free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Politik

Tututan Pelanggaran Kode Etik Anwar Usman Bergulir, Gibran Bakal Gagal Join Pilpres?

Penulis : Nabilla Erlika Putri Yessynta - Editor : Nurlayla Ratri

02 - Nov - 2023, 23:01

Placeholder
Presiden Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

JATIMTIMES - Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menuai sorotan besar usai terbitnya Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait putusan batas usia capres-cawapres yang dinilai mengandung konflik kepentingan. Sejauh ini, ada 21 laporan yang diterima Majelis Kehormatan MK (MKMK). 

Akibat kinerja kepemimpinan yang kurang baik dan penerapan hukum yang tidak tepat, Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman dinilai melanggar kode etik terkait norma kecakapan dan keseksamaan.

Baca Juga : Faktor Keamanan Menjadi Penyebab 7 WNI Belum Bisa Dievakuasi dari Gaza

Seminggu setelah MK menyetujui uji materi Putusan 90, Gibran pun resmi dinyatakan sebagai cawapres Prabowo Subianto. Banyak pihak yang menilai keputusan Anwar Usman ini bertujuan untuk memberikan kartu As kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka.

Untuk diketahui, pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), Majelis Kehormatan MK (MKMK) resmi dibentuk sebagai respon atas beberapa gugatan publik yang melaporkan penyelewengan hakim Mahkamah Konstitusi. MKMK beranggotakan Hakim MK Wahiduddin Adams, Prof Jimly Asshiddiqie, sebagai ketua pertama, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.

Saat menjalani sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Ketua Dewan MKMK Jimly Asshiddiqie mengaku menemukan hal yang janggal. Anwar Usman, Ketua MK diduga berbohong untuk menutupi ketidakhadirannya di pengadilan saat menangani tiga kasus terkait syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden.

“Tidak adanya penerapan judicial leadership ini berkaitan erat dengan cara kepemimpinan Anwar ketika menyikapi adanya kesepakatan pendapat dari dua hakim konstitusi yang substansinya ternyata dissenting opinion. Sehingga menimbulkan keganjilan juga di dalam putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar ujar Kuasa Hukum Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Violla Reininda dalam sidang perdana MKMK.

Denny Indrayana selaku Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM sekaligus pelapor, melayangkan gugatan terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua MK. Ia mengatakan bahwa wajar bagi pelapor untuk memandang Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagai skandal besar Mahkamah Keluarga bukan Konstitusi.

Denny menyebut keputusan tersebut merupakan hasil kerja yang disengaja dan terencana, sebuah kejahatan terencana dan terorganisir yang merendahkan martabat dan kehormatan hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pasalnya, keputusan yang dinilai menjadi sarat nepotisme itu memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, bisa maju pada Pilpres 2024.

Ketika dalam prosedur ini ditemukan adanya klaim pelanggaran yang serius, terutama yang melibatkan konflik kepentingan (conflict of interest). Proses ini dapat mengakibatkan sanksi serupa atau sanksi yang lebih berat, seperti pemberhentian secara tidak hormat. 

Karena Hakim Anwar Usman diduga melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi secara berat, Denny mengajukan permohonan kepada MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie untuk menerapkan sanksi berupa pemberhentian secara tidak hormat.

Baca Juga : PDIP Kabupaten Blitar Targetkan Kemenangan 85 Persen untuk Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024

Meskipun desas desus soal dirinya yang dilaporkan paling banyak atas dugaan pelanggaran kode etik, Anwar merasa hal tersebut wajar karena dirinya menjabat sebagai Ketua MK. Bahkan Ia tak berniat untuk mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi meskipun publik telah memberi tekanan untuk mundur dari jabatannya. 

Ia pun dengan santai mengatakan Allah yang menentukan kedudukan. Anwar Usman juga membenarkan anggapan bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai Mahkamah Keluarga. Namun dalam sudut pandangnya, MK adalah Mahkamah Keluarga untuk bangsa Indonesia.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batasan Usia Minimum Calon Presiden dan Wakil Presiden (capres-cawapres) jika terbukti mengandung pelanggaran etik, membuka kemungkinan untuk menggugurkan putusan tersebut. 

Perlu diketahui, MKMK juga bisa membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi. Misalnya saja hakim konstitusi yang terbukti melanggar aturan etika dan perilaku. Berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, dalam menilai putusan tersebut seharusnya dapat dibatalkan karena adanya kesalahan tidak etis dalam proses penyusunannya.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan akan mengambil keputusan atas tuntutan tersebut paling lambat 7 November 2023. Hal itu dilakukan agar menemukan titik keputusan yang seksama dan tidak melampaui batas tanggal yang ditetapkan KPU RI terkait penetapan calon presiden dan wakil presiden pengganti yang dilaksanakan paling lambat pada 8 November 2023.


Topik

Politik Anwar Usman MKMK pelanggaran kode etik Gibran



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Nabilla Erlika Putri Yessynta

Editor

Nurlayla Ratri