JATIMTIMES - Cicak merupakan binatang yang kerap kali ditemui di rumah. Begitupun dengan kotorannya yang kerap dijumpai di meja, kursi atau tempat lainnya. Lantas bagaimanakah hukum kotoran cicak dalam Islam?
Referensi dari Fatawa Syabakah Islamiyah nomor 101783 dan juga Konsultasi Syariah, ulama berpendapat bahwa binatang yang tidak memiliki darah merah, seperi halnya serangga, bangkainya tidak najis. Begitu dengan kotorannya.
Baca Juga : ASN di Tulungagung Ini Minta Pemkab Membentuk LKBH Korpri, Apakah Itu?
Ulama mazhab Hambali Ibnu Qudamah mengatakan, "Binatang yang tidak memiliki darah merah mengalir, dia suci, sekaligus semua bagian tubuhnya dan yang keluar dari tubuhnya" (al-Mughni, 3:252).
Begitu pun dengab ulama mazhab Syafi'i. Ar Ramli dalam An Nihayah al-Muhtaj 1:237, menyampaikan, "Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir".
Kemudian, ulama juga berbeda pendapat, apakah cicak termasuk binatang gang darahnya darahnya mengalir atau tidak.
Terkait itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa cicak tidaklah memiliki darah yang mengalir. Dalam Kitab al Majmu, An-Nawawi mengatakan:
"Untuk cicak, mayoritas ulama menegaskan, dia termasuk binatang yang tidak memiliki darah merah yang mengalir".
Ar Ramli, dalam Nihayah al-Muhtaj, menyampaikan: "Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir. Seperti cicak, tawon, kumbang, atau lalat. Semuanya tidak najis bangkainya".
Di sisi lain, terdapat ulama yang beda pendapat dengan menyebut cicak menjadi binatang yang memiliki darah merah mengalir.
Baca Juga : Perang Israel-Gaza Berlanjut, Jokowi Perintahkan Menlu Terus Evakuasi WNI di Palestina
Dalam Al Majmu, An-Nawawi menukil keterangan al-Mawardi, bahwa tentang cicak ada dua pendapat ulama syafiiyah, (ada yang mengatakan) sebagaimana ular. Sementara Syaikh Nasr al-Maqdisi menegaskan bahwa cicak termasuk hewan yang memiliki darah merah mengalir.
Sedangkan dari mazhab Hanbali, al-Mardawi daoak al Inshaf menerangkan: "Pendapat yang benar dalam Mazhab Hanbali bahwa cicak memliki darah merah yang mengalir. Hal ini telah ditegaskan, sebagaimana ular".
Dan menurut para ulama, hukum yang ketiga adalah binatang yang tak memiliki darah merah mengalir, ia tidak halal dimakan, maka kotorannya hukumnya najis.
Dengan begitu, jika seseorang lebih menguatkan pendapat bahwa cicak tidak memiliki darah merah mengalir, maka bangkai atau kotorannya tidaklah najis. Begitupun sebaliknya, bila lebih menguatkan pendapat cicak memiliki darah mengalir, maka kotorannya najis.