JATIMTIMES - Pihak Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, memberikan klarifikasi terkait kasus kematian santri akibat pengeroyokan. Wafa Bahrul Amin, salah satu pimpinan pondok pesantren tersebut, mengungkapkan akar masalah yang memicu insiden yang menggemparkan tersebut.
Menurut Wafa, sebelum terjadinya pengeroyokan fatal tersebut, korban MAR sebelumnya telah melanggar aturan pondok pesantren. Ketika kesalahannya terungkap, pihak pengasuh telah mengadakan sidang tertutup untuk menangani kasus tersebut.
Baca Juga : Penuhi Kebutuhan Wisatawan, Swiss-Belinn Malang Usung Konsep Middle Upscale Standar Internasional
Namun, para pelaku pengeroyokan tidak mengetahui bahwa korban telah menjalani sidang dan permasalahan sudah diselesaikan. Akibatnya, mereka melancarkan aksi pengeroyokan dengan alasan memberikan efek jera.
"Saat itu para pelaku tidak mengetahui bahwa sidang sudah dilakukan dan mereka melakukan tindakan itu dengan maksud memberikan efek jera. Namun, karena kurangnya pengendalian emosi dari anak-anak yang belum matang, kejadian tragis itu pun terjadi," ujar Wafa, Selasa (9/1/2024).
Setelah menyadari korban dalam keadaan tidak sadar, para pelaku diketahui merasa kaget dan menyesali tindakan mereka. Mereka segera melapor ke pengurus pondok dan membawa korban ke rumah sakit.
"Saat mengetahui kondisi korban, para pelaku merasa kaget dan menyesal. Semuanya terkejut," tambahnya.
Pihak pondok pesantren menyatakan akan mengikuti prosedur hukum yang ditetapkan kepolisian. Para pelaku telah diberikan surat jaminan untuk tetap tinggal di pondok sementara waktu.
Lebih lanjut, mereka menegaskan komitmennya untuk melakukan evaluasi menyeluruh guna meningkatkan keamanan dan pengawasan di lingkungan pondok pesantren.
"Kejadian ini menjadi momentum bagi kami untuk melakukan evaluasi menyeluruh, terutama dalam meningkatkan keamanan di lingkungan pondok pesantren," ungkapnya.
Pihak Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq juga menjalin komunikasi dengan keluarga korban sebagai bentuk dukungan dan tanggapan terhadap musibah ini.
"Kami bersyukur keluarga korban mulai menerima musibah ini. Namun kami tetap menjaga komunikasi karena korban ini adalah bagian dari keluarga besar kami," tutup Wafa.
Diberitakan sebelumnya, sebuah tragedi menyelimuti pondok pesantren di Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Santri bernama MAR (14) yang sebelumnya menjadi korban pengeroyokan oleh teman-temannya usai dituduh mencuri uang sesama santri, akhirnya meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit.
Baca Juga : Pj Wali Kota Mojokerto Ajak Ibu-Ibu Sukseskan Sub PIN Polio, Catat Tanggal Imunisasinya
Insiden yang mengguncang ini terjadi pada Rabu 3 Januari 2024, saat MA dikeroyok dan kemudian pingsan. Ia segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Namun, nasib tragis menimpanya. Pada Minggu 7 Januari 2024, MAR dinyatakan meninggal dunia setelah berjuang keras melawan sakit akibat serangan yang dialaminya.
Pengeroyokan terhadap korban terjadi saat para santri kembali ke pondok pesantren setelah libur panjang. Sekitar pukul 23.00 WIB, setelah para santri kembali ke pondok pesantren, korban dihadapkan pada tuduhan mencuri uang milik sesama santri.
Pengeroyokan terjadi sebagai respons terhadap dugaan pencurian tersebut, menandai insiden tragis dalam kehidupan pondok pesantren. Tidak berselang lama setelah kejadian, sekitar pukul 24.00 WIB, korban tak sadarkan diri akibat serangan yang dialaminya. Upaya membawanya ke rumah sakit di Kecamatan Sutojayan untuk mendapatkan perawatan mendesak tidak berjalan lancar.
Pihak rumah sakit menolak menerima korban karena tidak ada yang bersedia bertanggung jawab atas pasien dalam kondisi darurat. Situasi semakin genting ketika pesantren terpaksa menghubungi keluarga korban, mendesak mereka untuk segera memberikan pertolongan medis yang diperlukan.
Ketika orang tua korban tiba dan menyaksikan kondisi mengenaskan yang dialami anak mereka, keberatan tak terelakkan. Mereka memutuskan untuk melaporkan insiden yang menimpa anaknya ke Polsek Lodoyo Timur, yang kemudian memulai langkah hukum sebagai respons atas kejadian tragis tersebut.