniJemaah Aolia memang sudah merayakan Hari Raya Idul Fitri. Mereka menggelar salat ied terlebih dahulu dibanding dengan umat muslim lainnya.
Semua itu berdasarkan keputusan dari Mbah Benu yang dipercaya memiliki kemampuan Laduni. “Semua keputusan Mbah Benu kami ikuti. Beliau lebih tahu,” kata dia.
Meski hari ini Salat Idul Fitri, namun Kamis malam tadi jamaah tidak menggelar takbiran. Mereka hanya melaksanakan salat isya saja. Dan hari ini mereka juga tidak menyelenggarakan halal bihalal karena langsung mempersiapkan salat Kumat.
Pelaksanaan Salat Idul Fitri di Gunung Kidul itupun viral dan membuat netizen kaget. Mereka bertanya-tanya mengenai penetapan Idul Fitri pada Jumat 5 April tersebut.
“Sekte Apalg ini,” kata akun @coklat***.
“selamat lebaran bagi yang sudah melaksanakan..
Cuma aku penasaran nih lur,cara penghitungan bulan ramadhannya menggunakan penanggalan apa gt.. mungkin disini ada jamaah aolia yang bisa bertukar informasi ?,” tanya @rez***.
“Bulan masih kelihatan loh...,” ujar @Santo****.
Baca Juga : Update Gate 13 Stadion Kanjuruhan: Tak Jadi Dibongkar
Terkait dengan penetapan Idul Fitri yang lebih dulu itu, Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kantor Wilayah Kemenag DIY Jauhar Mustofa menuturkan, pihaknya telah berkomunikasi perihal Lebaran jemaah Masjid Aolia ini dengan Direktur Urais Kemenag RI.
Sama seperti ketika puasa Ramadan jemaah Aolia dimulai 7 Maret 2024 lalu, kata Jauhar, ia telah menyampaikan kepada Direktur Urais bahwa kelompok Pimpinan Raden Ibnu Hajar Pranolo (Mbah Benu) ini punya prinsip sendiri dalam menentukan awal Ramadan dan Syawal.
"Mereka punya prinsip memulai puasa dan Lebaran, juga punya dalil sendiri yang diyakini oleh Pak Ibnu dan para pengikutnya," kata Jauhar dikutip dari CNN, Jumat (5/4).
"Kita tidak bisa memaksakan aturan yang dipakai pemerintah, tidak bisa meskipun tahun ini agak mencolok karena bedanya lima hari. Biasanya kan satu dua hari dengan Aolia," sambungnya.
Dengan alasan itu, Kanwil Kemenag DIY memulai pendekatan dengan pemimpin Jemaah Masjid Aolia demi menjaga silaturahmi dan kondusivitas. Contoh implementasinya, gema takbir yang tak dikumandangkan pada malam Idul Fitri oleh jemaah Masjid Aolia.
"Jadi terjaga, saling menghormati. Masih terjaga dengan baik. Pemerintah menghormati keputusan Mbah Benu dan jemaahnya, tapi insyaallah silaturahmi akan kita lakukan," imbuhnya.
Klaim Jauhar, ormas seperti NU maupun Muhammadiyah juga menerima keberadaan jemaah Masjid Aolia. Di lain sisi, kata dia, kelompok ini memiliki tata cara ibadah persis NU.
"Cuma dalam hal ini (puasa dan Lebaran) mereka berbeda," tuturnya.