JATIMTIMES - Umar bin Khattab terkenal sebagai sosok pemimpin yang adil dan bertanggung jawab akan rakyatnya.
Dikisahkan dalam buku kisah dan hikmah susunan Dhuroruddin Mashad, dan diceritakan ulang oleh akun Tiktok @Ferry Rinaldi, saat itu Umar bin Khattab memergoki seorang ibu tengah memasak batu untuk anak-anaknya.
Ketika itu, Madinah mengalami musim paceklik Tahun 17 Hijriyah, Khalifah Umar ditemani seorang sahabatnya, Aslam berkeliling mengunjungi kampung terpencil di Madinah. Beliau melakukan perjalanan diam-diam, masuk keluar kampung untuk melihat langsung keadaan rakyatnya.
Suatu hari langkah Khalifah Umar bin Khattab terhenti ketika mendengar suara tangis anak kecil dari sebuah tenda usang.
Umar mendekati tenda itu untuk memastikan apakah penghuninya membutuhkan bantuan. Setelah dekati, terlihat seorang perempuan sedang menjerang panci di atas tungku api. Asap-asap itu mengepul-ngepul dari panci, sementara si ibu tua tadi terus saja mengaduk-aduk isi panci tersebut dengan sebuah sendok kayu.
Setelah mengucapkan salam, Khalifah Umar meminta izin untuk mendekat. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepalanya seraya menjawab salam Umar. Tetapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya mengaduk-aduk isi panci itu.
Sembari duduk didepan tenda ibu tua itu, Umar bertanya mengenai siapa yang menangis hingga suaranya terdengar olehnya.
"Siapakah yang menangis di dalam itu?" tanya Umar.
Dengan sedikit acuh, ibu itu menjawab pertanyaannya, "Anak-anakku..." "Apakah ia sedang sakit?" tanya umar lagi.
"Tidak," jawab si ibu. "Ia kelaparan," sambungnya.
Mendengar jawaban ibu itu, Umar tertegun sejenak. Ia kemudian menunggu sampai ibu itu sampai selesai memasak. Satu jam lebih menunggu namun masakan ibu itu tak kunjung matang dan anak-anak ibu itu tetap menangis.
Umar yang saat itu sudah tidak habis pikir dengan masakan ibu itu akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya.
“Apa yang sedang kau masak, wahai Ibu? Kenapa tak kunjung matang-matang juga masakanmu itu?” tanya Umar.
Lalu ibu itu tetap diam namun ia membuka tutup bejana itu untuk menunjukkan masakannya pada Umar. Ketika dibuka, betapa kagetnya Umar melihat apa yang dimasak oleh ibu itu.
"Apakah kau sedang memasak batu?" tanya Khalifah Umar sedikit tercengang.
Baca Juga : Bunda Fey Berikan Edukasi ASI Eksklusif Saat Orientasi PMBA Kecamatan Mojoroto
"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun ku suruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan ku isi air."
"Lalu batu-batu itu aku masak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia enggan melihat ke bawah, dan bertanya apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum," ujar wanita itu.
Setelah mendengar perkataan ibu itu tadi, Sayyidina Umar menitikkan air mata dan segera bangkit dari tempat duduknya itu. Lalu beliau dan Aslam kembali ke Madinah. Sesampainya Khalifah langsung pergi ke Baitul Mal dan mengambil sekarung gandum. Beliau mengangkat sendiri karung gandum itu di punggungnya, melihat pemimpinnya tergopoh-gopoh membawa karung gandum Aslam menawarkan diri untuk membantu.
"Wahai Amirul Mukminin, biar aku sajalah yang mengangkut karung ini," ujar Aslam.
"Apakah kau mau menggantikanku menerima murka Allah akibat membiarkan rakyatku kelaparan? Biar aku sendiri yang memikulnya, karena ini lebih ringan bagiku dibanding siksaan Allah di akhirat nanti," jawab Umar.
Umar lalu kembali datang ke rumah ibu tadi dengan membawa makanan yang sudah siap dimakan. Bahkan beliau sendiri yang memasakkan dan memberikan pada sang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan. Makanan itu disantap sampai habis dan membuat Khalifah Umar merasa lega dan senang.
Melihat mereka makan, seketika hati Khalifah Umar terasa tenang. Setelah makanannya habis, Khalifah Umar berpamitan. Sebelumnya dia juga meminta wanita tersebut untuk menemui Khalifah keesokan harinya.
Esok harinya, wanita itu pergi untuk menemui Amirul Mukminin. Betapa terkejutnya si wanita itu saat melihat sosok Amirul Mukminin, yang tidak lain adalah orang yang telah memasakkan makanan untuk dia dan anaknya semalam. Wanita tersebut lalu meminta maaf atas kata-kata zalimnya yang ia katakan padanya semalam dan ibu itu juga mengatakan bahwa dirinya siap untuk di hukum.
Lalu khalifah umar menjawab: "Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah. Aku telah berdosa karena membiarkan seorang ibu dan anak-anaknya kelaparan di wilayah kekuasaanku, maafkan aku ibu."
Melalui kisah tersebut menunjukkan akan tanggung jawab seorang pemimpin kepada rakyatnya. Dan setiap apa yang dilakukan seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Dalam satu riwayat, Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya."