free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Mengenal Wadi, Cara Pengawetan Ikan ala Suku Dayak dan Banjar yang Bisa Tahan hingga Setahun

Penulis : Mutmainah J - Editor : Yunan Helmy

13 - Sep - 2023, 12:49

Placeholder
Ikan yang sudah melalui proses wadi. (Foto screenshot)

JATIMTIMES - Cara hidup masyarakat Dayak dan Banjar yang sering berpindah-pindah membuat mereka menguasai teknologi pengawetan ikan. Metode pengawetan ikan yang paling khas dan adalah wadi, yaitu pengawetan ikan dengan proses fermentasi.

Ikan ini berfungsi sebagai cadangan bahan makanan dan untuk menjaga kondisinya, disimpan di dalam balanai yang berbentuk seperti guci. 

Baca Juga : Pemkab Malang Bakal Berikan Insentif Rp 1 Juta Kepada Para Bunda PAUD

Wadi sebenarnya bisa dibuat dari banyak jenis ikan. Namun yang disukai adalah ikan yang mempunyai banyak kandungan lemak dan daging, seperti ikan patin, jelawat, papuyu, gabus, baung, atau gurami.

Budaya kuliner wadi sebenarnya mirip dengan funazushi di Jepang. Hanya, waktu pembuatan wadi lebih pendek, hanya dalam hitungan minggu jika dibandingkan dengan funazushi yang mencapai tahunan. 

Dilansir dari akun Tiktok @goodnewsfromindonesia, Potongan ikan yang hendak diolah menjadi wadi atau ikan fermentasi tersebut sudah menjalani serangkaian pengolahan selama dua hari dua malam sebelumnya. 

Awalnya, ikan yang akan difermentasi dipotong-potong terlebih dahulu seukuran dengan telapak tangan orang dewasa kemudian ditaburi garam selama sehari semalam. Keesokan paginya, potongan ikan ini dicuci untuk menghilangkan garam. Selanjutnya, potongan ikan direndam dengan larutan gula aren sehari semalam. Keesokan harinya, potongan ikan ini ditiriskan dan diberi taburan irisan bawang putih agar beraroma harum. 

Lalu, potongan ikan diberi taburan beras yang berwarna cokelat kekuningan. Sebelumnya, rangkaian beras ini telah menjalani serangkaian proses terlebih dahulu. Yakni diawali dengan pencucian, penirisan selama semalaman, dilanjutkan dengan proses sangrai hingga berwarna cokelat kekuningan. Setelah itu, beras ini digiling dengan kasar. 

Sekitar seminggu kemudian, potongan ikan yang telah diberi taburan beras akan menjadi wadi. Ikan terfermentasi yang memiliki bau menyengat, tetapi memiliki citarasa yang sangat lezat. 

Satu kilogram ikan mentah dijual  sekitar Rp 70.000. Tetapi kalau sudah berubah menjadi wadi, harganya bisa mencapai Rp 90.000 per kilogram. 

Pemprosesan wadi ternyata sudah ada sejak lama. Makanan ini telah dikenal secara turun-temurun oleh masyarakat Dayak dan Banjar di Kalimantan. Dengan diolah menjadi wadi, ikan hasil tangkapan bisa bertahan lama. Ikan wadi memiliki rasa asam yang unik, sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi peminatnya. 

Baca Juga : Trafic Light Rampal Diperkirakan jadi Tumpuan Manajemen Rekayasa Lalin Buk Gluduk

Wadi bisa menjadi cadangan makanan saat warga sedang disibukkan dengan kegiatan berladang atau memanen padi. Biasanya masyarakat Dayak dan Banjar menyimpan wadi di dalam balanga atau guci yang terbuat dari tanah liat. 

Ikan wadi sebenarnya bisa saja disajikan begitu saja tanpa dimasak atau dalam keadaan mentah. Penggunaan wadi sebagai makanan dalam keadaan mentah dianut oleh warga di daerah Tewang Pajangan. Bisa pula wadi mentah dinikmati dengan kucuran jeruk nipis. 

Namun pada masa kini, biasanya wadi sudah disantap dalam keadaan dimasak, terutama dengan cara digoreng. Wadi juga bisa dimasak dengan mencampurkan ikan dengan bumbu yang dihaluskan, seperti lengkuas, kunyit, bawang merah, bawang putih, garam, dan merica. Terakhir, serai yang sudah digeprek dimasukkan untuk menambah aroma wangi.

Pembuatan wadi oleh masyarakat Dayak pun terdokumentasikan dalam buku Maneser Panatau Tatu Hiang (Menyelami Kekayaan Leluhur) (Penerbit Pusakalima : 2003). Buku yang disunting Nila Riwut tersebut didasarkan pada buku Kalimantan Memanggil serta Kalimantan Membangun karya Tjilik Riwut (1918-1987). Selain itu juga dilengkapi catatan harian, naskah, dan dokumen yang dikumpulkan Tjilik Riwut semasa hidup.

Menurut isi buku tersebut, bahan yang dicampurkan pada ikan yang digarami untuk dijadikan wadi bukanlah beras, melainkan padi yang disangrai. Padi tersebut disangrai hingga kering. 

Pada kondisi masih panas, padi sangrai itu ditumbuk halus dan dicampurkan merata pada ikan yang digarami. Selanjutnya disimpan dalam balanga atau bambu tertutup rapat. Melalui cara ini, wadi disebutkan bisa tahan hingga setahun.


Topik

Serba Serbi Wadi pengawetan ikan ikan yang diawetkan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Mutmainah J

Editor

Yunan Helmy